x

Membedah Juara Persija 2018 dan Sriwijaya FC 2012: Kematangan vs Kedalaman

Jumat, 3 Juli 2020 20:39 WIB
Penulis: Prabowo | Editor: Arum Kusuma Dewi
Persija Jakarta vs Sriwijaya FC.

INDOSPORT.COM - Kompetisi kasta tertinggi sepak bola Indonesia selalu menghadirkan cerita menarik setiap musimnya. Sejak penggabungan Galatama dan Perserikatan menjadi Liga Indonesia di musim 1994–1995, silih berganti klub jadi raja.

Lika-liku tentu saja dijalani sebelum akhirnya mengunci gelar juara di akhir musim. Proses panjang, komposisi pemain, kecerdasan pelatih, keseriusan manajemen, hingga dukungan berbagai pihak termasuk suporter menjadi kunci keberhasilan.

INDOSPORT mencoba membedah kisah juara dua tim Persija Jakarta musim 2018 dan Sriwijaya FC 2011-2012. Bermodal kematangan versus kedalaman skuat, keduanya mampu menasbihkan diri jadi yang terbaik di akhir musim.

Baca Juga
Baca Juga

"Persija konsisten hingga akhir. Semua pemain dan ofisial pun sangat kompak," ungkap Teco usai memastikan gelar juara Liga 1 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, 9 Desember 2018 silam.

Namun, pria asal Brasil itu jatuh bangun guna mengembalikan kejayaan tim Macan Kemayoran. Bahkan di awal musim 2017, dia sudah mendapat teriakan dari suporter untuk mundur, hingga spanduk 'Teco out' karena performa buruk Persija

Keputusan tepat dilakukan manajemen Persija dengan terus mempertahankan Teco perlahan membuahkan hasil. Hingga akhirnya eks pelatih fisik Persebaya Surabaya mengantarkan Persija finish posisi keempat, sekaligus wakil Indonesia yang tampil di Piala AFC.

Pencapaian itu membuat Teco dipertahankan manajemen di Liga 1 2018 dengan target mutlak, wajib juara. Berbekal kematangan dan pemahaman skuat yang dibangunnya, membuat Teco percaya diri.

Dari komposisi pemain lokal, nyaris tak banyak perubahan dari Liga 1 2017 dan 2018. Mulai Andritany Ardhiyasa, Ismed Sofyan, Maman Abdurrahman, Rezaldi Hehanusa, Sandi Sute, Novri Setiawan, hingga Ramdani Lestaluhu.

Selain itu, kehadiran para pemain anyar seperti Marco Simic, Jaimerson Xavier, plus Renan Silva (masuk putaran kedua) semakin menambah kekuatan tim ibu Kota. Persija langsung tancap gas bahkan sejak pra-musim.

Baca Juga
Baca Juga

Dimulai juara turnamen internasional Boost Sports Super Fix 2018 di Malaysia serta Piala Presiden. Terakhir, trofi Liga 1 2018 mengakhiri penantian setelah 17 tahun, sejak terakhir kali menjuarai Liga Indonesia 2001.

"Perjalanan yang tidak mudah. Namun berkat kerjasama seluruh pemain, tim kepelatihan dan manjemen serta dukungan Jakmania kita akhirnya bisa menjuara Liga ini," ujar Teco.


1. Pilih Pemain dengan Lotre

Ilustrasi logo Sriwijaya FC.

Beralih ke musim 2011-2012 di mana Sriwijaya FC keluar sebagai juara. Kedalaman skuat tim berkostum kuning-kuning itu menjadi modal yang cukup kuat.

Debut sebagai pelatih di Liga Super Indonesia, Kas Hartadi mendapat warisan komposisi luar biasa dari Ivan Kolev, pelatih sebelumnya. Juru taktik asal Sukoharjo lantas menambah beberapa amunisi yang membuat Sriwijaya FC semakin kuat.

Hebatnya, tim asal Sumatera Selatan itu juara saat kompetisi masih menyisakan tiga laga. Sekaligus membuat Persipura Jayapura gagal mempertahankan gelar juara.

Baca Juga
Baca Juga

Mantan penjaga gawang Timnas Indonesia sekaligus eks pelatih kiper Sriwijaya FC, Listianto Raharjo bahkan memiliki guyonan menarik soal skuat juara Laskar Wong Kito kala itu.

"Kalau bisa dibilang, Kas Hartadi kalau ingin menentukan siapa pemain yang tampil tinggal dilotre saja. Dikocok, siapa namanya yang tertuang di kertas ya sudah dimainkan," kelakarnya.

"Lha gimana, pemain inti dengan cadangan kualitasnya merata. Bahkan bisa membuat dua tim tangguh saat itu," tambah sosok yang kini di PSS Sleman tersebut.

Kas Hartadi tak menampik kedalaman skuat jadi modal utama klub kebanggaan masyarakat Palembang mengangkat piala di akhir musim. Terlebih, dirinya paham betul dengan komposisi pemain, mengingat tak banyak perubahan dibanding edisi sebelumnya.

"Pemainnya memang merata, kita tinggal menyusun taktik dan strategi saja. Misalnya saat itu ada Siswanto yang pasti saya masukkan di pertengahan babak kedua, karena memiliki keunggulan kecepatan," ucap Kas saat berbincang santai dengan INDOSPORT.

Berbicara kedalaman, coba menengok komposisi setiap posisi. Sektor penjaga gawang, ada tiga kiper mumpuni di sana mulai Ferry Rotinsulu, Rivky Mokodompit, hingga Andi Irawan.

Beralih ke bek tengah, ada duo asing Michael Jamie Coyne serta Thiery Gathuessi, lalu Achmad Jufriyanto, Ahmad Markus Bakhtiar, hingga Nova Arianto. Mereka ditopang full back berlabel timnas seperti Supardi Nasir, Septiahadi, serta Mahyadi Panggabean.

Sektor tengah lebih garang lagi. Deretan penggawa Timnas Indonesia berkumpul mulai Siswanto, Syamsul Bachri Chaerudin, Ponaryo Astaman, Firman Utina, hingga Muhammad Ridwan, plus gelandang asal Korea Selatan, Lim Joon Sik.

Sementara di depan, Hilton Moerira dan Keith Kayamba Gumbs jadi duet mematikan. Nama lokal? Ada sosok Rizky Novriansyah serta Rahmat Rivai.

Namun, tak gampang mengelola tim dengan skuat bertabur bintang. Tak sedikit kisah para pelatih di Indonesia yang mengalami kegagalan, meski memiliki materi pemain kelas wahid.

Kas menjelaskan, salah satu kunci keberhasilan saat itu adalah kebersamaan semua orang, termasuk pelatih dengan pemain. Dirinya melakukan pendekekatan secara apik dan humanis, sehingga tercipta kekompakan luar dalam.

"Seperti kadang pemain makan di luar, saya juga ikut. Kita bercanda juga sehingga tidak ada rasa canggung," paparnya.

Baca Juga
Baca Juga

"Termasuk para pemain senior seperti Ponaryo, Ridwan dan lainnya tahu posisi dan kondisi. Saat di luar lapangan kita seperti teman. Namun saat latihan dan bermain, kita profesional," tutur mantan pelatih Kalteng Putra tersebut.

Meski pernah juara di kompetisi kasta tertinggi, kondisi kedua tim saat ini bak langit dan bumi. Persija terus berlaga di Liga 1, sementara Sriwijaya FC berjuang di kasta kedua untuk kembali naik kelas.

Persija JakartaSriwijaya FCLiga IndonesiaStefano Cugurra TecoBola Indonesia

Berita Terkini