x

Koneksi Ajax-Italia: dari Ruud Krol, Van Basten, sampai Ibrahimovic (Part 1)

Selasa, 17 November 2020 15:23 WIB
Editor: Prio Hari Kristanto
Sepak bola Italia tak bisa dilepaskan dari talenta-talenta hebat yang dilahirkan klub raksasa Belanda, Ajax Amsterdam, selama sekitar empat dekade terakhir.

INDOSPORT.COM - Sepak bola Italia tak bisa dilepaskan dari talenta-talenta hebat yang dilahirkan klub raksasa Belanda, Ajax Amsterdam, selama sekitar empat dekade terakhir. 

Setidaknya ada dua alasan mengapa para pemain Ajax Amsterdam begitu diminati di Eropa. Pertama, tentu saja karena skill-nya yang bagus. 

Kedua, mereka memiliki kemampuan dalam membaca atau pun menjalankan taktik. Semua ini tak lain karena warisan dari total football, sistem yang pernah mendominasi dunia pada dekade 1970-an. 

Gaya bermain yang dipimpin oleh sosok Johan Cruyff ini menuntut kemampuan teknik tinggi, fisik yang kuat, dan juga intelektualitas. Sebab, tiga hal tersebut dibutuhkan supaya pemain bisa bertukar posisi dengan efisien. 

Baca Juga
Baca Juga

Pada Piala Dunia 1974, para pemain Belanda yang menganut total football terus bergerak di semua sudut lini lapangan dan tak berpaku pada satu tempat. 

Kesuksesan total football berkaitan erat dengan keberadaan akademi Ajax Amsterdam. Berdiri pada 1960, akademi Ajax melatih murid-murid terbaik di Belanda. 

Lambat laun, akademi ini juga membuka kesempatan pemain luar Belanda untuk bergabung. Kesuksesan Belanda dan Ajax bagaikan sinkronisasi. 

Akademi pemain Ajax langsung menjadi salah yang terbaik di Eropa. Mereka kelak melahirkan bintang-bintang hebat seperti Johan Cruyff, Ruud Krol, Johan Neeskens, dan lainnya yang menjadi tulang punggung total football. 

Johan Cruyff pada masanya.

Memang kesuksesan tak langsung datang ketika pada 1969, mereka dibantai AC Milan 4-1 pada partai final Piala/Liga Champions. Namun, itu menjadi titik awal kematangan mereka.  

Keberhasilan Ajax menjuarai Liga Champions tiga musim beruntun (1971, 1972, 1973) dan lolos ke dua babak final Piala Dunia (1974, 1978) menjadi bukti hebatnya akademi Ajax dan total football Timnas Belanda. 

Bahkan, megabintang Inter Milan kala itu, Sandro Mazolla, sangat kagum dengan kehebatan mereka. Maklum, I Nerazzurri menjadi salah satu korban Ajax di final Piala/Liga Champions kala itu. 

"Waktu itu (final 1969) hasil pembinaan lewat akademi Ajax belum begitu matang. Saat berhadapan dengan kami tiga tahun kemudian, pemain-pemain jebolan akademi tadi sudah siap menggebrak Eropa," kata Mazzola dikutip dari Guerin Sportivo yang dimuat dalam Majalah Liga Italia Edisi November 2003.  

Sandro Mazzola memuji bintang-bintang mereka seperti Ruud Krol, Johan Cruyff, Johan Neeskens, Haan, Piet Keizer, dan Johny Rep.

Ajax-Italia

Hebatnya para pemain-pemain binaan Ajax Amsterdam membuat klub-klub Eropa lainnya ikut terpikat, tak terkecuali Italia. 

Ketika larangan untuk membeli pemain asing dicabut pada tahun 1980, klub-klub Negeri Pizza berlomba-lomba mendatangkan pemain hasil binaan Ajax Amsterdam. Ruud Krol menjadi pemain pertama yang mendarat di Italia ketika ia bergabung dengan Napoli diikuti oleh Willem Kieft (Pisa) pada 1983.

Sementara pemain lainnya seperti Johan Cruyff dan Johan Neeskens memilih ke Spanyol bersama klub Barcelona. Meski tulang punggung Ajax telah pergi, mereka kembali menghadirkan bintang-bintang baru. 

Logo Ajax.

Sebut saja seperti Frank Rijkaard, Marco Van Basten, Ruud Gullit, dan lainnya. Sama seperti para pendahulu, kehebatan mereka langsung menarik minat tim-tim Eropa lainnya. 

Baca Juga
Baca Juga

Semisal Frank Rijkaard yang berpetualang di Real Zaragoza sebelum akhirnya dipertemukan kembali dengan Van Basten dan Ruud Gullit di Italia. 


1. Trio Milan

Ruud Gullit (kiri), Marco Van Basten, dan Frank Rijkaard (kanan) bersama trofi Ballon d'Or.

Koneksi Ajax-Italia yang paling menonjol dimulai pada era trio Belanda Marco Van Basten, Ruud Gullit, dan Frank Rijkaard di akhir 80-an. Berbeda dengan Ruud Krol (Napoli) dan Willem Keft (Pisa), karier trio ini jauh lebih mengkilap. 

Marco Van Basten pertama kali ke Italia bergabung dengan klub AC Milan pada musim 1987-1988. Van Basten tak sendiri, eks kompatriotnya di Ajax, Ruud Gullit juga ikut pada musim yang sama sebagai bagian dari revolusi yang ingin dilakukan pemilik anyar Milan, Silvio Berlusconi. 

Keduanya pun relatif langsung nyetel. Gullit (gelandang serang) tampil di 29 laga Serie A Italia dengan 9 gol. Sementara Van Basten (striker) tampil 11 laga dengan torehan tiga gol. Debut Van Basten tergganggu oleh cederanya. 

Kedatangan keduanya langsung menghadirkan gelar scudetto AC Milan setelah puasa selama hampir satu dekade. Seakan 'ketagihan' dengan alumni Ajax, AC Milan kembali mendatangkan satu pemain, yakni Frank Rijkaard yang kala itu memperkuat Real Zaragoza. 

Tim AC Milan pun seakan menjadi sempurna. Setelah kedatangan Frank Rijkaard, AC Milan di bawah Arrigo Sacchi sukses menjuarai dua gelar Liga Champions secara beruntun. 

Trio Belanda di Tim AC Milan

Kebersamaan ketiganya pun berlangsung selama kurang lebih enam tahun. Rijkaard menjadi paling pertama hengkang pada akhir musim 1992-1993. Sementara Van Basten sudah tak main sejak tahun 1993 karena cedera, sampai akhirnya penisun di musim 1995. 

Ruud Gullit menjadi anggota trio belanda yang paling setia dengan Milan ketia ia main sampai musim 1994-1995. Cedera mengganggu akhir kariernya, tetapi ia sempat berjasa di final Liga Champions 1994 kala Milan menghancurkan Barcelona 4-0. 

Gelombang Ajax di Italia Tahun 90-an

Kesuksesan trio Belanda di AC Milan makin menarik klub-klub Italia untuk mendatangkan bakat alumni Ajax Amsterdam. Para pemain Ajax pun juga tertarik karena Serie A Italia saat itu adalah liga terbaik di dunia. 

Setelah trio Gullit, Basten, dan Rijkaard, pada 1992 datanglah tiga pemain yakni Aron Winter (Lazio-Inter Milan), Johny Van'Schip (Genoa), dan Bryan Roy (Foggia). 

Aaron Winter membela Lazio selama empat musim. Walau tampil reguler, namun tak ada prestasi yang dipersembahkan untuk Lazio. 

Selepas dari Lazio, ia hijrah ke Inter. Di Giuseppe Meazza nasibnya sedikit membaik karena ikut merasakan gelar juara Piala UEFA 1997-1998. 

Gelombang besar-besaran pemain Ajax terjadi pada 1996. Keberhasilan Ajax untuk kembali menjadi jawara Liga Champions tahun 1995 usai mengalahkan Milan (1-0), membuat klub-klub Serie A membuka pintu bagi mereka untuk menorehkan prestasi di Italia. 

Akan tetapi tak semuanya sukses. Milan merekrut tiga pemain Ajax kala itu, yakni Michael Reizifer, Winston Bogarde, dan Patrick Kluivert. Namun tak ada prestasi yang yang berhasil disumbangkan kepada mantan lawan mereka di final Liga Champions 1995 itu. 

Dennis Bergkamp.saat berseragam Inter MIlan.

Begitu pula dengan Dennis Bergkamp yang kariernya cuma sebentar di Inter Milan walau akhirnya jadi legenda di Arsenal. 

Ada pula nama Clarence Seedorf. Seedorf datang ke Italia dari Ajax untuk memperkuat Sampdoria. Dalam waktu singkat, ia langsung pindah ke klub yang lebih besar, yakni Inter Milan. 

Namun, Seedorf tak menemukan kecocokan di Inter hingga hijrah ke Real Madrid sebelum akhirnya balik ke Italia dan menjadi legenda bersama AC Milan. 

Banyak lagi-lagi nama-nama alumni Ajax atau pemain Belanda lainnya yang ke Italia mulai dari Van Der Sar, Edgar Davids, sampai Kanu. Invasi pemain Ajax berlangsung sampai ke era 2000-an dan sampai tahun 2020 ini.

- Bersambung

BelandaSerie A ItaliaAC MilanAjax AmsterdamMarco van BastenRuud GullitFrank RijkaardLiga Italia

Berita Terkini