In-depth

2 Juni 1897: Kelahiran Tan Malaka, Bapak Republik yang Jadikan Sepak Bola Alat Perjuangan

Selasa, 2 Juni 2020 20:48 WIB
Penulis: Arief Tirtana | Editor: Ivan Reinhard Manurung
 Copyright:

INDOSPORT.COM Tan Malaka, Pahlawan Nasional berjuluk Bapak Republik yang lahir tanggal 2 Juni 1897, memiliki kecintaan luar biasa terhadap sepak bola.

Tanggal 2 Juni setiap tahunnya selalu dikenang sebagai hari spesial buat para pengagum sosok pahlawan nasional bernama Tan Malaka.

Sebab di tanggal 2 Juni itulah pahlawan yang merupakan orang pertama pencetus konsep Republik Indonesia itu lahir di Padam Gadang, Sumatera Barat tahun 1897.

Dengan jasa besarnya terhadap Republik Indonesia ini, memang tak bisa dipungkiri bahwa Tan Malaka masih jadi sosok yang cukup misterius buat banyak generasi bangsa saat ini.

Masih banyak kisah dari pria bernama lengkap Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka itu yang diketahui masyarakat Indonesia secara luas. Salah satu misalnya mengenai kecintaan Tan Malaka terhadap sepak bola hingga akhirnya menggunakan olahraga tersebut sebagai salah satu alat perjuangan melawan penjajah.

Tan Malaka dan Sepak Bola

Lahir dari pasangan seorang pegawai rendahan di era kolonial Belanda, Rasad Chaniago dan Simabur yang seorang ibu rumah tangga.

Tan Malaka tumbuh seperti banyak anak kampung lainnya di Sumatera Barat yang gemar menghabiskan waktunya bermain di alam bebas. Mulai dari berenang di sungai, bermain layang-layang, hingga sepak bola.

Namun berbeda dengan banyak anak lainnya kala itu, Tan Malaka juga memiliki sifat keras, pemberani dan memiliki kecerdasan di atas rata-rata teman sebayanya.

Karena kecerdasannya itu, anak sulung dari dua bersaudara itu kemudian direkomendasikan untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Guru Negeri, Fort de Kock, yang muridnya khusus hanya dari kalangan ningrat dan pegawai tinggi. Hingga kemudian di usia 16 tahun, Tan Malaka bisa melanjutkan pendidikannya ke Rijks Kweekschool di Harleem, Belanda.

Di Belanda sejak tahun 1913, kegemaran Tan Malaka dalam bermain sepak bola semakin terasah. Dengan postur yang hanya 165 cm, Tan Malaka terkenal sebagai pemuda yang memiliki kecepatan di atas lapangan, dengan posisi bermainnya sebagai penyerang.

Kemampuan Tan Malaka yang tak sembarangan dalam bermain sepak bola kemudian membuatnya sempat bergabung dengan klub profesional Vlugheid Wint selama sekitar dua tahun (1914-1916).

Selama bermain sepak bola di Belanda itu juga ada sebuah kisah menarik dari Tan Malaka. Dimana dirinya terkenal sebagai pemain yang enggan menggunakan sepatu atau lebih memilih nyeker di atas lapangan.

Selain juga keengganannya menggunakan jaket tebal ketika bermain di musim dingin. Sehingga membuatnya divonis dokter mengidap penyakit radang paru-paru.

Sepak Bola Sebagai alat Perjuangan Tan Malaka

Sekembalinya ke Indonesia. Kecintaan dan kegemaran Tan Malaka bermain sepak bola pun tak sedikitpun luntur. Terlihat misalnya ketika dirinya menyamar di daerah Bayah, Banten dengan nama Ilyas Hussein dan bekerja sebagai juru tulis para romusha pada tahun 1943.

Bekerja di bidang administrasi, Tan Malaka atau Ilyas Hussein, yang kemudian naik jabatan menjadi Ketua BPP (Badan Pembantu Keluarga PETA), sering mengadakan kegiatan untuk para Romusha dan masyarakat sekitar. Salah satunya dengan mengadakan pertandingan sepak bola, selain juga pertunjukan sandiwara.

Bukan sekadar pertandingan, bahkan Tan Malaka saat itu sampai membuat tim sepak bola dengan nama Pantai Selatan. Lewat klub Pantai Selatan itulah Tan Malaka mencoba menggelorakan semangat kemerdekaan para pemuda lewat ajang kejuaraan lokal di sekitar Bayah hingga Rangkasbitung.

Dalam kisahnya, Tan Malaka diceritakan sering mentraktir para pemain tim sepak bola yang berlaga dalam kejuaraan tersebut, usai pertandingan.

Kecintaan Tan Malaka terhadap sepak bola juga terlihat dalam karya besar di buku bejudul Madilog (Materialisme, Dialektika, dan Logika).

Dalam salah satu bagian di buku Madilog itu, Tan Malaka menggunakan pertandingan sepak bola sebagai perumpamaan, betapa pentingnya untuk mengenali satu golongan yang berbeda, agar tak terjadi kekacauan dalam kehidupan bernegara.

"Apabila kita menonton satu pertandingan sepak bola, maka lebih dahulu sekali kita pisahkan si pemain, mana yang masuk klub ini, mana pula yang masuk kumpulan itu. Kalau tidak, bingunglah kita. Kita tidak bisa tahu siapa yang kalah, siapa yang menang. Mana yang baik permainannya, mana yang tidak," tulis Tan Malaka.

Meski tak cukup tercatat lengkap kiprah Tan Malaka dalam dunia sepak bola, seperti juga kisah hidupnya yang berakhir dalam misteri. Setidaknya dengan yang sedikit itu kita bisa tahu, bahwa Bapak Republik, Tan Malaka, adalah sosok yang sangat mencintai sepak bola.