x

3 Dosa Besar Pep Guardiola hingga Membuat Man City Gagal Merengkuh Liga Champions

Senin, 31 Mei 2021 09:14 WIB
Editor: Zulfikar Pamungkas Indrawijaya
Pelatih Manchester City Pep Guardiola dan pemainnya terlihat sedih usai kekalahan di Liga Champions antara Manchester City vs Chelsea, Sabtu (29/05/21).

INDOSPORT.COM – Manchester City gagal merengkuh trofi Liga Champions pertamanya pasca tumbang dari Chelsea di babak final. Berikut 3 dosa besar yang dilakukan oleh Pep Guardiola hingga timnya takluk di partai puncak.

Kekalahan Manchester City atas Chelsea di final Liga Champions 2020/21 pada Minggu (30/05/21) dini hari WIB di Porto, mungkin membuat orang-orang bertanya tentang strategi yang digunakan Pep Guardiola.

Guardiola datang ke final Liga Champions 2020/21 untuk mengakhiri penantian panjang selama 10 tahun di mana dirinya belum lagi mengangkat Si Kuping Besar sejak meninggalkan Barcelona.

Baca Juga
Baca Juga

Guardiola sendiri sejatinya disebut sukses kala membawa Man City melaju ke final Liga Champions perdana sepanjangs sejarah klub. Namun dengan kondisi dan skuat mumpuni, target juara pun diberikan oleh banyak pihak.

Sayangnya, Pep Guardiola gagal membawa Manchester City juara. Ia dan anak asuhnya harus menerima kenyataan tumbang dari Chelsea. Kekalahan di final Liga Champions 2020/21 ini pun disinyalir karena sang juru taktik ‘Overthinking’ dan ‘Lebay’.

Guardiola disebut terlalu memikirkan startegi  Thomas Tuchel dan Chelsea. Pasalnya, sejak kedatangan pelatih asal Jerman tersebut, timnya telah dibuat tumbang dua kali.

Kekalahan pertama saat menjalani semifinal Piala FA 2020/21. Di laga tersebut, Tuchel dan Chelsea mampu menundukkan Guardiola dan Man City.

Baca Juga
Baca Juga

Lalu di laga kedua, Man City harus menunda perayaan juara Liga Inggris 2020/21 karena lagi-lagi ditumbangkan Chelsea dan Tuchel dengan skor 1-2.

Kekalahan-kekalahan tersebut sejatinya menjadi refleksi Guardiola. Sayang, refleksi itu membuatnya ‘Overthinking’ sehingga lebih cenderung memikirkan taktik lawan ketimbang taktik untuk timnya.

Berikut 3 kesalahan taktik Pep Guardiola yang menjadi dosa besar baginya setelah gagal membawa Manchester City merengkuh gelar Liga Champions2020/21.


1. Kesalahan Guardiola di Final Liga Champions Man City vs Chelsea

Ekspresi Pelatih Manchester City, Pep Guardiola saat Sergio Aguero Gagal Cetak Gol ke Gawang Chelsea

1. Tak Memainkan Gelandang Bertahan Murni

Saat Line Up dimunculkan, Guardiola memainkan formasi 4-3-3 di mana tiga gelandang tengah diisi oleh Ilkay Gundogan, Bernardo Silva, dan Phil Foden.Tiga nama tersebut identik dengan permainan menyerang.

Alasan Guardiola memainkan tiga gelandang bertipe menyerang untuk lini tengahnya di final Liga Champions sendiri adalah ia telah memilih pemain yang tepat.

Alasan Guardiola itu tak salah. Sebab di dua laga sebelumnya saat dirinya tumbang melawan Chelsea dan Tuchel, ia telah memainkan Rodri dan Fernandinho. Namun hasilnya tetap sama saja.

Selain itu,maksud Guardiola memainkan gelandang bertipe ofensif sendiri untuk mencuri gol cepat karena mengetahui kesulitan Chelsea dalam mengkonversi peluang.

Keputusan tepat itu malah nyatanya berbuah bencana. Sebab, permainan ofensif Man City tak mampu mendobrak pertahanan Compact Chelsea yang mengenakan skema 5 bek saat bertahan.

Ketidakmampuan Man City membongkar pertahanan Chelsea dalam fase menyerang berbuah petaka di mana Chelsea mampu mencuri gol pertama di laga ini.

Gol Kai Havertz sendiri berangkat dari High Pressing Man City dari Second Line di mana Gundogan (gelandang tengah) telah meninggalkan posnya.

Andai saat itu Fernandinho bermain, mungkin Mason Mount takkan mendapat ruang begitu luas di tengah sehingga mampu menerima bola dan mengirim Through Ball ke Kai Havertz.

2. Tak Memainkan Striker Murni sedari Awal

Sama seperti pembahasan di atas, selain tak memainkan gelandang bertahan murni, Guardiola juga tak memainkan striker murni di laga ini.

Memang Guardiola tak membutuhkan penyerang murni, mengingat laju Man City yang apik kendati tak ada penyerang dalam starternya di Liga Inggris dan ajang lain musim ini.

Namun di final Liga Champions, hal ini menjadi kesalahan besar. Sebab, permainan Man City menjadi lebih berkutat ke Possesion Ball ketimbang membuat peluang atau Chances Created.

Tak adanya sosok Target Man membuat peluang Man City bisa dikonversikan menjadi gol. Sebagai contoh kecil, peluang Raheem Sterling di menit ke-8 bisa saja berbuah gol andai ada sosok penyerang di tengah yang bisa ia sodori operan.

Selain itu, tak adanya penyerang membuat lini serang Man City tak bisa membongkar pertahanan dengan menarik bek Chelsea untuk membuka ruang.

Kendati telah memasukkan Gabriel Jesus dan Sergio Aguero, namun Man City telah telat dan berada dalam posisi tertinggal. Alhasil, Chelsea hanya fokus bertahan dengan lima bek dan dua Double Pivot di depannya.

3. Tak Mau Beradaptasi dengan Permainan Chelsea

Seluruh pecinta sepak bola sepakat bahwa Chelsea bermain bertahan di laga ini dan menumpuk pemain belakang di areanya.

Namun alih-alih beradaptasi dengan gaya bermain pragmatis dan fleksibel Chelsea, ia memilih untuk memainkan taktik berbeda setiap bertemu Chelsea dan Tuchel.

Sebagai informasi, Chelsea menjadi salah satu klub yang sulit ditaklukan Guardiola sepanjang karier melatihnya. Kemampuan The Blues membuat rekor buruk untuknya tak lepas dari gaya bermain pragmatis.

Tuchel pun mempraktekan hal tersebut sejak datang menukangi Chelsea. Bahkan Guardiola dan Man City dibuatnya bertekuk lutut dua kali sebelum laga final.

Sebelum laga final, Guardiola telah menemukan rahasia Chelsea di bawah arahan Tuchel. Namun, pernyataannya hanya sebatas retorika saja karena ia tak mempraktekan apa yang ia pahami.

Man City seperti kehilangan gaya bermainnya yang cepat dan Direct. Tak adanya gelandang bertahan membuat Man City cenderung bermain aman karena ketakutan akan hancurnya transisi bertahan saat mendapat serangan balik.

Sehingga, permainan Man City lebih cenderung ke penguasaan bola tanpa adanya peluang yang diciptakan karena kehati-hatian tersebut.

ChelseaManchester CityLiga ChampionsPep GuardiolaThomas TuchelIn Depth SportsUlasan TaktikSepak Bola

Berita Terkini