Pernyataan Persibat dan PSSI Terkait Kasus Cedera Hapidin

Jumat, 3 Maret 2017 19:08 WIB
Editor: Tengku Sufiyanto
 Copyright:

Publik pecinta sepakbola Indonesia baru-baru ini dihangatkan kasus cedera mantan top skorer Divisi I Liga Indonesia 2014, Hapidin. Pemain berumur 26 tahun itu mengaku tidak mendapat perhatian terkait cedera parah yang dideritanya. Ia berencana menjual trofi top skorer Divisi I yang diraihnya untuk membantu pembiayaan medis, demi kesembuhan cederanya. 

Seperti diketahui, Hapidin mengalami cedera patah tulang kering kaki kiri dan mendapatkan masalah pada pergelangan kakinya. Cedera itu didapat Hapidin saat melakoni turnamen antar kampung (tarkam).

Hal tersebut membuat sejumlah pihak khususnya media bertanya-tanya soal bagaimana awal mula Hapidin mendapat cedera. Pasalnya, masih banyak kesimpangsiuran yang terjadi.

Hapidin, mantan top skorer Divisi I Liga Indonesia 2014.

Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) selaku federasi dunia bal-balan Tanah Air memberikan keterangan awal cedera Hapidin, yang langsung diperoleh dari klub terakhirnya, Persibat Batang.

Dalam keterangan resminya, Persibat menjabarkan sembilan poin. Poin paling penting adalah bahwa Hapidin mendapat cedera bukan saat membela Persibat dan Tim Nasional (Timnas) Indonesia.

Selanjutnya, Persibat memberikan keterangan bahwa Hapidin mendapat cedera saat bermain tarkam di Kebon Rowopucang, Pekalongan pada tahun 2015. Ketika itu, tidak ada kompetisi dan PSSI sedang dibekukan oleh Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi.

Persibat menambahkan keterangan resminya bahwa Hapidin sebetulnya ditawarkan penanganan medis dengan cara operasi oleh sang manajer klub, Akhmad Dahlan, dan berisitirahat selama satu tahun. Namun, Hapidin menolaknya dan memilih untuk melakukan pengobatan alternatif. Tak hanya itu, Hapidin justru langsung berlatih lima bulan kemudian, yang berakibat cederanya makin memburuk.

Hapidin, mantan top skorer Divisi I Liga Indonesia 2014.

Setelah itu, Akhmad Dahlan meminta Bupati Batang untuk memfasilitasi proses operasi, yang kemudian disetujui. Kaki Hapidin akhirnya dipasang pen, dan dianjurkan dokter istirahat selama satu tahun.

Kemudian Hapidin memaksa untuk melakukan operasi pencabutan pen dalam waktu enam bulan kemudian. Meski sudah dilarang Akhmad Dahlan, ia tetap bersikeras dan pen pun dicabut. Lalu, Hapidin akhirnya kembali bermain tarkam, yang membuat cederanya berkepanjangan.

Persibat pun menyatakan sikapnya dalam tiga poin. Pertama, pihak klub telah melakukan upaya-upaya untuk membantu Hapidin, meskipun sudah tidak terikat kontrak dengan Persibat, menyusul berhentinya kompetisi.

Kedua, klub juga mengizinkan Hapidin untuk tinggal di mes selama perawatan cedera. Ketiga, pihak klub sangat menyayangkan tindakan Hapidin yang seolah-olah tidak mendapat perhatian khusus dari klub.

Pernyataan resmi awal mula cedera Hapidin dari Persibat Batang.

Di sisi lain, PSSI dalam rilis resminya juga memberikan pernyataan resmi. Pernyataan resmi itu tertuang dalam tiga poin, yakni PSSI dalam hal ini memfasilitasi pemeriksaan bagi Hadipin di Surabaya lewat dokter Dwikora (Dosen di Universitas Airlangga).

Lalu, jika yang bersangkutan membutuhkan prosedur operasi, dokter Dwikora akan memfasilitasinya. Dengan penjelasan resmi dari Persibat Batang dan langkah bantuan ini, PSSI berharap seluruh kesimpangsiuran terkait cedera Hapidin bisa diakhiri.

505