In Depth Sports

Mengenal Komunitas Pengepul Arsip dan Industri Kreatif Suporter PSIM Bernama Bawah Skor Mandala

Senin, 27 Februari 2017 11:03 WIB
Editor: Tengku Sufiyanto
© INDOSPORT/Dokumen Pribadi
Bawah Skor Mandala, komunitas suporter PSIM yang menggeluti bidang pengepul arsip sejarah dengan segudang kreatifitas. Copyright: © INDOSPORT/Dokumen Pribadi
Bawah Skor Mandala, komunitas suporter PSIM yang menggeluti bidang pengepul arsip sejarah dengan segudang kreatifitas.

Stigma suporter sepakbola nasional dikenal luas masyarakat memiliki fanatisme yang sangat tinggi. Namun, hanya sedikit suporter yang memiliki jiwa kreatifitas untuk memberikan edukasi. Salah satu contoh suporter yang mengembangkan hal tersebut adalah Bawah Skor Mandala (BSM).

BSM merupakan komunitas suporter Persatuan Sepakbola Indonesia Mataram (PSIM) Yogyakarta yang mengumpulkan arsip-arsip sejarah klub kesayangannya tersebut.

Dimaz Maulana adalah orang yang memiliki gagasan terbentuknya BSM pada tahun 2012. Ia pun menceritakan awal mula terbentuknya BSM kepada INDOSPORT.

"Awal mula kisahnya terjadi pada tahun 2010. Saya aktif kuliah dan nonton bola. Saya merasa PSIM tidak punya merchandise yang mewakili atau representatif kecintaan klub pada saat itu. Era itu, saya hanya melihat merchandise​ yang provokatif menjatuhkan klub rival atau membanggakan klub sendiri dengan hal yang norak," ungkap Dimaz.

"Saya coba-coba bikin merchandise yang formal dengan makna kecintaan terhadap PSIM dengan unsur yang tidak norak dan provokatif. Namun, hal itu berhenti saat munculnya Maident (kelompok suporter PSIM yang merasa bersebrangan pendapat Brajamusti). Mereka lahir karena tidak puas dengan hasil pemilihan Musyawarah Anggota (Musta) Brajamusti di tahun 2010. Kondisi perpecahan suporter membuat tontonan sepakbola tidak enak, sehingga hasrat saya berhenti dalam membangun merchandise," lanjut Dimaz.

"Setelah itu, saya sedang skripsi di tahun 2011. Saya mencoba memotret arsip-arsip sepakbola di tengah mengumpulkan arsip sejarah soal skripsi saya. Saya foto arsip-arsip sepakbola di perpustakaan Yogyakarta dan Jakarta. Tahun 2012 akhir, saya mencoba unggah arsip yang saya punya di Twitter. Respon masyarakat di sosial media bagus. Ada yang bilang ini sebagai pelajaran sejarah," tambah mahasiswa lulusan sejarah Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta tersebut.
 

Salah satu arsip milik Bawah Skor Mandala terkait para pemain PSIM datang meminta restu Sultan Hamengkubuwono X sebelum terjun ke kompetisi (INDOSPORT/Dokumen Istimewa).

Lanjut Dimaz, respons masyarakat yang baik di Twitter membuat BSM dibentuk dengan tujuan memberikan edukasi kepada para suporter soal sejarah. Ia pun makin berhasrat mengumpulkan arsip-arsip sejarah soal PSIM.

"Tujuannya edukasi. Fanatisme sepakbola di publik Yogyakarta semu. Mereka tahu sepakbola warisan leluhur. Tapi, warisan seperti apa dan prosesnya gimana, mereka tidak tahu. Mereka tahunya PSIM didirikan tahun 1929, terus apa lagi? Jangan-jangan bukan 1929. Makanya, saya bentuk BSM untuk memberikan edukasi bersama-sama membahas semua sejarah sepakbola Yogyakarta, terutama PSIM," kata Dimaz.

"Saat itu, saya kebingungan untuk memberi nama wadah soal pengarsipan ini. Teman saya bernama Aryanto (Unyil) yang merupakan dirigen Brajamusti (suporter PSIM) memberi saran. Pakai nama Bawah Skor Mandala saja lagi. Dia yang menjadi pencetus nama Bawah Skor Mandala dari tahun 2010, ketika saya memproduksi merchendise," ujar Dimaz.

"Dampaknya makin bagus. Lewat Twitter @BAWAHSKOR, saya bisa menambah pengetahuan soal pengarsipan sejarah melalui beberapa orang yang menggeluti bidang yang sama, seperti Legendary 1928 (pengarsipan Persija Jakarta)," tambahnya.

Seiring berjalannya waktu, tak hanya di sosial media, perkembangan pengarsipan PSIM yang dilakukan BSM mendapatkan tempat yang sangat bagus di dunia nyata. Masyarakat khususnya suporter PSIM mendapat pelajaran edukasi.

"Seminggu sekali ada progam dengan nama Wajar (wajib Belajar). Saya unggah arsip-arsip PSIM setiap hari Jumat melalui Twitter. Lalu, dikembangkan melalui Wordpress (bawahskor.wordpress.com). Saya mulai mencoba wawancara kecil-kecilan dengan legenda PSIM. Mencoba menulis ulang atau merangkum berita zaman dulu, dengan tambahan riset arsip-arsip yang saya kumpulkan," ujar Dimaz.

"Lalu, bikin pameran setiap tahun, dan diskusi. Terakhir, saya bersama teman-teman yang berkecimpung di BSM bikin diskusi dengan tema Turun Minum saat jeda kompetisi," lanjut pria yang juga suporter setia PSIM tersebut.
 


Salah satu arsip milik Bawah Skor Mandala soal Piala Hamengkubuwono (INDOSPORT/Dokumen Istimewa).

Tak hanya PSIM, BSM mulai mengembangkan sayapnya dalam pengarsipan sepakbola nasional. Arsip-arsip PSS Sleman, Persiba Bantul, dan Tim Nasional (Timnas) Indonesia juga dikembangkannya.

"Kata kunci saya dalam mencari arsip ada empat, yakni PSIM, PSS, Persiba, Timnas. Saya sudah mengumpulkan arsip tahun 1977, 1979, 1981, 1982, 1983, 1985, 1986, 1990, 1994, 1995, 1996, 1997, 1998, 1999, 2000 sampai 2006. Ada beberapa tahun penting soal empat kata kunci itu saya juga sudah punya arsipnya. Tapi, tetap masih ada beberapa arsip yang bolong belum saya dapat sepenuhnya," kata Dimaz.

BSM pun mulai merambah dunia visual untuk memperkenalkan arsip-arsip sepakbola garapannya. BSM juga giat membantu pameran sejarah PSIM yang dilakukan Brajamusti setiap ulang tahun PSIM. 

"Saat ini, BSM bikin broadcast video. Saya sudah membuat televisi streaming melalui smartphone," kata Dimaz.

"Pameran itu inisiatif dari suporter. Mereka mulai melihat yang saya rasakan soal pentingnya pengumpulan arsip-arsip. Saya bantu mereka dengan menampilkan arsip-arsip yang saya punya di pameran tersebut," lanjutnya.
 


Arsip milik Bawah Skor Mandala soal mantan kiper PSIM Yogyakarta era 1980-an, Siswadi Gancis (INDOSPORT/Dokumen Istimewa).

Pengembangan arsip yang dilakukan BSM diiringi dengan pembentukan industri kreatif. BSM membuat merchandise untuk membiayai riset dan pengembangan arsip yang dilakukannya.

"Saat ini ada 25 orang yang membantu saya dalam mengelola BSM, dan menjadi tandem diskusi. Kalau BSM sendiri anggotanya cuma saya. Saya juga dibantu  salah satu teman bernama Adnan. Ia orang cukup lawas di dunia musik. Ia punya band punk terkenal, dari situ saya kenal berapa orang suporter klub sepakbola untuk menambah link riset pengarsipan BSM," ujar Dimaz.

"Penjualan merchandise dilakukan secara online dan offline. Saya mengaktifkan penjualan merchandise untuk pembiayaan pengepulan arsip. Pasti butuh dana untuk melakukan pameran dan segala macam hal lainnya," tambah Dimaz.


Tampilan Wordpress Bawah Skor Mandala (INDOSPORT/Internet).

Penjualan merchendise BSM dapat dibeli secara online di Twitter @BAWAHSKOR dan Instagram @bawahskor. Secara offline, merchendise dapat dibeli di OBA (Omah Bersama), sebuah tempat untuk diskusi dengan konsep seperti museum mini PSIM yang terletak di daerah Warung Boto, Yogyakarta.

"Saya bikin sekretariat BSM yang dinaungi bersama Parangbiru, dengan nama OBA. Parangbiru itu media internal suporter PSIM, layaknya Jacatra (Persija Jakarta)," ujar Dimaz. 

"Visi dan misi ke depannya soal BSM, saya ingin punya minimal museum memorabilia soal sejarah sepakbola, khususnya PSIM," tutup Dimaz.

Tak hanya membahas BMS, Dimaz Maulana juga menjadi salah satu narasumber tulisan investigasi INDOSPORT bersama Marjono (Mantan pemain PSIM Yogyakarta pada era 1990-an awal hingga 2011. Tulisan investigasi tersebut bertajuk Menjawab Dinamika Keterkaitan PSIM dengan Keraton Yogyakarta, yang akan terbit pada Selasa (28/02/17) pukul 11.00 WIB mendatang.

251