In-depth

Belajar Meresapi Nilai Sumpah Pemuda dari Van der Vin

Rabu, 28 Oktober 2020 14:13 WIB
Editor: Ivan Reinhard Manurung
© Grafis: Yanto/Indosport.com
Meskipun bukan orang Indonesia 'tulen', kiper naturalisasi Arnold van der Vin mampu menunjukkan semangat Sumpah Pemuda dalam perjalanan kariernya. Copyright: © Grafis: Yanto/Indosport.com
Meskipun bukan orang Indonesia 'tulen', kiper naturalisasi Arnold van der Vin mampu menunjukkan semangat Sumpah Pemuda dalam perjalanan kariernya.

INDOSPORT.COM - Meskipun bukan orang Indonesia 'tulen', kiper naturalisasi Arnold van der Vin mampu menunjukkan semangat Sumpah Pemuda dalam perjalanan kariernya.

Sebelum memproklamirkan diri pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia harus melalui perjuangan yang panjang dan berat untuk bisa menyatakan kemerdekaan.

Dengan semangat ingin terbebas dari penjajahan, seluruh elemen masyarakat Indonesia tidak pernah menyerah untuk bisa menunjukkan keinginan menjadi bangsa yang mandiri.

Salah satu tonggak awal mulai bersatunya seluruh elemen masyarakat dari Aceh hingga Papua sendiri terjadi ketika momen Sumpah Pemuda.

Bertempat di kediaman Sie Kong Liong, sejumlah perwakilan kelompok pemuda dari seluruh daerah di Tanah Air berkumpul untuk merumuskan ikrar terwujudnya cita-cita berdirinya Indonesia.

Diprakarsai Soegondo Djojopoespito, Muhammad Yamin, Soenario Sastrowardoyo, dan Wage Rudolf Soepratman, seluruh elemen pemuda saat itu pada 28 Oktober 1928 menghasilkan tiga butir janji yang sampai sekarang dikenal sebagai Sumpah Pemuda.

Secara garis besar isi Sumpah Pemuda adalah:

1. Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Air Indonesia.

2. Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.

3. Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Lebih dari sekadar janji, Sumpah Pemuda sendiri membawa semangat juang lebih besar bagi para muda-mudi Tanah Air untuk mulai melakukan pergerakan. Salah satunya di bidang olahraga yang dilakukan oleh Soeratin Sosrosoegondo.

Pada 19 April 1930, Soeratin yang merupakan ipar dari Dr. Soetomo bersama beberapa tokoh sepak bola berkumpul di Yogyakarta untuk mendirikan PSSI, induk tertinggi sepak bola Indonesia yang tetap ada hingga sekarang.

Dalam perjalanannya, pengamalan nilai-nilai Sumpah Muda melalui media olahraga sepak bola tak hanya ditunjukkan oleh pemain-pemain lokal. Pasalnya, ada juga pemain bukan keturunan asli Tanah Air tapi nyatanya sangat mencintai Indonesia.

Sosok itu adalah Arlod van der Vin, seorang yang lahir dari orang tua berkebangsaan Belanda, namun akhirnya mantap memilih menjadi seorang Warga Negara Indonesia. Dia pun tercatat sebagai salah satu pemain naturalisasi pertama di Timnas Indonesia.

Naturalisasi dan Pergi untuk Kembali

Saat masih menjajah Indonesia, banyak orang-orang Belanda yang lahir di wilayah Tanah Air. Hal itu membuat banyak anak-anak tersebut yang justru merasa kerasan tinggal di Indonesia.

Banyak di antara mereka juga yang lebih merasa menjadi orang Indonesia ketimbang Belanda. Berkaca dari hal tersebut, PSSI pada 1950-an silam yang dipimpin oleh Maladi membuat sebuah gerakan baru.

Sebanyak lima  pemain berkewarganegaraan Belanda saat itu menjalani proses naturalisasi untuk menjadi WNI. Mereka adalah Boelard van Tuyl, Pesch, Van der Berg, Piteersen, dan Arnold van der Vin.

Namun, di antara kelima pemain tersebut, hanya satu sosok saja yang memiliki karier gemilang di sepak bola, bahkan mampu menembus Timnas Indonesia dan melakoni pertandingan internasional.

Sosok itu tidak lain Arnold van der Vin, seorang kiper yang pernah menjaga gawang Indonesia dari serangan lawan-lawan. Dengan postur tubuh yang tinggi khas orang Belanda, ia pun mampu menjadi 'tembok' kokoh di setiap klub yang ia perkuat.

Sejarah mencatat, karier profesional Van der Vin sebagai pesepakbola berawal saat dirinya memperkuat Excelsior Surabaya pada 1939 silam. Di klub tersebut, Van der Vin bermain sebanyak 150 kali dalam 9 musim.

Namun, karena pekerjaan orang tuanya, Van der Vin akhirnya pindah ke Persija Jakarta pada 1948. Di klub inilah bakatnya sebagai seorang kiper mulai terlihat, hingga akhirnya dipanggil memperkuat Timnas Indonesia.

Ya, pada 27 Juli 1952 silam, Van der Vin mengawali debutnya di bawah mistar gawang Timnas Indonesia. Kala itu ia dan 10 pemain lainnya berhadapan dengan Nan Hua, sebuah klub asal Hongkong.

Kebersamaan Van der Vin dengan Persija sendiri harus berakhir cepat pada 1954, lantaran adanya kebijakan Presiden Soekarno yang memulangkan seluruh warga keturunan Belanda.

Meskipun harus meninggalkan Indonesia, nyatanya Van der Vin tidak berhenti mengejar mimpinya sebagai pemain sepak bola. Di negara asal kedua orang tuanya, pemuda kelahiran Semarang itu memperkuat klub Fortuna '54.

Jauh dari Indonesia sepertinya membuat Van der Vin tidak nyaman. Hal itulah yang membuat ia kembali lagi ke Tanah Air pada 1955 dan memperkuat PSMS Medan. Namun, di Ayam Kinantan Van der Vin hanya bertahan semusim dan kemudian hijrah ke klub Malaysia, Penang FA, hingga pensiun.

Sebelum pensiun pada 1961, Van Der Vin pernah membuat sebuah prestasi yang membanggakan saat memperkuat Timnas Indonesia.

Bagaimana tidak, saat itu ia mampu menahan tendangan penalti legenda Real Madrid, Ferenc Puskas saat Timnas Indonesia menjamu Hungaria pada 1960 silam di lapangan Ikada.

Meskipun sempat 'terusir' dari Indonesia, Van der Vin karena rasa cintanya yang begitu mendalam ke Tanah Air itu terus memberikan perhatiannya.

Terbukti ia tidak menutupi rasa kecewanya melihat kondisi sepak bola Indonesia dan PSSI saat itu yang ia rasa tidak mengalami perkembangan. Kekecewaan itu terlihat saat kata-kata dirinya menjadi tajuk salah satu koran besar Belanda, De Nieuwsgier pada 1955 silam.

"Kondisi sepakbola Indonesia amatlah jelek. Berada di level terendah. Permainannya keras dan cenderung kasar. PSSI pun payah dalam mendidik wasit dan perangkat pertandingan," kritiknya saat itu.

Kritik Van der Vin itu memang sekilas terlihat kasar. Namun, harus disadari bahwa itu terucap karena begitu pedulinya ia pada sepak bola Indonesia dan ia tentunya ia ingin ada perubahan yang membawa kemajuan.

Dari sikap tersebut, Van der Vin benar-benar mengamalkan nilai Sumpah Pemuda, yang mengajarkan untuk selalu mencintai Indonesia, meskipun sedang tidak berada di Tanah Air ataupun dalam kondisi yang tak bagus.