x

Romansa Kejayaan Sampdoria, Lahirnya Raksasa Tertidur Baru di Italia

Sabtu, 20 Maret 2021 17:05 WIB
Editor: Prio Hari Kristanto
Mengenang masa kejayaan Sampdoria pada awal 80-an dan akhir 90-an, sebuah era keemasan dari klub Liga Italia yang kini dikenal sebagai raksasa tertidur.

INDOSPORT.COM - Mengenang masa kejayaan Sampdoria pada awal 80-an dan akhir 90-an, sebuah era keemasan dari klub Liga Italia yang kini dikenal sebagai raksasa tertidur. 

Final Liga Champions musim 1991/1992, yang saat itu masih bernama European Cup mempertemukan Sampdoria dan Barcelona. Itu merupakan final pertama bagi Sampdoria dan ketiga bagi Barcelona di pentas tertinggi Eropa. Keduanya sama-sama belum pernah meraih gelar juara. 

Roberto Mancini dan Gianlucca Vialli yang berduet di lini depan Sampdoria terus menggempur lini pertahanan El Barca. Namun Ronald Koeman dan Josep Guardiola berkali-kali pula menggagalkan upaya Blucerchiati.

Keadaan tanpa gol bertahan hingga akhir laga di waktu normal. Petaka bagi Sampdoria terjadi di babak tambahan. 

Baca Juga
Baca Juga

Kala mereka berusaha menggagalkan upaya Eusebio Sacristan. Wasit Jerman, Aron Schmidhuber memberi Barca tendangan bebas. 

Sepakan Ronald Koeman, yang menjadi eksekutor, berhasil menerobos pagar betis para pemain Sampdoria dan membuat skor berubah 1-0. Sampdoria harus merelakan gelar incaran mereka kepada Barca yang mendapatkan gelar ini untuk kali pertama. 

Kekalahan itu terasa menyakitkan bagi Sampdoria. Meski begitu, penampilan mereka di babak final Liga Champions akan selalu dikenang karena menjadi sesuatu yang membanggakan bagi sejarah klub. 

Ya, Sampdoria saat itu tengah berada di era kejayaannya. Trofi demi trofi berhasil mereka dapatkan, mulai dari gelar Serie A Italia, Coppa Italia, sampai Piala Winners. Sayangnya, hal itu tak bisa dilengkapi oleh trofi si kuping besar tahun 1992. 

Masa Kejayaan

Awal kejayaan Il Samp sudah disemai pada pertengahan 1980-an, tepatnya tahun 1985. Setelah terpuruk di Serie B, Sampdoria akhirnya promosi ke Serie A tahun 1982 di bawah pemilik baru, pengusaha minyak Paolo Mantovani. 

Setelah beberapa musim adaptasi, Sampdoria akhirnya memperoleh trofi perdanannya dalam waktu lama, yakni Coppa Italia 1984/85. Gelar Coppa Italia pertama yang mereka raih tahun 1985 menjadi awal dari masa kejayaan Sampdoria. 

Semusim setelah trofi perdana, Sampdoria ditangani oleh pelatih legendaris asal Yugoslavia, Vujadin Boskov. Di tangan Boskov, Sampdoria memenangkan gelar Coppa Italia kedua tahun 1988 dan menembus final Piala Winners. Akan tetapi di final mereka kalah dari Barcelona dengan skor 2-0.  

Sampdoria asuhan Vujadin Boskov tidak menyerah. Pada musim berikutnya mereka kembali berkompetisi di Piala Winners 1989/90 sebagai hadiah menjurai Coppa Italia musim sebelumnya. Kali ini Sampdoria tidak menyia-nyiakannya kesempatan tersebut dengan merengkuh gelar juara setelah mengalahkan Anderlecht di babak final. 

Prestasi ini semakin bertambah serius ketika mereka untuk pertama kalinya merengkuh gelar juara Serie A Italia pada musim 1990/91. Sampdoria keluar sebagai juara usai unggul lima angka dari peringkat kedua, Inter Milan. 

Tim Sampdoria asuhan Boskov kala itu begitu kompak dengan materi pemain-pemain terbaik Italia seperti Gianluca Pagliuca, Gianluca Vialli, Roberto Mancini, Toninho Cerezo, Attlilio Lombardo, dan legiun asing seperti Pietro Vierchowod. 

Sukses menjuarai Scudetto, Coppa Italia, dan Piala Winners, Sampdoria pun berniat mengawinkannya dengan gelar paling prestisius di Eropa, yakni Liga Champions. Usaha mereka mendekati kenyataan setelah berhasil tembus ke babak final. 

Baca Juga
Baca Juga

Sayang, di partai final mereka dikalahkan Barcelona dengan skor tipis 1-0. Meski begitu, skuad Sampdoria asuhan Vujadin Boskov tetap dikenang sebagai salah satu skuad terbaik dalam sejarah klub Italia. 


1. Kejatuhan

Striker legendaris Sampdoria, Roberto Mancini, membobol gawang Udinese dalam pertandingan Serie A Italia, 5 Januari 1997.

Kejayaan Sampdoria mulai luntur seiring meninggalnya pemilik klub, Paolo Mantovani pada Oktober 1993. Mantovani kemudian digantikan oleh anaknya, Enrico. 

Meksi begitu, Sampdoria masih sempat meraih trofi Coppa Italia keempat mereka sepanjang sejarah pada akhir musim 1993/94. Setelah itu, banyak pemain Sampdoria yang datang di era Paolo Mantovani satu per satu meninggalkan klub, seperti Gianluca Vialli, Gianluca Pagliuca, dan lainnya. 

Namun, manajemen yang dipimpin oleh Enrico sempat berusaha menstabilkan klub dengan mendatangkan bintang muda berbakat kala itu seperti Juan Sebastian Veron, Ariel Ortega, Christian Karembeu, sampai Clarence Seedorf. 

Akan tetapi, Sampdoria tak pernah benar-benar bangkit. Para bintang yang datang ke Luigi Ferraris di pertengahan 90-an hanya menjadikan Sampdoria sebagai batu loncatan untuk berkarier ke klub yang lebih baik saat itu. 

Sampdoria pun mengalami kejatuhan kembali dengan terdegradasi dari Serie A pada akhir musim 1998/99. Sampdoria baru promosi ke Serie A pada tahun 2002. Namun mereka tak pernah kembali menjadi Sampdoria yang dulu disegani di era akhir 80-an dan awal 90-an. 

Meski menjadi langganan Serie A Italia, namun Sampdoria tidak pernah bisa bersaing di tangga juara, apalagi merengkuh trofi. Akhirnya Sampodria pun hanya disebut sebagai raksasa tertidur. Saat ini Sampdoria dimiliki oleh produser film ternama Italia, Massimo Ferrero, yang menguasai klub sejak 2014.  

Serie A ItaliaRoberto ManciniSampdoriaLiga ItaliaBerita Liga Italia

Berita Terkini