x

Pasang Surut 1 Dekade FSG Selamatkan Liverpool dari Hicks dan Gillett

Jumat, 16 Oktober 2020 21:10 WIB
Editor: Nugrahenny Putri Untari
Satu dekade sudah Fenway Sports Group (FSG) mengambil alih klub Liga Inggris, Liverpool, dari pemilik sebelumnya, Hicks dan dan Gillett.

INDOSPORT.COM - Satu dekade sudah Fenway Sports Group (FSG) mengambil alih klub Liga Inggris, Liverpool, dari pemilik sebelumnya, Hicks dan dan Gillett.

Seperti diketahui, Tom Hicks dan George Gillett sempat membawa petaka bagi The Reds ketika memegang kendali yang diestafetkan oleh David Moores. Pada awalnya, duo pengusaha asal Amerika Serikat itu telah membuat banyak janji manis untuk Liverpool.

Salah satunya adalah membangun stadion baru yang berlokasi di Stanley Park. Ditambah lagi, mereka berjanji akan membayar semua utang The Reds ketika nanti resmi jadi pemilik utama.

“Kami berada di sini bukan untuk memanfaatkan para penggemar. Beri kami waktu dan kita semua akan bersenang-senang bersama,” ucap George Gillett dalam pidato pertamanya setelah mengambil alih Liverpool.

Baca Juga
Baca Juga

Kehadiran Hicks dan Gillett memang sempat jadi harapan baru bagi seorang David Moores. Ia adalah suporter loyal Liverpool namun mengalami kesulitan membiayai klub kesayangannya itu, apalagi setelah era Roman Abramovich membeli Chelsea pada 2003.

Moores pun yakin di tangan pemilik baru ini, yakni Hicks dan Gillett, The Reds bisa semakin sukses dan berjaya. Namun harapannya harus berakhir dengan kekecewaan.

Semua yang diucapkan dua orang tersebut hanya bualan belaka. Bukannya membawa kesuksesan, mereka malah menumpuk utang dengan meminjam dana ke Royal Bank Scotland (RBS) dan memperburuk kondisi Liverpool.

Protes besar-besaran pun terjadi hingga akhirnya terbentuklah persatuan Spirit of Shankly (SOS) pada tahun 2008, diinisiasi oleh para penggemar The Reds yang muak dengan rezim Tom Hicks dan George Gillett.

Baca Juga
Baca Juga

Memasuki tahun 2010, kesabaran RBS terhadap Hicks dan Gillett mulai menipis. Ibarat sudah di ujung tanduk, dua orang ini tetap enggan menjual Liverpool ke pihak lain, termasuk sebuah firma bernama Rhone Group yang menawar saham sebesar 40 persen.

Akhirnya pada Oktober 2010, Hicks dan Gillett bersama dewan direksi klub yakni Martin Broughton, Christian Purslow, dan Ian Ayre menggelar rapat tertutup dan berdebat hebat soal kelangsungan masa depan Liverpool.

Akhirnya, Hicks dan Gillet kalah suara dalam voting yang memutuskan Liverpool akan dijual. Adalah John W Henry dan perusahaannya, Fenway Sports Group (FSG), yang akhirnya dengan saham terbesar menjadi pemilik klub Liga Inggris tersebut.


1. Bagaimana Liverpool di Tangan Fenway Sports Group?

Bagaimana Liverpool setelah jadi milik Fenway Sports Group?

Kedatangan John W Henry dan FSG sempat menjadi perbincangan dan bahkan perdebatan di kalangan penikmat sepak bola Inggris. Mampukah perusahaan yang berbasis di Amerika ini membawa perubahan berarti bagi Liverpool?

Seperti diketahui, Inggris terkenal tradisional dan elegan jika sudah menyangkut olahraga si kulit bundar. Pada waktu itu, mungkin tidak pernah terlintas di benak mereka bahwa perusahaan yang menaungi klub baseball juga bisa terjun ke sepak bola.

Di sisi lain, Inggris dan Amerika memiliki perbedaan yang cukup signifikan, entah itu soal budaya maupun karakteristik orang-orangnya. Akan tetapi, bergabungnya FSG membawa sensasi baru yang tidak buruk-buruk amat.

Setelah diakuisisi FSG, Liverpool pun berkesempatan menggelar pertandingan pramusim di stadion baseball yakni Fenway Park yang berlokasi di Boston, Massachusetts.

Namun itu hanya sisi lain semata, karena ada hal yang jauh lebih penting dari sekadar ‘bermain sepak bola di lapangan baseball’ yakni keberhasilan Fenway Sports Group memperbaiki Liverpool dalam kurun waktu satu dekade setelah melakukan take over.

Kedatangan Jurgen Klopp pada tahun 2015 menandai separuh jalan John W Henry dan kolega menyelamatkan The Reds dari tangan Hicks dan Gillett. Namun upaya mereka tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Meski sempat finis di posisi kedelapan Liga Inggris, motivasi Liverpool untuk berjaya lagi berhasil diangkat oleh Klopp, yang mengubah ‘doubter’ menjadi ‘believer’. Langkah FSG untuk yang satu ini pun akhirnya membuahkan hasil.

The Reds mulai meraih trofi bersama eks pelatih Borussia Dortmund tersebut dan menjadi kampiun Liga Inggris setelah puasa gelar tersebut selama 30 tahun.

Selain mendatangkan Jurgen Klopp dan bahkan sempat membawa kembali King Kenny Dalglish ke Anfield, FSG juga membawa angin segar perihal finansial. Pada akhir musim 2017-2018, klub melaporkan profit 106 juta pounds sudah termasuk pajak.

Lalu, para penggemar juga bisa tersenyum bahagia jika melihat perubahan yang terjadi pada stadion kebanggan Liverpool. Alih-alih membangun markas baru di Stanley Park, pemilik lebih memilih merenovasi dan mempercantik Anfield.

Namun di balik hal-hal tersebut di atas, bukan berarti sepak terjang FSG bersama Liverpool mulus-mulus saja. Mereka sempat bermasalah dengan penanganan public relations yang cukup fatal.

Belum lama ini ketika pandemi Covid-19 menyerang dunia, Liverpool sempat mengumumkan akan merumahkan para staf nonpemain dan hanya membayar 80 persen gaji mereka. Hal ini sempat menuai protes besar-besaran hingga akhirnya pihak klub pun meminta maaf secara terbuka.

Setelah satu dekade bersama Fenway Sports Group, layak dinanti bagaimana nasib Liverpool selanjutnya. Apakah kebersamaan mereka masih akan berlangsung lama atau klub akan berganti kepemilikan lagi?

LiverpoolLiga Primer InggrisLiga InggrisFenway Sports GroupSepak BolaBerita Liga Inggris

Berita Terkini