x

Sosok Soeratin, Pendiri PSSI dan Penerapan Sumpah Pemuda di Sepak Bola Indonesia

Senin, 28 Oktober 2019 13:30 WIB
Editor: Matheus Elmerio Giovanni
Soeratin Sosrosoegondo.

INDOSPORT.COM - Tak banyak yang tahu perjuangan sepak bola Indonesia tak lepas dari semangat yang dikobarkan dari Sumpah Pemuda hingga berdirinya PSSI dengan sosok Ketua Umum pertamanya, Soeratin Sosrosoegondo.

Setiap tanggal 28 Oktober diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda untuk memperingati semangat juang para pemuda Indonesia mengusir penjajahan.

Ikrar Sumpah Pemuda dianggap sebagai janji atau karya akan semangat pemuda sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) untuk menguatkan cita-cita akan 'Tanah Air Indonesia', 'Bangsa Indonesia' dan 'Bahasa Indonesia'.

Baca Juga

Berikut isi Sumpah Pemuda yang pertama kali diikrarkan pada 28 Oktober 1928:

Pertama : kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air Indonesia.

Kedua : kami poetra dan poetri Indonesia, mengaku berbangsa satoe, bangsa Indonesia.

Ketiga : kami poetra dan poetri Indonesia, menjoenjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Ketiga poin dalam Sumpah Pemuda ini bisa disebut menjadi titik awal dimulainya perjuangan Bangsa Indonesia, terutama anak-anak muda yang ingin lepas dari penjajahan.

Sumpah Pemuda juga mendorong kita untuk bersatu serta mencintai Tanah Air Indonesia, Bangsa Indonesia dan juga Bahasa Indonesia. Butir-butir ini pun yang harusnya banyak diterapkan oleh para pemuda Indonesia di berbagai bidang.

Penerapan Sumpah Pemuda oleh Soeratin di Sepak Bola Indonesia

Soeratin Sosrosoegondo dan penerapan sumpah pemuda di sepak bola Indonesia.

Itulah yang dilakukan oleh Soeratin, sosok pemuda Indonesia yang gemar bermain sepak bola dan sangat sadar kepentingan pelaksanaan ketiga butir yang ada pada Sumpah Pemuda.

Soeratin merasa bahwa organisasi sepak bola adalah sesuatu yang bisa menjadi alat atau wadah untuk mendorong persatuan Indonesia yang dikobarkan dalam Sumpah Pemuda.

Hal tersebut juga yang menjadi alasan kuat untuk Soeratin mundur dari pekerjaannya di sebuah perusahaan Belanda yang berpusat di Yogyakarta. Semangat nasionalisme untuk menerapkan Sumpah Pemuda membuatnya aktif di pergerakan pemuda pada tahun 1928.

Salah satunya adalah mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh sepak bola di berbagai kota besar di Pulau Jawa, mulai dari Solo, Yogyakarta hingga Bandung. Tentu saja, pertemuan diadakan dengan rahasia, agar tidak ketahuan oleh Belanda.

Hingga tepat pada tanggal 19 April 1930, lewat pertemuan yang dihadiri 7 klub saat itu, Persija Jakarta - VIJ (Voetbalbond Indonesische Jacatra), PPSM Magelang - IVBM (Indonesische Voetbal Bond Magelang), Persib Bandung - BIVB (Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond), PSM Madiun - MVB (Madioensche Voetbal Bond), Persebaya Surabaya - SIVB (Soerabajashe Indonesische Voetbal Bond), Persis Solo - VVB (Vortenlandsche Voetbal Bond Solo) dan PSIM Yogyakarta - PSM (Persatuan Sepak Bola Mataram Yogyakarta), berdirilah PSSI (Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia).

Baca Juga

Nama PSSI menjadi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia pun diubah pada Kongres di Solo pada tahun yang sama, sekaligus menetapkan Soeratin sebagai Ketua Umum PSSI yang pertama.

Tak berhenti dengan mendirikan PSSI saja, semangat anak muda yang dimiliki oleh Soeratin, yang masih berusia 32 tahun saat itu kembali berlanjut saat dirinya sebagai Ketua Umum seperti di bawah ini.


1. Kompetisi Sepak Bola Indonesia Pertama

Timnas Indonesia Pada Piala Dunia 1938.

Dalam perjalanannya, PSSI tetap melakukan perlawanan terhadap Hindia Belanda. Perlawanan yang dimaksud tidak secara fisik, tetapi penekanan mengenai ‘Sepak Bola Kebangsaan’ ke segala lapis masyarakat.

Sejak berdiri tahun 1930, PSSI sudah merencanakan untuk menggelar kompetisi untuk memupuk semangat kenegaraan pemuda dan sekaligus menyaingi kompetisi NIVB.

Terlebih, masyarakat keturunan Tionghoa juga telah membentuk perserikatan Hwa Nan Voetbal Bond (HNVB) bahkan turut menggulirkan kompetisi.

Maklum, klub yang ada di Hindia Belanda masih bersifat segregasi. Artinya, masing-masing kelompok ras memiliki klubnya sendiri-sendiri yang juga bertanding dengan sesama mereka.

Jadilah PSSI mendirikan kompetisi perserikatan pertama pada Mei 1931 di Solo. Pada awalnya direncanakan di Surabaya, namun dianggap terlalu jauh bagi peserta lainnya sehingga Solo dinilai paling strategis untuk menghemat biaya.

Kompetisi I PSSI yang diselenggarakan di alun-alun itu diikuti oleh 3 perserikatan, yakni PSIM Yogya, VVB Solo, dan VIJ Jakarta. Kompetisi ini dimenangkan oleh VIJ Jakarta (Persija Jakarta).

Timnas Indonesia Ikuti Piala Dunia 1938

Tidak hanya itu, Soeratin terus mengobarkan semangat perjuangan kepada anak-anak muda Indonesia lewat sepak bola. Salah satunya adalah dengan menargetkan partisipasi di Piala Dunia 1938 yang diselenggarakan di Prancis.

Keikut sertaan Indonesia di kompetisi sepak bola terakbar di dunia itu menuai kontroversi. Ya, tahun 1938, Indonesia masih merupakan negara yang dijajah Belanda, belum berdiri sendiri.

Pada akhirnya Indonesia tampil di Piala Dunia untuk pertama kalinya, tapi dengan nama Hindia Belanda setelah lolos lewat Kualifikasi Piala Dunia Zona Asia, bersama dengan Jepang. 

Ternyata Indonesia ikut Piala Dunia 1938 harus melalui berbagai polemik. Salah satunya adalah Organisasi Sepak Bola Hindia-Belanda (NIVU) di Batavia berdebat hebat dengan PSSI tentang para pemain yang dikirimkan ke Prancis.

Baca Juga

Sempat dibuat perjanjian pada Januari 1937, yaitu menggelar pertandingan antara tim bentukan NIVU menghadapi tim PSSI. Yang menang akan dikirimkan ke Prancis, tapi Belanda melanggar janji tersebut.

Meski begitu, FIFA sendiri mengakui Hindia Belanda yang mengikuti Piala Dunia 1938 itu dan akhir-akhir ini menyebutnya sebagai partisipasi dari Timnas Indonesia.

Sebuah catatan sejarah, bahwa kita pernah ikut kompetisi sepak bola paling akbar di muka bumi ini, meski tak memakai nama Timnas Indonesia.

Akhir Era Jabatan dan Warisan Soeratin

Tak lama setelah Piala Dunia 1938, tepatnya tahun 1940, jabatan Ketua Umum PSSI yang diemban oleh Soeratin diambil oleh Artono Martosoewignyo. Usai tak lagi jadi Ketua Umum PSSI, Soeratin masih aktif dalam perjuangan.

Bahkan dia aktif dalam Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang saat itu dianggap musuh oleh Belanda. Rumah Soeratin juga sempat diobrak-abrik oleh Tentara Belanda karena gaung perjuangan yang dikobarkan oleh Bapak Pendiri PSSI ini.

Di masa akhir hidupnya, Soeratin harus menjalani kesehariannya dalam kesulitan ekonomi. Hingga pada tanggal 1 Desember 1959, Soeratin meninggal saat usia 60 tahun.

Kini PSSI menjadi warisan Soeratin untuk sepak bola Indonesia, sebagai wadah persatuan para pemuda Indonesia. Warisan ini sudah seyogyanya kita, seluruh elemen sepak bola Indonesia menjaganya dengan baik.

Tidak hanya lewat PSSI, tapi juga menjaga nama besar sepak bola Indonesia lewat profesionalisme untuk seorang pemain dan sikap menghormati antar suporter klub.

Baca Juga

Entah klub apa yang kalian dukung di Liga 1, Liga 2 atau Liga 3. Mulai dari Bobotoh, Jakmania, Aremania, Bonek, Slemania, Persipura Mania, atau apa pun sebutannya, kita semua satu. Persatuan Indonesia.

Demi sepak bola yang menyatukan Indonesia, seperti apa yang dicita-citakan Soeratin dalam penerapan Sumpah Pemuda hingga berdirinya PSSI.

BelandaPSSITimnas IndonesiaSumpah PemudaSoeratin SosrosoegondoBola Indonesiapiala dunia 1938

Berita Terkini