x

3 Tim Kecil Ini Mampu Berikan Kejutan Besar Di Sepanjang Sejarah Liga Indonesia

Selasa, 21 November 2017 20:24 WIB
Editor: Ardini Maharani Dwi Setyarini
Ilustrasi Liga Indonesia

Sejak awal bergulirnya Liga Indonesia, banyak tim-tim yang mampu memberikan kejutan, bahkan beberapa klub mampu meraih titel juara diluar prediksi para pengamat dan pecinta sepakbola tanah air. Padahal terdapat klub-klub tradisional yang memiliki kekuatan dan kemampuan finansial di atas klub-klub yang mampu memberikan kejutan tersebut.

Sebut saja PSIS Semarang, Persikota Tanggerang, dan tak ketinggalan Persik Kediri. Pada masanya mereka mampu menampilkan permainan yang apik, sehingga dapat memberikan kejutan untuk para tim-tim besar kala itu.

Baca Juga

Bahkan diantara ketiga tim tersebut, mereka mampu meraih titel juara, mengandaskan tim-tim besar seperti Persija Jakarta, Persib Bandung, dan PSM Makassar.

Dihimpun INDOSPORT dari berbagai sumber, inilah 3 tim yang mampu memberikan kejuta selama Liga Indonesia berlangsung.

Pembukaan Liga Indonesia 1994/95 dibuka lewat laga yang menghadirkan Juara Galatama Pelita Jaya menghadapi Juara Perserikatan Persib Bandung. Pelita Jaya memenangi pertandingan eksibisi tersebut dengan skor 1-0 lewat gol di menit 60 dari Dejan Gluscevic.

1. PSIS Semarang (1998/99)

PSIS Semarang

PSIS Semarang memang termasuk satu diantara banyaknya tim tradisional di liga Indonesia. Tim yang berdiri pada tahun 1932 ini pernah menjadi juara Liga Perserikatan pada tahun 1987 lalu. 

Meski begitu, sejak digelarnya Liga Indonesia Pertama pada tahun 1994 hingga 1995 lalu, PSIS hanyalah tim biasa-biasa saja. Dari Liga Indonesia Pertama hingga Liga Indonesia Keempat PSIS tak pernah sekali pun menembus babak delapan besar, apalagi meraih gelar juara.

Menariknya, dalam gelaran Liga Indonesia Kelima (1998/99) di mana PSIS harus berjuang setengah mati untuk mengarungi kompetisi, Mahesa Jenar, julukan PSIS, justru berhasil meraih gelar juara. 

Logo PSIS Semarang.

Pencapaian tersebut tidak hanya sebuah kejutan, namun juga serupa kisah di dalam sebuah dongeng.

Menjelang kompetisi dimulai, PSIS bermasalah dengan keuangan. Dengan modal cepak, mereka tidak mungkin bisa mengontrak pemain-pemain bagus. Tapi PSIS kemudian tertolong dengan bubarnya Arseto Solo, yang sejatinya merupakan rival utama PSIS di Jawa Tengah. 

Pemain-pemain andalan Arseto seperti I Komang Putra, Ali Sunan, dan Agung Setyabudi kemudian merapat ke Semarang. Selain itu, PSIS juga berhasil mengontrak Tugiyo, salah satu penyerang berbakat di Indonesia pada saat itu. 

Beserta tiga legiun asing yang dimiliki PSIS, Simon Atangana, Ebanda Timothy, dan Ali Shaha Ali, pemain-pemain itu kemudian menjadi fondasi kokoh dari perjalanan PSIS Semarang untuk menciptakan kejaiban.

Grafiti PSIS Semarang.

PSIS berhasil melalui babak penyisihan grup dan babak sepuluh besar dengan nafas terengah-engah. Setelah itu, di pertandingan semifinal melawan Persija Jakarta, mereka harus bersyukur karena memiliki I Komang Putra di depan mistar. 

Pasalnya, setelah Ebanda Timothy mencetak gol di awal-awal laga, I Komang Putra beberapa kali berhasil melakukan penyelamatan hebat dari serangan tanpa henti yang dilakukan oleh pemain-pemain Persija.

Di pertandingan final yang dilangsungkan di Stadion Klabat, Manado, PSIS kembali berjumpa dengan Persebaya Surabaya, tim yang sudah dua kali mengalahkan mereka dalam gelaran Liga Indonesia Kelima itu. 

Kibaran spanduk dari suporter PSIS Semarang.

Sama sekali tak diunggulkan, PSIS justru bermain tanpa beban. Hasilnya, mereka berhasil mengalahkan Persebaya 1-0, melalui gol tunggal Tugiyo di menit-menit akhir pertandingan. Sebuah kemenangan yang benar-benar bersejarah dan sebuah gelar juara liga yang nyaris mustahil itu ternyata berhasil diraih oleh PSIS Semarang.


2. Persikota Tangerang (1999/2000/2002)

Skuat Persikota Tanggerang.

Di Liga Indonesia Keenam (1999/2000) Persikota Tangerang memang hanya berhasil mencapai babak semifinal. Meski begitu, jika menengok sejarah mereka beberapa tahun sebelumnya, orang-orang patut mengangkat topi terhadap pencapaian Persikota pada saat itu. 

Persikota mendapatkan julukan “Bayi Ajaib” bukan tanpa sebab. Lima tahun sebelum menggegerkan sepakbola Indonesia, Persikota baru dibentuk dan diakui sebagai salah satu anggota resmi PSSI. 

Mereka kemudian memulai kehidupannya di Divisi Dua Liga Indonesia musim 1995/96. Hebatnya, mereka langsung berhasil meraih gelar juara Divisi Dua dan promosi ke Divisi Satu. Melalui tangan dingin Andi Lala, Persikota sama sekali tak mengalami kekalahan di sepanjang kompetisi Divisi Dua pada saat itu.

Kelompok Suporter Persikota Tanggerang atau Betman (Banteng Mania).

Di Divisi Satu, kiprah hebat Persikota berlanjut. Meski sempat menerima kekalahan dari Persiter Ternate di babak 10 besar, Persikota berhasil lolos ke semifinal sebagai runner-up grup. Mereka akhirnya berhasil meraih gelar juara Divisi Satu Liga Indonesia musim 1996/97 setelah mengalahkan Perseden Denpasar di babak semifinal dan mengalahkan PSIM Yogyakarta di partai puncak. 

Dalam waktu hanya dua tahun setelah dibentuk, Persikota berhasil mencapai Divisi Utama Liga Indonesia. Tentu saja, itu adalah sebuah prestasi yang luar biasa.

Puncak kejutan yang diciptakan Persikota kemudian terjadi setelah tiga musim berada di Divisi Utama. Setelah melakukan beberapa perubahan, termasuk mengganti Andi Lala dengan Sutan Harhara, Persikota berhasil lolos hingga ke babak semifinal. Di pertandingan semifinal itu, PKT Bontang, salah satu tim terbaik di liga Indonesia pada saat itu, berhasil dibuat kerepotan. 

Skuat Persikota Tanggerang 2014.

PKT hanya mampu menang adu penalti atas sebuah tim yang eksistensinya masih seumur jagung di kancah sepakbola Indonesia.

Lalu, pada awal tahun 2000-an nama Benny Dollo, Ilham Jaya Kesuma, dan Zaenal Arif berhasil mencuri perhatian publik sepakbola Indonesia. Penyebabnya satu: kiprah hebat Persita Tangerang di Liga Indonesia musim 2001/02.

Saat itu, setelah kembali promosi ke Divisi Utama dua tahun sebelumnya, secara perlahan Persita berhasil merusak dominasi klub-klub besar di Indonesia. Dan secara mengejutkan mereka berhasil lolos ke babak delapan besar setelah bersaing ketat dengan PSPS Pekanbaru untuk memperebutkan posisi keempat di Wilayah Barat.

Di babak delapan besar, Persita justru mampu tampil menggila. Bergabung dengan Arema Malang, Persipura Jayapura, dan Petrokimia Putra di Grup A, Persita berhasil keluar sebagai juara grup dengan hasil sempurna. Dengan pencapaian tersebut, Persita kemudian harus bertemu dengan PSM Makassar, finalis liga Indonesia sebelumnya, di babak semifinal.

Skuat Persikota Tanggerang

 PSM pun kemudian harus rela menjadi korban Persita berikutnya. Melalui gol Ilham Jaya Kesuma dan Olingan Atangana, Persita menang dua gol tanpa balas. Sekitar 40.000 penggemar sepakbola yang memadati Stadion Senayan (SGBK), Jakarta, pada saat itu menjadi saksi bagaimana bintang-bintang hebat Juku Eja, julukan PSM, tak berdaya melawan kaki-kaki lincah anak asuh Benny Dollo.

Sayangnya, sihir Persita Tangerang sepertinya habis di pertandingan semifinal itu. Di pertandingan final mereka terpaksa menyerah dari Petrokimia Putra, tim yang pernah mereka kalahkan di babak delapan besar, dengan skor 1-2. Meski begitu, Persita berhasil mendapatkan sedikit hiburan. 

Selain meraih gelar top skorer, Ilham Jaya Kesuma juga dinobatkan sebagai pemain terbaik Liga Indonesia pada musim itu.


3. Persik Kediri (2003)

Suporter Persik Kediri.

Pada tahun 2000-an, Persik Kediri berhasil dua kali menjadi juara liga Indonesia, yaitu pada tahun 2003 dan 2006. Meski begitu, ada perbedaan status saat mereka berhasil meraih dua gelar liga tersebut. Pada tahun 2006, Persik adalah salah satu tim besar di Indonesia di mana mereka diperkuat oleh pemain-pemain asing kelas satu: Cristian Gonzales, Danilo Fernando dan Ronald Fagundez. 

Sedangkan saat Persik berhasil meraih gelar tiga tahun sebelumnya, mereka hanyalah tim promosi di Divisi Utama pada saat itu.

Seperti kebanyakan tim promosi lainnya, target Persik saat itu hanyalah bertahan di Divisi Utama Liga Indonesia. Namun bermodal kekompakan tim, Persik justru berhasil menjungkalkan tim-tim hebat dalam perjalanannya mengarungi kompetisi. 

Persik Kediri.

Dengan pendekatan seperti itu, gelar juara liga pun mulai dihubung-hubungkan dengan Persik. “Jangankan meraih gelar juara, membayangkannya saja saya tidak berani. Kami ini, kan, tim dari kampung. Tidak berani jika harus bersaing dengan tim-tim besar seperti Persija Jakarta, PSM Makassar, dan Persita Tangerang,” kata Jaya Hartono, pelatih Persik Kediri, pada waktu itu.

Pada akhirnya, “tim kampung” itu pun benar-benar berhasil meraih gelar juara. Macan Putih, julukan Persik Kediri, unggul lima angka dari PSM Makassar yang berada di peringkat kedua (saat itu Liga Indonesia sudah menggunakan format yang berbeda dengan sebelumnya di mana kompetisi berjalan penuh dalam satu wilayah).

Ronald Fagundez.

Pasca raihan gelar tersebut, Persik Kediri bukan lagi “tim kampung” seperti apa yang pernah dikatakan oleh Jaya Hartono. Mereka kemudian menjadi salah satu tim besar di Indonesia. Banyak pemain bagus bergabung bersama Persik pada musim-musim berikutnya, dan gelar juara liga pada tahun 2006 adalah salah satu bukti kebesaran Persik pada saat itu.

Persik KediriPSIS SemarangPersikota TangerangLiga Indonesia

Berita Terkini