In-depth

Krasnodar vs Chelsea: Pelajaran Penting dari Pemain untuk Lampard

Kamis, 29 Oktober 2020 13:10 WIB
Editor: Zulfikar Pamungkas Indrawijaya
© Chris Lee - Chelsea FC/Chelsea FC via Getty Images
Selebrasi gol Callum Hudson-Odoi di laga Krasnodar vs Chelsea. Copyright: © Chris Lee - Chelsea FC/Chelsea FC via Getty Images
Selebrasi gol Callum Hudson-Odoi di laga Krasnodar vs Chelsea.

INDOSPORT.COM – Pada laga kedua grup E Liga Champions 2020/21, Chelsea secara meyakinkan meraih kemenangan besar 4-0 dalam lawatannya ke markas Krasnodar, Kamis (29/10/20) dini hari WIB.

Dalam laga tersebut, Chelsea mencetak 1 gol di babak pertama dan 3 gol di babak kedua. 4 pemain depannya pun memberi andil penting di laga ini.

Adalah Callum Hudson-Odoi, Timo Werner, Hakim Ziyech dan Christian Pulisic yang menjadi pencetak gol Chelsea di laga kali ini.

Jika dilihat dari statistik di akhir pertandingan, Chelsea bisa dikatakan sangat mendominasi di laga melawan Krasnodar. Bayangkan saja, The Blues menguasai 71 persen penguasaan bola dan tuan rumah hanya mendapat 29 persen saja.

Selain itu, secara xG (Expected Goals), Chelsea mampu membuat 2,77 peluang matang berujung gol dan tuan rumah hanya mencetak 0,62 peluang emas saja.

Namun, apa yang statistik katakan di akhir laga tak menggambarkan sepenuhnya jalannya pertandingan Krasnodar vs Chelsea. Bisa dikatakan, dalam 70 menit pertandingan, The Blues dibuat kewalahan dengan permainan wakil Rusia ini.

Sebagai gambaran, sejak menit pertama Chelsea mendapat ancaman dari Krasnodar yang membuat Edouard Mendy berjibaku menyelamatkan gawangnya.

Bahkan ancaman-ancaman tersebut kian terasa menakutkan hingga memasuki menit ke-70 saat Chelsea baru unggul 1-0 lewat gol Callum Hudson-Odoi, buah dari blunder kiper Matvey Safonov.

Secara permainan, Krasnodar yang hanya kalah penguasaan bola, mampu mematahkan build up serangan Chelsea dan membuatnya menjadi peluang entah itu lewat umpan daerah ataupun tembakan jarak jauh.

Hal ini membuat Frank Lampard mati gaya. Di laga yang ditonton langsung Roman Abramovich dari tribun penonton itu, taktik dan formasi 4-2-3-1 nya sejak awal laga belum terlalu maksimal melawan tim dengan permainan Low-Block.

Di sinilah Lampard seakan mendapat sinyal dari para pemainnya untuk merubah formasi dan melakukan perubahan taktik. Double Pivot Jorginho dan Mateo Kovacic ditarik dan digantikan N’Golo Kante serta Mason Mount.

Masuknya Kante dan Mount memberi suntikan serangan dan pressing ketat dari lini kedua. Masuknya 2 pemain ini, merubah formasi Chelsea dari 4-2-3-1 menjadi 4-3-3.

Kai Havertz yang menjadi pemain bernomor 10 di formasi 4-2-3-1 diberi kebebasan atau Free Role dalam formasi 4-3-3. Pengaruh permainannya sebagai inisiator serangan serta penghubung lini belakang ke lini depan pun kian kerasa saat laga memasuki menit ke-70.

Sebagai catatan, Havertz terlihat mendapat tugas oleh Lampard untuk menjadi inisator. Namun, di laga ini, tak berfungsinya Double Pivot memaksanya turut aktif bertahan. Sebagai pemain bernomor 10 di formasi 4-2-3-1, jelas perannya tak terlihat.

Masuknya Mount pun turut memberi kemudahan bagi Havertz untuk menjadi inisiator. Di laga ini, Mount tak lagi ditaruh di lini sayap seperti biasanya dan bertugas sebagai pemain bernomor 8 untuk menjadi Ball Carry dan Presser dari lini kedua. Hal ini menguntungkan Havertz untuk fokus menyerang.

Selain itu, Christian Pulisic yang masuk juga membawa angin segar di lini serangan Chelsea. Wonderkid asal Amerika Serikat ini seakan menjadi Game Changer dalam laga ini.

Hal itu ia buktikan lewat penalti yang ia dapatkan 5 menit setelah ia masuk lapangan sehingga membuat Timo Werner mampu mencatatkan namanya di papan skor.

Lalu Pulisic menjadi kreator dari gol Hakim Ziyech di menit ke-79 berkat pergerakannya dan umpan terukurnya kepada Werner yang kemudian diteruskan ke pemain asal Maroko tersebut.

Pulisic juga melengkapi cameo-nya yang hanya 20 menit dengan gol di menit ke-90 memanfaatkan umpan Tammy Abraham yang masuk di menit ke-80.

Perubahan taktik Lampard pun sudah sepantasnya mendapat kredit. Namun tanpa kesulitan yang dihadapi para pemainnya dengan formasi 4-2-3-1 melawan tim dengan permainan Low-Block, ia takkan mengambil inisiatif untuk melakukan pergantian.

Di laga melawan Krasnodar ini, Lampard setidaknya mendapat 2 pelajaran penting di 20 menit terakhir laga. Pertama, formasi 4-2-3-1 dengan Double Pivot tak akan pernah berhasil untuk Chelsea saat melawan tim dengan pertahanan solid dan hanya akan berfungsi saat melawan tim dengan permainan menyerang.

Kedua, Lampard harus sadar bahwa memainkan pemain di luar posisi naturalnya adalah kesalahan besar. Hal ini terlihat dari moncernya penampilan Mount sebagai pemain bernomor 8 di lini tengah. Tak heran jika ke depannya Lampard memainkannya di posisi naturalnya dan tak memaksakannya sebagai winger.

Mungkin dari laga melawan Krasnodar, Frank Lampard bisa mendapat racikan yang tepat untuk permainan timnya. Entah itu 4-2-3-1 atau 4-3-3, para pemain Chelsea telah menunjukkan bahwa mereka siap menjalankan instruksi Lampard dan berimprovisasi ketika menemui jalan buntu.