In-depth

2 Menpora Tersangka KPK, Bukti Dunia Olahraga Indonesia Lahan Basah Korupsi?

Kamis, 19 September 2019 15:25 WIB
Editor: Abdurrahman Ranala
© lombokita
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Copyright: © lombokita
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

INDOSPORT.COM - Dunia olahraga di Indonesia menjadi salah satu lahan basah korupsi. Dua orang Menpora jadi tersangka KPK menjadi buktinya? 

Rabu, 18 September 2019, sebuah berita kelam menghampiri dunia olahraga Indonesia. Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Imam Nahrawi menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap dana hibah KONI dari Kemenpora. Imam Nahrawi diduga telah menerima uang sejumlah Rp14,7 miliar terkait alokasi dana hibah untuk KONI.

Total dugaan penerimaan dalam kasus ini mencapai Rp26,5 miliar yang diduga sebagai commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI dari Kemenpora pada Tahun Anggaran 2018. 

Imam Nahrawi sendiri sudah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menpora, Kamis (19/09/19). Imam Nahrawi juga sudah berpamitan dengan staff di Kemenpora dan sejumlah awak media yang berkumpul di Kemenpora. 

Imam Nahrawi menjadi Menpora kedua yang tersandung kasus dan menjadi tersangka KPK. Sebelumnya, Andi Mallarangeng menjadi tersangka dalam kasus korupsi kompleks olahraga Hambalang. 

Andi Mallarangeng divonis empat tahun penjara pada 18 Juli 2014 lalu. Dua Menpora yang berbeda menjadi tersangka KPK, apakah ini membuktikan dunia olahraga Indonesia sebagai lahan basah Korupsi? 

Anggaran Kemenpora 

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Kemenpora bukanlah kementerian yang mendapat anggaran paling besar. 

Bahkan, Kemenpora tak masuk dalam 10 besar kementerian dengan anggaran terbanyak dalam APBN. Pada tahun 2018 contohnya, anggaran terbesar ada di Kementerian PUPR sejumlah Rp106,9 triliun. 

Sedangkan di posisi ke-10, ada Kementerian Pertanian dengan anggaran Rp23,8 triliun. Lalu berapa anggaran Kemenpora dalam APBN? 

Biasanya, anggaran Kemenpora berada di kisaran miliaran rupiah, dan jarang menyentuh angka triliun. Pada tahun 2019 ini, anggaran yang disetujui untuk Kemenpora adalah Rp1,95 triliun. 

Anggaran ini hampir 100 kali lipat lebih kecil dari anggaran Kementerian Pertahanan di tahun 2019 ini yang sebesar Rp106,1 triliun. 

Dengan anggaran yang terhitung kecil untuk sebuah kementerian yang mengurusi soal olahraga di Indonesia. Apalagi, Rp1,95 triliun tersebut beberapa bagian diantaranya untuk anggaran persiapan SEA Games 2019. 

Anggaran yang sedikit dan banyak agenda yang harus dijalankan, lalu dana yang ada harus menguap karena kasus korupsi, bagaimana dengan perkembangan olahraga Indonesia? 

Banyaknya Event Olahraga 

Meski dengan anggaran yang lebih kecil dari kementerian lain, ternyata tak menutup peluang korupsi yang terjadi di Kemenpora. 

Apalagi, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir banyak event olahraga Internasional yang digelar di Indonesia dan menghabiskan banyak anggaran. 

Walaupun anggaran untuk menyelenggarakan event tersebut tidak semuanya berada dalam anggaran Kemenpora. Contohnya renovasi kawasan Gelora Bung Karno jelang Asian Games 2018. 

Anggaran untuk renovasi masuk dalam anggaran Kementerian PUPR selaku pelaksana proyek renovasi GBK. Sedangkan yang masuk dalam anggaran Kemenpora salah satunya adalah bonus atlet. 

Bonus atlet sendiri membuat perputaran uang cukup besar terjadi di Kemenpora. Jika satu atlet mendapat Rp1,5 miliar untuk medali emas, dan ada 31 atlet yang meraih medali emas, maka total dana yang keluar adalah Rp46,5 miliar. 

Itu pun belum ditambah dengan medali perak dan perunggu, serta bonus bagi pelatih. Belum lagi saat bicara uang saku atlet selama Asian Games 2018. 

Satu orang atlet mendapat Rp1 juta sebagai uang saku per hari. Kontingen Indonesia sendiri dihuni 938 atlet maka satu hari dana yang dikeluarkan Rp938 juta. 

Jika Asian Games digelar selama 16 hari, maka ada sekitar Rp1,5 miliar  dana yang dikeluarkan untuk uang saku atlet. 

Itu baru untuk Asian Games 2018, sedangkan event internasional di Indonesia tak hanya itu dalam 10 tahun terakhir. 

Masih ada SEA Games 2011, ASEAN Para Games 2011, Islamic Solidarity Games 2013, Asian Para Games 2018, hingga Piala Asia U-19 2018. 

Event-event olahraga dengan anggaran yang besar, bisa menjadi lahan basah korupsi tanpa pengawasan dan fungsi yang dijalankan KPK. 

Kasus korupsi di bidang olahraga juga beberapa kali terjadi dalam rentang 10 tahun terakhir. Contohnya adalah kasus Korupsi Wisma Atlet SEA Games 2011. 

Lalu ada kasus korupsi Pusat Pelatihan Olahraga Hambalang. Kemudian ada kasus suap PON Riau 2012. 

Perputaran Uang dan Konsumsi Produk Olahraga 

Tak hanya proyek pembangunan fasilitas olahraga dan penyelenggaraan event olahraga saja yang terjadi perputaran uang dalam jumlah besar. 

Konsumsi produk olahraga di Indonesia juga terbilang tinggi dalam beberapa tahun terakhir. Impor sepatu olahraga di tahun 2017 lalu bahkan mencapai $60,61 juta dollar. 

Penjualan produk olahraga di salah satu e-commerce ternama Indonesia juga semakin meningkat setiap tahunnya, dan di tahun 2019 ini penjualan produk olahraga naik 4 kali lipat. 

Hal ini tentu tak lepas dari event-event olahraga yang ada, serta budaya olahraga di Indonesia yang mulai terbentuk. 

Kesadaran akan pentingnya kesehatan menjadikan aktivitas olahraga sebagai kebutuhan utama masyarakat khususnya di wilayah perkotaan. 

Hal tersebut berdampak pada tumbuh suburnya event olahraga dan banyaknya produk mensponsori dan menggelar event olahraga. 

Semakin banyak event olahraga, semakin banyak sponsor, tentunya semakin banyak perputaran uang yang terjadi. Namun efek negatifnya tentu saja dunia olahraga menjadi lahan basah korupsi

Koordinasi Antar Lembaga Diperlukan 

Melihat fakta bahwa sudah dua orang Menpora yang tersandung kasus dan jadi tersangka KPK, serta fakta bahwa perputaran uang di dunia olahraga Indonesia sangat besar, diperlukan aksi lebih nyata dalam pencegahan tindak pidana korupsi. 

Banyaknya perputaran uang serta proyek skala besar di industri olahraga nasional, tindak pidana korupsi sangat rawan terjadi. 

Pencegahan tindak pidana korupsi di dunia olahraga juga tak bisa hanya dilakukan oleh KPK seorang diri. Perlu ada peran serta lembaga lain tentunya. 

Selain KPK, ada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan juga Badan Olahraga Profesional (BOPI) yang perannya bisa dimaksimalkan dalam pencegahan korupsi di bidang olahraga. 

BPK sendiri berwenang memeriksa semua data, informasi, berkas dan semua hal yang berkaitan dengan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara (dalam hal ini Kemenpora sebagai salah satu lembaga negara). 

Sedangkan BOPI, berwenang melakukan pembinaan, pengembangan, pengawasan dan pengendalian terhadap setiap kegiatan olahraga profesional Indonesia. 

Pengawasan dan/atau rekomendasi dari BOPI bisa saja menjadi salah satu acuan bagi KPK untuk menyelidiki dugaan korupsi yang ada di dunia olahraga Indonesia. 

Sejauh ini, belum terlihat koordinasi yang nyata antara tiga lembaga tersebut dan terlihat seolah KPK bekerja sendiri. 

Padahal, dengan bantuan lembaga lain yang memiliki wewenang, pencegahan dan pengungkapan kasus korupsi di dunia olahraga Indonesia dapat dilakukan dengan lebih baik lagi.