x

Mimpi Tampil di F1, Perjuangan Pembalap Pakistan Ini Mirip Kisah Rio Haryanto

Selasa, 29 Maret 2016 14:58 WIB
Editor: Ramadhan

Mimpi Saad Ali sedikit mirip dengan mimpi Rio Haryanto yang sudah tercapai yakni tampil di ajang tertinggi balap mobil, Formula 1. Secara perjuangan, Ali dan Rio sama-sama mendapatkan jalan terjal yakni persoalan dana.

Perbedaannya hanyalah jika Rio akhirnya bisa tampil di F1 dengan dukungan penuh dan bantuan dana dari pemerintah serta pihak sponsor, nasib berbeda dialami Ali yang tak hanya minim dana tetapi juga tak mendapatkan dukungan dari negaranya, Pakistan.


Rio Haryanto akhirnya bisa tampil di ajang Formula 1 usai mendapatkan dukungan penuh dari negara (Indonesia)

Perjuangan Ali semakin bertambah berat karena di Pakistan tak ada lintasan balap apalagi kompetisi balap mobil resmi. Semua terasa berat terlebih uang sponsorship olahraga negaranya dituangkan ke dalam obsesi nasional yakni di bidang olahraga kriket.

Seperti halnya Rio Haryanto yang berjuang dan akhirnya menjadi satu-satunya pembalap Indonesia dan Asia yang tampil di F1 musim ini, lagi-lagi mimpi Ali tetap belum terhenti. Ali berharap bisa menjadi pembalap F1 pertama dari negaranya, Pakistan.


Pembalap Pakistan, Saad Ali saat berada di mobilnya yang tampil di ajang Formula Gulf Seri 1000

INDOSPORT mengulas cerita singkat Saad Ali, pembalap mobil asal Pakistan yang sangat mencintai dunia balap sejak kecil dan bermimpi bisa tampil di ajang balap jet darat Formula 1 seperti halnya perjuangan terjal Rio Haryanto.


1. Hobi Balap Sejak Kecil

Saad Ali (kanan).

Saad Ali mendapatkan rintangan yang signifikan sebelum ia bisa menjadi salah satu dari 22 pembalap elit di puncak Formula 1.

Namun, Ali mengerti bahwa keputusannya untuk tak melanjutkan sekolah satu dekade yang lalu karena kecintaan kepada dunia balap, justru menjadi awal bagi dirinya untuk merintis impian tampil di F1.

“Sebagai seorang anak, saya selalu tertarik dengan mobil, tapi sayangnya tidak ada balapan di Pakistan, bahkan itu tidak ada di televisi,” kata Saad Ali.


2. Tanpa Dukungan Negara

Saad Ali memegang piala.

Ali pernah berkompetisi di Formula Gulf seri 1000 pada tahun 2014, mencapai podium dengan meraih tempat ketiga sebanyak dua kali dalam satu pekan di Abu Dhabi. Ali menggambarkan bahwa balapan tersebut sebagai sebuah batu loncatan besar.

Ali menambahkan: “Itu bukti kepada saya bahwa ini adalah sesuatu yang bisa saya kejar dan capai.”

Sekarang Ali harus menaklukkan kelas Formula 3, GP3 dan GP2 sebagai batu loncatan menuju ke ajang Formula 1.

“Mencapai ajang Formula 1 memang sangat sulit, sangat keras, sangat kompetitif. Itu juga mahal.”

“Saya sudah membalap sendiri untuk negara namun tanpa dukungan, menerbangkan bendera Pakistan di sirkuit, membuat sebuah nama untuk balapan (di sini),” tambah Ali, yang tahun lalu hanya mampu bersaing di Grand Prix Endurance 2F2F go-karting di Pakistan.


3. Biaya Sendiri

Saad Ali

Mimpi Ali untuk menjadi pembalap Formula 1 benar-benar mahal. Hal itu terbukti dari perjuangan dan usaha yang ia bangun melalui keringat sendiri.

Saat ini, Ali menggunakan uang yang diperoleh dari pekerjaannya di perusahaan teknologi informasi Swiftclick, dan pekerjaannya di bidang film dokumenter untuk mendanai obsesinya menjadi pembalap F1 tersebut.

Ali memiliki lebih banyak balapan kemudian di 2016. Tapi estimasi biaya yang dibutuhkan Ali diperkirakan mencapai sekitar 2 juta dolar dalam sponsor selama 3 atau 4 tahun ke depan untuk mencapai impiannya membalap bersama orang-orang seperti Sebastien Vettel atau Lewis Hamilton.

“Untuk membalap, anda membutuhkan keahlian itu. Anda perlu orang-orang mekanik, Anda membutuhkan sarana, prasarana, Anda perlu arsitektur yang benar-benar bekerja bagus,” katanya.

Sekarang, Ali harus berlatih dengan simulator di rumahnya, di mana ia berlatih melakukan manuver.

“Ada sangat sedikit orang di dunia yang bisa mencari kehidupan dari mengemudi mobil balap dan bahkan lebih sedikit di F1,” kata Matthew Marsh, seorang komentator F1 di TV terkemuka dan mantan pembalap, kepada AFP. 


4. Tak Ada Balap Resmi di Pakistan

Saad Ali (depan).

Tidak adanya semacam balap motor resmi di Pakistan di luar go-karting membuat Ali tak mungkin untuk merogoh kocek yang dalam di sana. Tapi Ali mengatakan bahwa membangun lintasan balap memang tak hanya akan meningkatkan perekonomian tetapi membantu menyelamatkan hidup pria muda Pakistan ini yang gelisah dan menggantungkan hidupnya di dunia balapan.

Kabarnya, di Pakistan sendiri sering berlangsung balap liar di kota-kota besar pada tengah malam meskipun resiko kecelakaan dan kejar-kejaran dengan Polisi juga sering terjadi. Hal itu diungkapkan seorang pembalap berusia 22 tahun yang tak ingin disebutkan namanya ke AFP.

“Ada kecelakaan, kadang ada momen yang benar-benar buruk di mana orang meninggal, namun hal ini terus berlangsung karena Anda tidak dapat membatasi hasrat anak muda. Jika ada lintasan yang tepat, resiko kecelakaan bisa diperkecil dan semangat anak muda untuk balap bisa dipersiapkan,” kata pemuda tersebut.

Ali setuju dengan pernyataan pembalap tersebut dan mengatakan: “Hal pertama yang kami butuhkan di dalam negeri adalah lintasan balap.”

“Orang-orang yang berlomba di jalan, mereka akan pergi ke fasilitas tertentu dan kebutuhan mereka untuk kecepatan dan semuanya bisa dibawa keluar dalam cara yang sangat aman.”

Baber Kaleem Khan, seorang Editor dari blog otomotif Pakwheels.com mengatakan akan ada manfaat ekonomi dari dunia balapan.

“Motorsports tidak hanya olahraga, ini adalah program pembangkit modal besar juga.”

“Pengembangan teknik yang terjadi di dalam mobil, pelatihan pengemudi, staf dan siswa, produk dan pengembangan komersial, itu akan berdampak pada bisnis lokal yang bisa mengembangkan dan menjadi bagian ekspor dari sini.”


5. Sepak Terjang Ali di Dunia Balap

Saad Ali potret dari atas.

Ali menjadi tertarik dengan dunia balap ketika ia masih kuliah di Islamabad pada tahun 2006 dan mengatakan bahwa ia sangat antusias menjalani setiap langkah dari perjuangannya di dunia balap.

“Saya benar-benar mengerti tak seorang pun di Pakistan yang berhasil terlibat di dunia mengemudi mobil balap profesional.”

Ali kemudian keluar dari sekolahnya dan dan pergi ke Pusat Balapan Formula BMW (FBRC) di Bahrain, di mana calon pembalap bisa belajar seni balap.

“Setelah tiga hari pelatihan, saya bergabung ke ajang kejuaraan balap sekolah ini,” kenang Ali yang menggambarkan bahwa keputusannya tersebut sebagai poin yang penting dalam hidupnya.

Duduk di dalam mobil balap yang sesak untuk pertama kalinya hampir mengerem mimpi F1, ia mengakui.

“Ketika Anda duduk di mobil balap dan Anda memakai helm, Anda tidak dapat bernapas dengan baik,” katanya, menambahkan bahwa dengan sabuk pengaman begitu ketat para pembalap merasakan paru-paru juga terasa sesak.

Tapi, Ali sudah melewati momen-momen tersebut sejak membalap di sirkuit Formula BMW dan Formula Renault sirkuit.

“Jika Anda pergi ke Formula 1, sebanyak 22 pembalap terbaik saling bersaing.” Tapi, Ali berpendapat, jika ia diberi kesempatan, maka ia yakin akan mencapai hal yang lebih baik. Ada dorongan, ada keinginan, ada semangat dan rasa lapar, semuanya ada di sana.

IndonesiaRio HaryantoFormula 1PakistanIn Depth SportsSaad Ali

Berita Terkini