Liga Indonesia

Musim 1996/97, Slamet Riyadi Rasakan PSMS Medan Nyaris Degradasi

Senin, 4 Mei 2020 18:25 WIB
Penulis: Aldi Aulia Anwar | Editor: Herry Ibrahim
© Aldi Aulia Anwar/INDOSPORT
Legenda PSMS Medan, Slamet Riyadi menceritakan tentang tim Ayam Kinantan yang hampir degradasi di Liga Indonesia edisi 1996/97 silam. Copyright: © Aldi Aulia Anwar/INDOSPORT
Legenda PSMS Medan, Slamet Riyadi menceritakan tentang tim Ayam Kinantan yang hampir degradasi di Liga Indonesia edisi 1996/97 silam.

INDOSPORT.COM - Tak hanya pelatih kiper PSMS Medan, Muhammad Halim, yang merasakan semasa jadi penggawa PSMS nyaris mengantarkan timnya degradasi pada Liga Indonesia edisi 1996/97 silam.

Hal senada turut dirasakan oleh mantan pemain PSMS, Slamet Riyadi. Mantan pemain Timnas Indonesia ini mengaku nasib PSMS berada di ujung tanduk pada laga pamungkas Wilayah Tengah kala bertandang ke markas Persib Bandung di Stadion Siliwangi.

Pasalnya, Persib sebagai salah satu tim favorit juara kala itu sangat difavoritkan untuk dapat menang atas PSMS. Apalagi Persib tampil dihadapan publik mereka sendiri.

Sebab andai kalah dari Persib Bandung, PSMS dipastikan terdegradasi. Karena PSMS saat itu yang berada di zona degradasi hanya berselisih gol dengan peringkat di atasnya zona aman yakni tim Mataram Indocement.

"Laga dramatis, apalagi lawan tim kuat Persib, serasa laga final. Kami bertekad tak mau kalah. Jadi kami semua siap hidup mati di laga itu. Bahkan teror pendukung tuan rumah sudah terasa, tapi kami tak ingin kalah," kenang Slamet, Senin (03/05/20).

Slamet mengakui, di laga itu PSMS dibombardir habis-habisan oleh tim tuan rumah, sehingga PSMS menerapkan pertahanan total agar tidak kebobolan. Sebab di laga ini PSMS hanya butuh hasil seri untuk mengamankan agar tidak terdegradasi.

"Lapangan seperti terasa miring lah seperti kapal oleng. Karena PSMS diserang terus dari awal. Jadi saat itu PSMS bisa dibilang pakai startegi seperti parkir bus lah biar gak kebobolan," lanjutnya.

Dengan gempuran yang silih berganti dari Persib dan strategi bertahan total yang diterapkan oleh PSMS, lanjut Slamet, akhirnya PSMS berhasil menahan imbang tuan rumah dengan skor 0-0 dan PSMS selamat dari ancaman degradasi di partai pamungkas tersebut.

"Tak terbayangkan bagaimana perasaan kami saat itu. Semuanya nangis dan berpelukan di tengah lapangan. Pastinya kami bangga bisa buat PSMS bertahan waktu itu. Ini karena kami anak-anak Medan, jadi ada rasa kebanggaan dan memiliki. Tak ada embel-embel bonus, cuma lambang di dada aja yang kita punya," tutup pria berusia 45 tahun itu yang kini memegang lisensi pelatih A AFC itu.

Sebagai informasi, di kelasemen akhir Wilayah Tengah Liga Indonesia 1996/97 itu, PSMS finish di peringkat 10 dengan poin 19. Hanya berselisih satu poin saja atas Mataram Indocement yang akhirnya terdegradasi.