'Virus Ebola Tak Membuat Kami Berhenti Main Sepakbola'

Kamis, 7 April 2016 19:22 WIB
Editor: Galih Prasetyo
© JIM TUTTLE/theplayerstribune.com
 Copyright: © JIM TUTTLE/theplayerstribune.com

Pada pertengahan 2014, dunia terhenyak saat Liberia, negara yang berada di pesisir barat benua Afrika mengumumkan bahwa negaranya diserang virus mematikan, virus Ebola. 

Dari 10.000 kasus yang dilaporkan, 4.700 orang tewas karena virus Ebola. Maka kemudian tak mengherankan jika Presiden Liberia, Elle Johnson Sirleaf saat itu mengeluarkan status darurat di negaranya karena virus Ebola. 

"Pemerintah dan rakyat Liberia memerlukan langkah luar biasa untuk keberlangsungan negara dan demi keselamatan nyawa kita semua," kata Sirleaf saat itu. 

Liberia berstatus gawat. Pemerintah melarang warganya untuk beraktifitas di luar rumah. Liberia seperti negara 'hantu'. Yang ada tiap hari di jalan-jalan kota Liberia hanya orang-orang yang menutup sebagian wajah mereka dengan masker. 

Namun ditengah serangan berbahaya daripada serangan teroris, sejumlah orang di Liberia memberanikan diri mempertaruhkan nyawa mereka untuk tetap menjalankan budaya di Liberia, bermain sepakbola. 

Laporan dari situs theplayerstribune.com mengangkat cerita bagaimana sebagian orang di Liberia tetap bermain sepakbola seperti dulu, saat virus Ebola bukan jadi ancaman buat mereka. 

Laporan berjudul 'A Return to Play' yang ditulis Jim Tuttle mengisahkan semangat rela mati orang-orang di Liberia hanya untuk bermain sepakbola. 

The Show Must Go On

Suasana terik saat itu amat membakar kulit. Matahari sedang asyik bertengger di langit kota Logan saat turnamen sepakbola antar kampung digelar. Tiga hari waktu pelaksanaan turnamen sepakbola tersebut. 

Masyarakat kota terlihat sangat antusias, mereka seolah tak mempedulikan himbauan dari presiden mereka untuk tidak bermain sepakbola saat status darurat diberlakukan. 

Waja-wajah penuh semangat dan antusias terlihat jelas di laki dan perempuan saat mereka berbondong-bondong datang ke lapangan sepakbola. Lapangan yang terlihat seperti kobangan kerbau di tengah sawah. Berlumpur dan basah. 


Aksi dua pemain sepakbola di kompetisi sepakbola antar kampung yang berlangsung di kota Logan, Liberia.

Pesta kecil berlangsung. Alunan alat musik tradisional bercampur alat musik modern membuat bising telinga. Sejumlah orang mengambil keuntungan dengan berjualan minuman keras tradisional. Ada juga yang membeli, mungkin untuk membakar semangat kala menonton sepakbola nanti. 

Pertandingan berlangsung selama tiga hari. Di hari terakhir, makin banyak warga yang berbondong-bondong untuk menonton. Seperti laga final di kompetisi sepakbola terkenal, laga berlangsung sengit dan harus dilanjut lewat babak adu penalti. 

Massa kemudian bergerombol di dalam lapangan saat babak adu penalti berlangsung. Aneh memang tapi layaknya sepakbola antar kampung di negara berkembang, itu realitas yang ada. 


Seorang kiper menghalau tendangan penalti di kompetisi sepakbola antar kampung yang berlangsung di kota Logan, Liberia.

Salah satu tim sukses memenangkan pertandingan. Sejumlah uang tunai masuk kantong mereka. Pesta pun kembali digelar dan tambah meriah. Sepakbola membuat orang-orang ini tak peduli dengan bahaya yang mengintai. 

Sepakbola jadi alat 'perlindungan' bagi mereka dari virus Ebola. Sepakbola buat mereka tak gentar meski esok atau beberapa hari lagi bisa masuk rumah sakti dan merenggang nyawa karena Virus Ebola. 


Kegembiraan penonton sepakbola pada kompetisi antar kampung yang digelar di kota Logan, Liberia.

Mereka seolah berkata, "Virus Ebola Tak Membuat Kami Berhenti Main Sepakbola"

141