x

3 Intimidasi yang Pernah Menimpa Jurnalis Olahraga

Senin, 19 Juni 2017 21:51 WIB
Editor: Ivan Reinhard Manurung
Kekerasan terhadap jurnalis masih terjadi, termasuk di dunia olahraga Indonesia.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, jurnalis memiliki pengertian orang yang pekerjaannya mengumpulkan dan menulis berita dalam surat kabar dan sebagainya.

Seiring perkembangan zaman, jurnalis tidak hanya menulis pemberitaan di media cetak saja, namun sudah merambah ke televisi, radio, dan media online berbasis internet.

Baca Juga

Sekilas, banyak orang yang mungkin berpikir jurnalis bukanlah pekerjaan yang berat dan minim resiko. Hanya datang meliput sebuah acara dan menulis, lalu menerima bayaran atau gaji.

Padahal lebih dari itu, pekerjaan sebagai jurnalis tetap memiliki resiko yang tidak kalah dari pekerjaan-pekerjaan lainnya. Dalam proses penulisan sebuah berita, tidak jarang seorang jurnalis mendapat ancaman dan intimidasi dari pihak-pihak tertentu.

Intimidasi masih menimpa sejumlah jurnalis olahraga Indonesia.

Sudah banyak kasus intimidasi yang dialami oleh para pewarta mulai dari bidang politik, ekonomi, kriminal, dan tidak terkecuali olahraga.

Berikut INDOSPORT pun coba merangkum sejumlah kejadian intimidasi yang dialami oleh jurnalis dalam dunia olahraga Tanah Air.


1. Wartawan Peliput Piala Presiden 2015

Sejumlah wartawan sempat dilarang meliput salah satu moment di final Piala Presiden 2015.

Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) pada Oktober 2015 lalu, menjadi lokasi utama pertandingan final Piala Presiden 2015 antara Persib Bandung melawan Sriwijaya FC.

Pertandingan tersebut sempat menjadi sorotan lantaran sikap The Jakmania, pendukung setia Persija Jakarta yang menolak GBK sebagai tempat pertandingan babak final. Hal itu didasari rivalitas mereka dengan Persib.

Pihak keamanan yang tediri dari aparat Kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) pun sempat kontak fisik untuk menertibkan The Jakmania.

Sayangnya, dalam proses penertiban itu sejumlah pewarta justru ikut menjadi korban. Beberapa di antara mereka ada yang diintimidasi dan dilarang oleh sejumlah oknum aparat keamanan untuk mengambil gambar dan video saat melakukan penertiban.

"Jurnalis yang diintimidasi dan dipaksa menghapus foto dan video, antara lain, Muhammad Subadri Arifqi, koresponden SCTV-Indosiar, Faiq Hidayat (Merdeka.com), Reza Fajri (Viva.co.id), Kemal Maulana (Aktual.com), dan Nur Habibie (Suara.com). Beberapa jurnalis media lainnya juga mengalami perlakuan serupa," kata Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Ahmad Nurhasim seperti dikutip Berita Satu.

"Tak ingin peristiwa itu diabadikan, aparat keamanan merampas alat kerja jurnalis dan menghapus secara paksa foto dan video pengusiran dan pemukulan suporter yang telah diperoleh jurnalis."

"Tindakan aparat keamanan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Pers. Pasal 8 menegaskan bahwa dalam melaksanakan profesinya, jurnalis mendapat perlindungan hukum. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Dalam sistem demokrasi, pers berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, dan kontrol sosial," urai Nurhasim.

Menyikapi insiden tersebut, pihak AJI Jakarta pun menuntut agar para petinggi kepolisian dan TNI untuk bertindak tegas kepada oknum tersebut agar kejadian yang sama tidak terulang lagi.


2. Wartawan Peliput PON 2016

Salah satu wartawan mendapat intimidasi terkait tulisannya yang mengkritik transparasi dana Pekan Olahraga Nasional.

Pada September 2016 lalu, Jawa Barat mendapat kehormatan sebagai tuan rumah parhelatan olahraga tertinggi di Indonesia, yakni Pekan Olahraga Nasional  XIX.

Selama parhelatan tersebut berlangsung, nasib malang harus menimpa salah satu wartawan Tribun Jabar bernama M Zezen Zaenal Muttaqin. Bagaimana tidak, lantaran tulisannya yang mengkritik transparansi penggunaan dana untuk PON, Zezen justru mendapat teror dari oknum-oknum tertentu.

Zezen menjelaskan, intimidasi dan teror mulai dirasakan ketika tulisan yang dibuatnya tayang pada Sabtu (17/09/16). Dalam tulisan berjudul "Menpora Ingatkan PB PON. Hati-hati Penggunaan Dana. Jangan Sampai Kasus PON Riau Terulang", Zezen memberitakan soal transparansi penggunaan dana PON Jabar 2016.

Zezen saat melaporkan intimidasi yang dialaminya.

Setelah tulisannya itu terbit ke masyarakat, Zezen mulai mendapat pesan singkat bernada ancaman dan makian. Hingga puncaknya, ia menyebut istri dan anaknya didatangi oleh dua orang tidak dikenal di kediamannya.

"Awalnya beberapa waktu lalu saya ditelepon dan dikirimi SMS berisi ancaman, makian dan kata-kata kasar. Puncaknya hari ini ada dua orang preman mendatangi istri dan anak saya ke rumah," kata Zezen seperti pernah diberitakan oleh INDOSPORT.

Atas kejadian tersebut, Zezen pun langsung melaporkan ke pihak berwajib pada 21 September 2016 dengan mendatangi  Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jawa Barat.

Berbagai pihak pun langsung angkat bicara dan mengecam intimidasi yang dialami oleh jurnalis peliput PON. Salah satunya adalah Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi.

"Untuk menyelesaikan kasus ini saya sudah berbisik kepada Kapolri. Dan beliau pun bersedia," ujar pria yang akrab disapa Cak Imam tersebut.


3. Wartawan Peliput Indonesia Open 2017

Kekerasan yang dialami oleh Ricky Prayoga saat meliput final Indonesia Open 2017.

Siapa yang menduga dalam ajang Indonesia Open 2017 yang berlangsung di Jakarta Convention Center mulai 12 hingga 18 Juni 2017, akan ternodai oleh kasus intimidasi yang dialami oleh wartawan.

Ya, pewarta LKBN Antara, Ricky Prayoga yang kebetulan bertugas meliput partai final Indonesia Open 2017. Dalam kejadian tersebut, Ricky sempat  diringkus dan diseret paksa oleh oknum petugas berseragam Brimob tanpa alasan yang jelas.

Menurut Ricky, kejadian tersebut bermula saat dirinya sedang menuju mesin ATM yang berada di JCC. Saat dalam perjalanan, Ricky beradu pandang dengan petugas Brimob itu.

Merasa terus dilihati oleh petugas tersebut, Ricky mencoba menanyakan akan maksud tujuannya. Namun bukan jawaban yang mengenakan didapat malah kata kasar yang didapat.

Salah satu awak INDOSPORT sendiri menjadi salah satu saksi mata yang menyaksikan insiden tersebut. Tidak lama setelahnya sebuah video yang memperlihatkan tindakan kasar oknum Brimob kepada Ricky itu pun menjadi viral di sosial media.

Ricky dalam ketarangannya menjelaskan bahwa dirinya sempat ditantang untuk berkelahi oleh salah satu oknum. Tidak hanya itu, salah satu oknum bahkan ada yang mengancam akan menembaknya.

Atas kejadian yang dialami oleh Ricky tersebut, pihak Brimob melalui Wakil Komandan Satuan (Wadansat) Brimob Polda Metro Jaya, AKBP Heru Novianto langsung menyampaikan permohonan maaf dan mengakui tindakan tidak terpuji yang dilakukan anak buahnya tersebut.

"Kejadian ini cukup memalukan. Saya mewakili pimpinan Brimob Polda Metro Jaya, memohon maaf atas kejadian ini. Kami sadari anggota kami melakukan kesalahan," kata AKBP Heru seperti dikutip dari Antara.

AKBP Heru pun berjanji akan mengusut tuntas kasus kekerasan yang dialami oleh Ricky tersebut. Bila benar-benar terbukti bersalah, ia tidak akan segan memberi sanksi berupa pemecatan.

PON Jabar 2016Piala PresidenPiala Presiden 2015Indonesia OpenPekan Olahraga Nasional (PON)Indonesia Open 2017

Berita Terkini