Clovis Acosta Fernandes meninggal pada usia 60 tahun. Dia menghembuskan napas terakhir setelah sembilan tahun berjuang melawan kanker.
Jika ada di Indonesia, Fernandes bisa jadi masuk dalam kategori wong cilik. Dia bukan siapa-siapa. Tapi rasa cinta, dukungannya pada timnas Brasil yang membuatnya menjadi orang besar.
Betapa tidak, kecintaannya pada Selecao membuat dia merogoh kocek dalam untuk berkeliling dunia, memberikan dukungan secara langsung pada tim samba.
Pecandu sepakbola pasti tak asing dengan wajah Fernandes, paling tidak pernah sekali melihatnya. Sebab dia yang kerap membawa reflika trofi Piala Dunia saat berada di tribun menyaksikan tim kesayangannya, tak jarang mendapat sorotan kamera.


Saat Brasil kalah telak 7-1 oleh Jerman di semifinal Piala Dunia tahun lalu, kesedihan Fernandes tak tertahankan. Lensa kamera menangkap tangis pria tua itu sambil memeluk reflika trofi Piala Dunia.

Wajah sedih Fernandes tampaknya merangkum kesedihan Brasil sebagai suatu bangsa. Pada tangis sedih Fernandes, kita menyaksikan nasionalisme yang mengakar kuat.
Agaknya pengorbanan Fernandes melakukan perjalanan ke luar negeri untuk memberi dukungan langsung pada Selecao, juga layak kita labeli dengan sikap patriotisme. Kematiannya pun tak cukup ditangisi keluarga dan bahkan hanya Brasil.
Selamat jalan Fernandes, terimakasih telah mengajari nasionalisme dengan sederhana, mengajari cinta yang keras kepala.