x

Ni Nengah Widiasih, Mimpi Besar Teruskan Perjuangan Kartini di Atas Kursi Roda

Jumat, 21 April 2017 11:49 WIB
Penulis: Petrus Manus Da' Yerimon | Editor: Ramadhan

Sosok wanita asal Bali Ini memang berbeda dengan atlet pada umumnya. Akan tetapi, ia turut mengharumkan dan mengibarkan bendera Indonesia di kancah dunia. Ni Nengah Widiasih adalah peraih medali perunggu cabang olahraga angkat besi pada Paralimpiade Rio 2016 Rio, Brasil.

Beban seberat 95 kilogram berhasil diangkatnya di pesta olahraga terbesar di dunia setara Olimpiade. Berbeda dengan Eko Yuli Irawan dan Sri Wahyuni yang meraih medali perak Olimpade dengan cara normal, Ni Nengah justru melakukannya di atas kursi roda.

Saat Ni Nengah berhasil meraih medali perak Paralimpiade Rio 2016, tangis haru keluarganya tak terbendung. Maklum, wanita berusia 24 tahun tersebut merupakan anak perumpuan yang dengan segala keterbatasannya mampu mengharumkan nama Indonesia.

Ni Nengah lahir dari keluarga sederhana di Desa Sukadana, Bali, sebuah daerah yang cukup tandus. Saat berusia 3 tahun, wanita hebat ini didiagnosa mengalami polio, yang menyebabkan kedua kakinya tak berfungsi normal. Sejak saat itu, Ni Nengah harus hidup dengan kursi roda.

Ni Nengah Widiasih raih perunggu Paralimpiade Rio 2016

Di Hari Kartini, INDOSPORT akan mengangkat kisah heroik Ni Nengah Widiasih yang dengan segala keterbatasannya sanggup mengukir prestasi gemilang.


1. Suka Duka jadi Atlet Difabel

Atlet angkat berat, Ni Nengah Widiasih saat mencium bendera Merah Putih di pelepasan kontingen National Paralympic Committee (NPC) Indonesia, di Solo.

Ni Nengah menceritakan bahwa pilihannya untuk menjadi atlet terjadi begitu saja. Kondisi lingkungan dan dorongan semangat dari kakak sulungnya, I Gede Suantaka, yang menjadikannya seperti saat ini.

"Awalnya (ikut angkat beban) dikenalin sama kakak dan teman-teman dan juga lingkungan. Kebetulan juga kakak saya atet, jadi mulai diajak dan coba latihan," kenang Ni Nengah saat berbincang dengan INDOSPORT.

"Sebenarnya jadi seperti sekarang itu bukan pilihan. Saat mulai itu sekitar kelas 6 SD (Sekolah Dasar). Saya juga aktif ikut kejuaraan seperti Popnas (Pekan Olahraga Pelajar Nasional) terus cerdas cermat," sambungnya.

"Untuk angkat berat itu saya mulai kelas 6. Itu bukan pilihan tapi mengalir begitu saja mungkin faktor lingkungan. Saya tidak ada pilihan dan hanya menjalani saja karena saat itu belum paham dunia olahraga itu seperti apa," imbuh anak kedua dari empat bersaudara itu.

Meski menjadi atlet difabel, Ni Nengah bukannya tanpa resiko. Ia mengakui sering kali mendapat cedera di beberapa bagian tubuhnya. Akan tetapi, hal tersebut tidak membuatnya patah semangat dan mengalah dengan keadaan.

"Kalau belum cedera itu belum atlet sungguhan. Saya sering cedera dan berulang kali saya rasakan baik saat latihan maupun bertanding," tuturnya seraya tertawan.

"Yang pasti saat cedera yang rawan itu di bahu, siku, pergelangan tangan dan otot leher. Pertama alami cedera itu sedikit shock, tapi seiring berjalannya waktu sudah terbiasa. Paling langsung di massage lalu istirahat dan kembali latihan. Cedera tidak boleh menghalangi kita," tegas Ni Nengah.

Bagi Ni Nengah, salah satu momen paling indah selama menjadi atlet adalah ketika meraih medali perak di Paralympik Games 2016. Bagaimana tidak, prestasinya terbilang langka, pasalnya pada Paralimpiade atau Paralympic 2004 dan 2008 tak satu pun atlet Indonesia yang meraih medali, kecuali saat 2012 lalu saat David Jacobs meraih perunggu di cabang olahraga tenis meja.

"Setiap event yang saya ikuti itu punya cerita dan kesan berbeda karena memang perjuangannya yang tidak mudah. Tetapi, memangyang paling wow itu saat Paralympic kemarin," ungkap wanita 24 tahun itu.

"Tapi, bagi saya itu belum puncak karier, karena saya masih punya mimpi lain," sambung Ni Nengah.

Perjuangan Ni Nengah di Paralympic Games 2016 kemudian mendapatkan apresiasi dari pemerintah. Ia menerima bonus uang tunai senilai total Rp1 Miliar. Bonus tersebut sama dengan yang diterima oleh Eko Yuli maupun Sri Wahyuni, sebuah apresiasi yang patut diacungi jempol lantaran tidak ada diskriminasi dengan atlet difabel. 


2. Kartini Modern yang Mampu melawan Stigma

Raden Ayu Kartini.

Bertepatan dengan Hari Kartini, Ni Nengah mengakui sosok pahlawan bangsa itu turut menginspirasi dalam dalam perjalanan kariernya. Karenanya Ni Nengah bertekad meneruskan perjuangan R. A. Kartini dengan caranya sendiri.

"Dia (R. A. Kartini) sosoknya menginspirasi. Perjuangannya menjadi inspirasi buat saya, dia sangat hebat dalam memperjuangkan hak perumpuan. Jadi saya ingin seperti beliau, menjadi inspirasi untuk generasi muda agar tetap semangat," ujar Ni Nengah.

"Kita semua harus semangat, melakukan yang terbaik untuk bangsa ini. Jika belum, setidaknya lakukan untuk diri sendiri, untuk lingkungan dan orang tua," sambungnya.

Selain R. A. Kartini, Ni Nengah juga menyatakan sosok Kakak sulung, I Gede Suantaka dan pelatihnya, Ketut Mija memiliki peran penting dalam kehidupannya. Kedua lelaki tersebut terus menyemangati dan memberikan motivasi agar ia tidak mudah putus asa.

"Kakak saya dan pelatih saya di Bali, mereka yang mengenalkan saya dari awal. Mereka inspirasi saya, mereka yang selalu bilang sama saya, dalam prestasi itu tidak boleh cepat puas. Selam diberikan kesempatan dan kesehatan terus lakukan yang terbaik," tuturnya.

Ni Nengah mengakui perjuangannya menjadi seorang atlet difabel penuh tantangan, namun, ia menyikapinya dengan bijak. Menurutnya setiap orang punya kelebihan dan kekurangan, karenanya semua pemberian Tuhan patut disyukuri.

"Dahulu memang berat karena memang saya orangnya pemalu saat berada di lingkungan baru. Tapi saya berusaha menyikapi, semua orang punya kelebihan dan kekurangan. Ini jalan yang diberikan Tuhan dan saya bersyukur dengan apa yang telah saya jalani," pungkas wanita kelahiran 1992 itu.


3. Mimpi dan Harapan di Masa Mendatang

Ni Nengah Widiasih

Di masa mendatang, Ni Nengah bercita-cita untuk membangun pusat kebugaran yang juga diperuntukan bagi kaum difabel. Wanita 24 tahun tersebut ingin membagikan penghalaman dan mengajarkan setiap orang untuk hidup sehat dengan berolahraga.

"Mimpi besar buat saya, suatu hari nanti saya ingin buka gym di Bali. Sebagian untuk umum dan juga untuk teman-teman difabel yang mau latihan, ayo sama-sama kita latihan," tuturnya kepada INDOSPORT.

Bagi Ni Nengah, olahraga bukan sekedar prestasi, namun mengajarkan banyak hal. Setiap orang bisa belajar tentang sportivitas hingga mendapat energi positif dengan berolahraga.

Tak lupa Ni Nengah juga berpesan kepada agar setiap orang tidak mudah putus ada dan tetap semangat serta memberikan yang terbaik dalam setiap aktivitas.

"Saya sebenarnya suka semua olahraga, karena olahraga itu membangkitkan semangat dan mengajarkan banyak hal. Kita bisa belajar sportivitas dan yang pasti energi postif itu mengalir," jelasnya.

"Yang pasti tetap semangat, jangan menyerah lakukan yang terbaik. Ketika gagal teruslah mencoba," tutupnya.  

IndonesiaHari KartiniIn Depth SportsParalimpiade Rio 2016Ni Nengah Widiasih

Berita Terkini