Semua kegiatan sepakbola, baik turnamen maupun kompetisi, atas perintah Undang-Undang No.3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, sudah sangat jelas bahwa itu harus dilakukan oleh induk cabang olahraga, dalam hal ini PSSI, Rabu (05/08/15).
Dalam Pasal 29 ayat 2 UU SKN, Peraturan Pemerintah 16/2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan, Pasal 36 ayat 1, 2 dan 3.
Dipertegas juga dengan Pasal 51 ayat 2 UU SKN. Terkait pasal-pasal ini, peran serta BOPI tidak diperlukan selama ada induk cabang olahraga. Malah bahkan keberadaan BOPI memberi peluang terjadinya Break Away League, yang sangat diharamkan di seluruh dunia.
Seperti pernah terjadi tahun 2010, saat Liga Primer Indonesia (LPI) diputar mendapat rekomendasi dari BOPI, dan tanpa rekomendasi dari PSSI.
Terjadi juga pada tahun 2012, saat Indonesia Super League (ISL) saat diputar oleh Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI) tanpa rekomendasi PSSI. Oleh karena itu, secara prinsip, Komite Eksekutif PSSI menolak keberadaan dan keterlibatan BOPI.
“Dilihat dari perspektif hukum, pertama PSSI menganggap BOPI memperpanjang rantai birokrasi. BOPI selalu klaim bahwa mereka perpanjangan tangan pemerintah, tapi sebenarnya BOPI itu harus independen,” ujar Direktur Hukum PSSI, Aristo Pangaribuan di kantor PSSI, Senayan, Jakarta.
“Itu membuat terjadinya pintu konflik, BOPI sendiri tidak punya verifikasi klub yang baku. Namun, BOPI malah menjelma mengambil semua fungsi pemerintahan,” tuntasnya.