In-depth

Praktik Match Fixing di Liga Indonesia, Wasit Patut Disalahkan?

Senin, 18 November 2019 16:02 WIB
Penulis: Rafif Rahedian | Editor: Arum Kusuma Dewi
© Grafis: Indosport.com
Praktik match fixing, wasit patut disalahkan? Copyright: © Grafis: Indosport.com
Praktik match fixing, wasit patut disalahkan?

INDOSPORT.COM – Wasit menjadi salah satu sasaran empuk bagi para pecinta sepak bola Indonesia yang ingin melampiaskan kekesalannya. Mereka seakan memukul rata bahwa semua wasit yang dianggap menguntungkan sebuah tim, bakal dicap sebagai aktor praktik match fixing atau pengaturan skor.

Terlebih, Satgas Antimafia Bola juga pernah meringkus salah satu wasit yang bertugas di kasta bawah sepak bola nasional. Wasit Liga 3 2018 Nurul Safarid ditangkap karena terbukti menerima suap Rp45 juta dari laga Persibara Banjarnegara vs Persekabpas Pasuruan.

Wakil Ketua Satgas Antimafia Bola Krishna Murti pun mengungkapkan bahwa banyak wasit yang terlibat kasus pengaturan skor. Informasi tersebut ia dapatkan dari keterangan wasit yang sudah diperiksa.

Krishna Murti menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang membuat sang pengadil lapangan memilih untuk terlibat di kasus ini. Ada yang terlibat, lanjut Krishna Murti, ada juga yang sukarela, bahkan takut.

Tertangkapnya Nurul Safarid pada awal tahun ini pun akhirnya membuat penikmat bola nasional semakin memandang buruk kinerja wasit lokal. Padahal, tidak semua wasit lokal yang mau terlibat di dalam kasus pengaturan skor ini.

Sebelumnya, kejadian unik juga terjadi di kompetisi Liga 1 2018 lalu saat PSS Sleman berhadapan dengan Madura FC. Saat itu, wasit utama M. Reza Pahlevi mengalami cedera pada kakinya dan harus digantikan dengan pengadil lapangan cadangan yakni Agung Setiawan.

Para pecinta sepak bola Indonesia pun langsung mencium bau kecurangan setelah wasit Agung membuat keputusan kontroversial. Pada menit ke-81, wasit Agung Setiawan mengesahkan gol PSS Sleman meskipun terjadi offside dalam proses gol tersebut.

Pertandingan PSS Sleman vs Madura FC ini pun membuat kualitas wasit yang memimpin pertandingan di Liga Indonesia menjadi sorotan. Apalagi, wasit merupakan salah satu elemen paling rentan dalam praktik match fixing.

Wasit Liga 2 Buka Suara

Gengsi sebagai tuan rumah yang ingin selalu menang, gengsi jika bisa naik kasta, gengsi jika bisa menjadi juara dan sebagainya menjadi godaan untuk menghalalkan segala cara untuk mencapai kemenangan.

Entah kenapa seperti ada 'hukum tidak tertulis' dalam sepak bola Indonesia bahwa tuan rumah harus selalu memenangkan pertandingan. Sudah sejak dulu gengsi tuan rumah menjadi problem bagi wasit dan pemain.

Seperti pengakuan yang pernah diucapkan oleh mantan pemain asing, Kristian Adelmund. "Saya pernah melihat bos lawan membawa pistol ke ruang ganti wasit. Anda tak perlu heran dengan hal itu di Indonesia," ungkapnya beberapa waktu lalu.

Tekanan dari tuan rumah kepada wasit menjadi salah satu pemicu keterlibatan wasit dalam praktik suap dan match fixing. Salah satu wasit Liga 2, Muhammad Irham, membenarkan hal tersebut.

"Sejumlah pertandingan memang ada beberapa tekanan maupun intimidasi dari tim, khususnya tuan rumah. Intimidasi itu bisa terjadi di dalam maupun luar lapangan," ujar Muhammad Irham kepada INDOSPORT.

Irham juga mengaku tekanan-tekanan tersebut yang membuat wasit menjadi serba salah, ia menggambarkan seperti makan buah simalakama. Karena wasit sendiri sesungguhnya tidak ingin mengotori sepak bola Indonesia.

"Itu (suap) bukan keinginan teman-teman perangkat (wasit). Jadi kami terancam, kami juga ditekan dari berbagai kalangan agar menerima suap tersebut dalam tekanan," lanjutnya.

Tekanan tersebut tidak hanya dialami oleh Irham seorang, tetapi juga dialami rekan-rekannya yang lain. "Tekanan-tekanan tuan rumah yang ingin menang dan sebagainya itu tidak bisa kami pungkiri, teman-teman memang mengakui itu," tambahnya.

Irham juga menjelaskan bahwa perangkat pertandingan ingin menjalankan pertandingan sesuai regulasi yang ada. Tetapi tekanan yang dialami wasit sangat luar biasa. Sehingga mau tidak mau wasit melakukan apa yang bertentangan dengan hati nurani mereka.

Jangan Salahkan Wasit!

Direktur Wasit PSSI Efraim Ferdinand meminta kepada khalayak luas agar wasit tidak disudutkan dalam kasus match fixing ini. Karena menurutnya, wasit tidak akan melakukan hal tersebut jika tidak ada penawaran atau bahkan unsur paksaan dari pihak luar.

Match fixing itu jangan terlalu disudutkan kepada wasit, karena itu tidak akan terjadi kecuali ada dua sampai tiga pihak yang terlibat. Jadi jangan sepenuhnya disalahkan kepada wasit. Ini pandangan masyarakat yang keliru,” ujarnya kepada redaksi INDOSPORT.

PSSI pun harus bekerja keras untuk mengubah image buruk wasit lokal di mata para penggila sepak bola tanah air. Salah satu cara yang dilakukan oleh komite wasit PSSI adalah dengan memastikan integritas sang pengadil lapangan.

“Kita pun akan menjaga dan memastikan integritas mereka. Ada pakta integritas yang mereka tanda tangani sebelum kompetisi berlangsung,” ucap pria yang akrab disapa Efran tersebut.

Efran menjelaskan bahwa keputusan wasit yang dianggap merugikan salah satu tim tidak boleh dipandang sebagai aktor di balik match fixing.

“Karena wasit yang merugikan salah satu tim, belum tentu ada indikasi match fixing. Tapi kalau pandangan tim yang kalah, mereka akan berpikir ada pengaturan skor,” jelas Efran.

“Itu terjadi saat Gubernur Kalteng melempar botol. Banyak yang bilang wasit saya ga bekerja dengan baik, orang benar kok apa yang dilakukan wasit. Dikasih kartu merah benar,” ucap mantan Direktur Teknik Federasi Futsal Indonesia tersebut.

Sementara itu, wasit Indonesia yang memiliki lisensi FIFA Dwi Purba Adi Wicaksana menceritakan sedikit masalah pengaturan skor. Wasit berusia 31 tahun tersebut mengaku tidak pernah mendapatkan tawaran dari mafia sepak bola Indonesia.

Dwi Purba menjelaskan bahwa saat ini PT Liga Indonesia Baru (LIB) telah menerapkan sistem baru agar wasit terhindar dari kasus match fixing. Kebutuhan-kebutuhan ringan wasit pun kini sudah mulai diperhatikan oleh operator liga.

Menurut wasit asal Kudus, Jawa Tengah, tersebut langkah yang dilakukan oleh PT LIB ini bisa meminimalisir adanya ketertarikan sang pengadil lapangan untuk masuk dalam lingkaran hitam di sepak bola tanah air.

“PT Liga telah membuat terobosan sendiri. Sekarang wasit tidak ikut Match Commission Meeting (MCM), itu salah satu cara untuk menghindari hal tersebut. (Memberikan) jatah makan, laundry, PT Liga melakukan itu kan agar wasit terhindar dari godaan match fixing,” ujarnya kepada INDOSPORT.

Dengan kepengurusan baru di tubuh PSSI, tentunya harapan seluruh masyarakat Indonesia tetap sama, yakni memajukan sepak bola tanah air. Salah satu cara untuk melakukannya adalah menghindarkan wasit dan pihak lain dari kasus match fixing.