x

3 Pemain Muda Super Hebat Milik Akademi Manchester United yang Gagal Jadi Pemain Bintang

Sabtu, 29 Oktober 2022 18:09 WIB
Penulis: Maria Valentine | Editor:
Class of 92 Manchester United

INDOSPORT. COM - Menyandang status klub raksasa Liga Inggris dan Eropa, tentu tak sulit bagi Manchester United untuk mencari pemain-pemain muda berbakat. Banyak nama-nama bintang besar yang masa mudanya mengawali karier di Manchester United. Beberapa juga sudah ada yang pensiun hingga dianggap sebagai legenda hebat.

Manchester United pernah begitu berjaya bersama generasi Class of 92. Ryan Giggs, Paul Scholes, David Beckham, Phil Neville, Gary Neville, dan Nicky Butt, jadi lulusan Class of 92 yang berperan besar atas keberhasilan Man United meraih treble winner pada musim 1998/99.

Seluruh anggota utama Class of 92 tadi telah gantung sepatu semua dan menjadi legenda lapangan hijau yang sungguh disegani. Khususnya Ryan Giggs, Paul Scholes, dan David Beckham, mereka dibesarkan Man United kemudian mampu masuk jajaran pemain kelas dunia.

Baca Juga

Generasi setelahnya, Man United berhasil memoles bakat super dari Wayne Rooney dan Cristiano Ronaldo. Seperti yang kita ketahui bersama, Rooney berhasil menempatkan diri menjadi top skor sepanjang masa Man United, sementara Ronaldo terus memancarkan sinarnya sebagai salah satu pemain terbaik dunia.

Namun kalau mau lebih ditelaah mendalam, Manchester United sejatinya tidak selalu mujur perihal pengembangan bakat pemain muda. Setan Merah malah seringkali gagal memaksimalkan potensi-potensi luar biasa para pemain muda super. Man United seakan terhalang sebuah kutukan tersendiri.

Padahal bila menengok secara fasilitas, akademi muda Manchester United tergolong kategori top global. Mulai dari lapangan, menu latihan, serta pelatih-pelatih yang membina para bakat muda, semuanya diselimuti kualitas terbaik.

Sampai sekarang belum diketahui pasti apa penyebab utama kutukan yang mendera Manchester United tersebut. Mungkin karena kurang beruntung, tekanan berlebih, atau hantaman cedera parah, yang membuat sinar wonderkid Man United kerap tertutup awan mendung.


1. Ben Thornley

Class of 92 Manchester United

Class of 92 akan selalu jadi sejarah indah yang dimiliki Manchester United. Bahkan kisahnya mungkin jauh lebih indah andai sang pemain terhebat, Ben Thornley, kariernya tak meredup dengan cepat.

Ben Thornley berposisi asli sebagai pemain sayap. Semasa di tim akademi, Ben Thornley selalu menunjukkan kelihaiannya menggiring bola menggunakan dua kaki serta lincah mengelabui lawan.

Ketika tim akademi Man United menjuarai FA Youth Cup 1992, Ben Thornley pun mengambil peran vital. Ben Thornley mampu menunjukkan kualitas permainan paling bagus di antara rekan-rekannya.

Baca Juga

Pengakuan atas kualitas Ben Thornley disampaikan langsung oleh pelatih akademi Man United masa awal 1990-an, Nobby Stiles. Menurut Nobby Stiles, bakat Ben Thornley jauh lebih hebat dari siapapun yang ada dalam skuat Class of 92.

Nobby Stiles bahkan menyebut Ben Thornley jauh lebih hebat ketimbang Ryan Giggs. Bagi Nobby Stiles, kemampuan olah bola Ben Thornley hampir setara seperti legenda Man United, George Best.

"Ben Thornley (adalah yang terbaik). Ben satu-satunya pemain Manchester United yang kemampuannya sangat mendekati level George Best," ucap Nobby Stiles seperti dikutip dari The Guardian.

Berkat bakat sensasionalnya, Ben Thornley sudah mendapat kesempatan debut bersama tim senior Manchester United pada 1994. Usianya yang kala itu baru 18 tahun, dipercaya pelatih Man United, Sir Alex Ferguson, tampil dalam laga Liga Inggris 1993/94 pekan ke-29 kontra West Ham United.

Ben Thornley memulai laga debutnya dari bangku cadangan pada menit ke-78 menggantikan Deni Irwin. Situasinya Manchester United sedang tertinggal 1-2 dan butuh daya gedor tambahan guna mengejar ketertinggalan.

Masuknya Ben Thornley benar saja mengubah laju serangan Manchester United yang kian agresif. Sampailah pada menit ke-87, Man United sukses mencetak gol penyama kedudukan melalui gol Paul Ince.

Nama Ben Thornley meski tak menghasilkan gol atau assists, tetap bermain apik membantu Man United terhindar dari kekalahan. Ferguson yang puas atas debut Ben Thornley, sudah menyiapkan laga lainnya agar sang wonderkid dapat merumput lagi.

Pertandingan yang dimaksudkan Ferguson ialah laga pekan ke-36 kontra Oldham Athletic. Ferguson memastikan nama Ben Thornley bakal masuk ke jajaran skuat yang dibawa Man United.

Namun sebelum bertanding meladeni Oldham, Ferguson meminta Ben Thornley untuk lebih dulu bermain bersama tim cadangan Man United melawan Blackburn Rovers. Ferguson turut datang menyaksikan laga tim cadangan dan duduk tepat di sebelah ayahnya Ben Thornley.

Pertandingan awalnya berjalan seperti biasa. Ben Thornley banyak melakukan pergerakan lincah menusuk pertahanan Blackburn dari sisi sayap.

Petaka datang bagi Ben Thornley ketika bek Blackburn, Nicky Mayer, melancarkan tekel keras. Ben Thornley yang sedang berlari kencang langsung terjatuh dan meringis kesakitan.

"Saya tahu dari cara saya dijegal dan arah kaki saya, ada sesuatu yang amat fatal," kata Ben Thornley.

"Sir Alex Ferguson dan ayah saya berada di tribun. Ketika saya ditekel, Ferguson langsung mencengkeram bahu ayah saya. Dia bisa melihat ada sesuatu yang tidak benar. Dia langsung membawa ayah saya ke ruang ganti melihat keadaan saya," lanjut Ben Thornley.

Benar, Ben Thornley ternyata mengalami cedera parah akibat menerima tekelan bek Blackburn. Beberapa bagian urat ligamennya pecah, hamstring Ben Thornley ikutan sobek.

Kategori cedera Ben Thornley bisa dibilang sangat-sangat parah bagi pemain semudanya. Pemain level senior saja akan langsung frustasi menerima cedera yang demikian.

“Ketika ahli bedah memaparkannya cedera yang saya alami, dia menggambarkannya seperti membuka buku dan semua halamannya lepas,” kata Ben Thornley. 

Cedera akhirnya memang bisa disembuhkan, tapi tak lagi membuat Ben Thornley dapat bergerak leluasa. Kakinya kerap merasakan sakit ketika melakukan gerakan-gerakan yang dulu biasa lincah ia praktekkan untuk menggocek lawan.

Lama-kelamaan, sisi psikologis Ben Thornley terganggu. Ben Thornley frustasi mendapati dirinya yang tak bisa mengembangkan bakatnya secara maksimal.

Ben Thornley malah sering terjebak dengan minuman-minuman beralkohol. Ada momen yang mana Ben Thornley hampir selalu mabuk-mabukkan setiap hari.

Alhasil, Ben Thornley sampai dijual Manchester United pada musim panas 1998, ia cuma mencatatkan 11 penampilan, tanpa torehan assist atau gol satu pun. Ben Thornley dijual ke Huddersfield dan sejak itu sinar sang pemain terhebat class of 92 benar-benar meredup.


2. Ravel Morrison

Ravel Morrison saat berseragam Manchester United

Ravel Morrison adalah pemain sepak bola asli kelahiran kota Manchester. Ia masuk ke akademi Man United setelah mengesankan hati pemandu bakat Setan Merah, Phil Brogan.

Selama menimba ilmu di akademi, bakat Morrison benar-benar memukau. Ia satu generasi dengan Jesse Lingard dan Paul Pogba, tapi bakatnya-lah yang paling menonjol.

Tekniknya menggiring sungguh memukau, seakan mampu mengelabui lawan dengan mudah. Berbekal kemampuan seperti itu, tentu Morrison digadang-gadang punya masa depan cerah sebagai gelandang serang top dunia.

Baca Juga

Morrison pun mendapat kontrak profesional dari pelatih Manchester United, Sir Alex Ferguson, tepat di usianya yang ke-17, atau pada 2 Februari 2010. Ia kemudian diberi kesempatan debut delapan bulan setelahnya dalam laga Piala Liga kontra Wolverhampton Wanderers.

Testimoni mengenai bakat super menjanjikan yang dimiliki Morrison ada cukup banyak. Pertama, bomber tersubur MU sepanjang masa, Wayne Rooney, pernah memberikan pujian setinggi langit atas kemampuan Morrison.

"Aku ingat melihat Ravel Morrison dan berpikir bahwa ia memiliki segala sesuatu yang dibutuhkan di posisinya," tulis mantan striker MU Wayne Rooney di Sunday Times.

Rio Ferdinand, mantan bek tengah Manchester United, turut mengeluarkan testimoni serupa. Ferdinand tak ragu menyebut kalau suatu hari nanti Morrison akan menjadi pemain mahal yang harganya menembus 100 juta paun.

"Saya rasa Ravel bisa menjadi pemain seharga 100 juta paun," kata Ferdinand.

Lebih jauh, Ferdinand ingat betul momen ketika Ferguson mengajaknya bersama Rooney menilai kualitas Morrison. Sang pelatih asal Skotlandia menyebut bakat Morrison jauh lebih hebat ketimbang Rooney dan Ryan Giggs semasa masih muda.

"Aku ingat dahulu Ferguson pernah memanggil saya dan Rooney. Dia lalu menyebut, lihatlah bakat anak ini (Morrison), lebih hebat ketimbang kamu Rooney saat kamu masih muda dulu, lebih hebat dibanding kamu juga Rio, juga lebih hebat daripada Ryan Giggs, ini akan jadi bakat anak muda terbaik yang pernah kamu lihat," ujar Ferdinand sembari mengulangi ucapan Ferguson, seperti dilansir dari Daily Mail.

Namun segala kemewahan bakat Morrison tak pernah tumbuh berkembang secara maksimal. Morrison cuma tampil tiga kali bersama tim senior Man United dan akhirnya dilepas ke West Ham United pada 2012.

Morrison tetap tak bisa membuktikan kualitas diri setelah meninggalkan Man United. Padahal Morrison mendapatkan klub yang hitungannya lumayan, selain West Ham ada pula Lazio.

Karier Morrison akhirnya cuma sekedar pindah-pindah klub saja. Morrison yang kini baru berusia 28 tahun, terakhir tercatat bermain untuk klub Liga Belanda, ADO Den Haag sedari September 2020 sampai Januari 2021.

Situasinya sekarang Morrison tidak memiliki klub alias menganggur. Mungkin penyebabnya masih sama seperti ketika ia gagal di Manchester United, yakni sikapnya yang super buruk.

Memang Morrison punya bakat yang sangat hebat. Namun semua itu percuma kalau sikap Morrison tidak terkontrol dan seenaknya saja.

"Dia brilian. Dia percaya diri. Dalam semenit, dia mengolongi Nemanja Vidic tiga kali dalam latihan. Tapi dia mengalami kesulitan dengan gaya hidup dan lingkungan, yang sebenarnya menyedihkan buatnya, karena saat itu aku melihat Pogba, Lingard, dan pemain lain terus tumbuh, dan awalnya Ravel bahkan lebih jago dari mereka semua dengan keunggulan yang jauh sekali," ungkap Rooney.

Kendali atas emosinya yang sulit dibenahi. Mungkin itu faktor pengaruh masa kecil Morrison yang tumbuh besar di pinggiran Manchester. Sekedar informasi, kehidupan pinggiran kota Manchester sering digambarkan amat keras dan brutal.

Ferguson yang menangani langsung Morrison, sebenarnya amat sedih melihat situasi eks anak asuhnya tersebut. Pandangan Ferguson amat yakin Morrison sejatinya dapat menjadi salah satu pemain terbaik dunia, andai dia tak banyak membuat masalah di luar lapangan.

"Ia memiliki talenta alami seperti pemain muda lain yang pernah kami gaet, tapi ia terus saja kena masalah. Sulit sekali menjualnya ke West Ham pada Januari 2012 karena ia bisa menjadi pemain fantastis. Tapi setelah periode tertentu di era sejumlah pemain, masalah di luar lapangan terus bertambah dan kami tak punya banyak pilihan selain memutus hubungan," kata Ferguson.


3. Adnan Januzaj

Pemain Manchester United, Adnan Januzaj dilaporkan setuju bergabung dengan klub Spanyol, Real Sociedad.

Ben Thornley dan Ravel Morrison merupakan dua contoh besar yang menggambarkan kesialan Manchester United dalam mengembangkan talenta-talenta muda. Tapi kalau ditelusuri secara lengkap, masih ada banyak lagi bintang muda super yang gagal mencapai potensi maksimalnya di Manchester United.

Adnan Januzaj pernah merasakan betul dipuja-puja oleh seluruh publik Old Trafford. Terutama pada musim perdana setelah Ferguson pensiun melatih, Januzaj benar-benar fenomenal sebagai pemain muda super Setan Merah.

Januzaj diboyong akademi Man United pada musim 2010/11 dari klub Belgia, Anderlecht. Sejak mendarat di kota Manchester, Januzaj terus mampu mengembangkan permainannya dengan baik.

Musim 2013/14, Januzaj berhasil mendapatkan kesempatan promosi ke skuat senior. Penampilannya cukup menjanjikan, bermain 27 kali, mengemas 4 gol dan 4 assists di Liga Inggris.

Namun Man United melihat Januzaj tak bisa berkembang lebih banyak lagi. Dipinjamkan ke Borrusia Dortmund dan Sunderland, Januzaj tetap tidak mengalami peningkatan.

Akhirnya Manchester United mengambil keputusan tegas. Manajemen Man United melepas calon penerus Ryan Giggs ini ke klub Liga Spanyol, Real Sociedad.

Banyak yang berpendapat kalau petaka kegagalan Januzaj disebabkan oleh sikapnya sendiri. Januzaj merasa cepat berpuas diri bisa menjadi pemain kunci Man United di usianya yang masih sangat muda.

Belum lagi situasinya kala Januzaj tampil gemilang, Man United sedang hancur-hancurnya di bawah arahan pelatih David Moyes. Para pemain MU yang lainnya cemburu melihat anak muda seperti Januzaj tiba-tiba keluar sebagai penyelamat tim.

“Januzaj berperilaku seperti dia telah memenangkan jackpot, merasa amat puas dengan dirinya sendiri. Dia masuk ke tim utama United saat masih remaja dan langsung jadi andalan tim,” kata Andy Mitten, jurnalis yang fasih betul tentang Man United.

"Kenaikan Januzaj menyebabkan masalah di antara pemain lain. Intinya, Januzaj gagal beradaptasi dengan baik atas perubahan statusnya," lanjut Mitten.

Federico Macheda, wonderkid sensasional yang mencetak gol penentu kemenangan Man United di salah satu laga Liga Inggris musim 2008/09, akhirnya juga gagal bersinar. Man United banyak meminjamkan sang bomber Italia ke klub lain, sebelum akhirnya benar-benar dilepas pada musim 2014/15.

Rodrigo Possebon, gelandang bertahan elegan berdarah Brazil-Italia, juga sempat digadang-gadang jadi pemain masa depan Man United. Namun cedera parah membuat perkembangan karier Possebon yang gabung MU sejak 2008 menjadi terhenti dan akhirnya pergi.

Manchester UnitedAdnan JanuzajLiga Inggris

Berita Terkini