In-depth

Kata Mereka Soal Polemik PB Djarum dengan KPAI

Senin, 23 September 2019 20:18 WIB
Penulis: Juni Adi | Editor: Arum Kusuma Dewi
© Joe Giddens/PA Images via Getty Images/PBDjarum/Charlie Crowhurst/Getty Images
Taufik Hidayat, Yuni Kartika, dan Debby Susanto. Copyright: © Joe Giddens/PA Images via Getty Images/PBDjarum/Charlie Crowhurst/Getty Images
Taufik Hidayat, Yuni Kartika, dan Debby Susanto.

INDOSPORT.COM - Polemik soal eksploitasi anak di audisi umum beasiswa bulutangkis antara PB Djarum dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) akhirnya selesai. Kedua belah pihak telah bertemu dan menemui kesepakatan terbaik.

Dimediasi oleh Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, di Gedung Kemenpora di Jalan Gerbang Pemuda, Jakarta Pusat, dan melibatkan Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI), pada Kamis (12/09/19) lalu, PB Djarum dan KPAI telah merumuskan poin-poin solusi.

Di antaranya seperti KPAI bersedia mencabut surat yang meminta PB Djarum menghentikan audisi, dan PB Djarum dipersilakan melanjutkan audisi umum pencarian bakat atlet bulutangkis di beberapa kota tersisa untuk tahun 2019 ini.

"Djarum Foundation, bahwa PB Djarum sepakat untuk mengubah nama yang semula Audisi Umum PB Djarum 2019 menjadi Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis, tanpa menggunakan logo, merek, dan brand image Djarum," ujar Imam Nahrawi dalam konferensi persnya.

"Untuk KPAI, KPAI sepakat untuk mencabut surat KPAI tanggal 29 Juli 2019 tentang permintaan pemberhentian audisi Djarum," sambung dia.

Lebih lanjut, Imam juga mengatakan Kemenpora, KPAI, dan PBSI sepakat memberikan kesempatan kepada PB Djarum untuk berkonsolidasi internal, guna merumuskan pencarian bakat untuk tahun 2020.

Diketahui, polemik ini bermula dari temuan KPAI yang menduga kalau kegiatan audisi umum beasiswa bulutangkis itu telah terjadi eksploitasi anak, karena para peserta yang kebanyakan anak-anak di bawah usia 18 tahun harus menggunakan kaos bertuliskan Djarum.

KPAI memandang hal tersebut adalah sebuah soft promotion dari brand image Djarum, yang tak lain adalah salah satu produsen rokok terbesar di Tanah Air.

Tudingan KPAI ini membuat PB Djarum memutuskan menghentikan audisi umum pencarian bakat bulutangkis mulai tahun 2020, untuk mereduksi polemik yang mencuat terkait tuduhan eksploitasi anak.

Permasalahan ini lantas membuat gaduh masyarakat Indonesia di media sosial, dan sejumlah pihak ikut berkomentar. Ada yang pro, ada juga yang kontra. Berikut beberapa tanggapan mengenai polemik PB Djarum vs KPAI:

"Sekarang kan cari regenerasi sulit, cari bibit-bibit saja sudah sulit. Ini kita dibantu nih, bagaimana caranya semua anak di pelosok itu punya kesempatan yang sama," ujar mantan pebulutangkis Indonesia, Debby Susanto kepada redaksi berita olahraga INDOSPORT.

© Instagram/Debby Susanto
Debby Susanto, mantan pemain bulutangkis Indonesia. Copyright: Instagram/Debby SusantoDebby Susanto, mantan pemain bulutangkis Indonesia.

"Tapi dengan tidak adanya ini, agak susah pasti cari regenerasi. Harapannya, kalau memang sampai kejadian enggak boleh ada audisi atau apa pun itu saya harap KPAI sudah memikirkan bagaimana caranya cari bibit-bibit baru juga," sambungnya lagi.

"Ya PBSI sangat menyayangkan dengan adanya polemik ini. PBSI tidak melihatnya ada unsur eksploitasi, kita hanya melihat itu adalah pencarian bibit muda yang disaring lalu dibina," kata Sekjen PBSI, Achmad Budiharto saat dihubungi INDOSPORT.

"Lagian juga kan BWF -federasi bulutangkis dunia- melihatnya ini bukan produk rokok, ini yayasan. Kalau BWF melihatnya ini sebagai perusahaan rokok, sudah distop karena dianggap melanggar regulasi mereka," lanjutnya.

"Ya memang rokok dan olahraga itu bertolak belakang. Tapi di sisi lain, sejumlah kegiatan olahraga itu didukung oleh rokok. Mereka juga berkontribusi positif," kata Sesmenpora, Gatot Dewa Broto saat dihubungi INDOSPORT.

Itu sebabnya, kami bermitra dengan swasta. Karena yang dipikirkan Kemenpora kan tidak hanya pembinaan untuk bulutangkis tapi beberapa cabor (cabang olahraga; red). Kalau kita diberikan APBN yang cukup, tidak perlu itu sponsor atau swasta yang melakukan pembinaan," ujarnya.

"Polemik PB Djarum dengan KPAI ini kan terjadi sudut pandang yang beda. Yang satu melihatnya sebagai sebuah klub, dan yang satunya melihat sebuah brand. Nah ini mesti diluruskan," kata mantan atlet bulutangkis sekaligus pengamat, kata pengamat bulutangkis, Yuni Kartika ketika dihubungi INDOSPORT.

"Djarum Foundation sendiri sudah ada undang-undangnya yang mengatur, bahwa ini adalah yayasan sosial, dengan nama PB Djarum. Dan harusnya tidak ada sangkut pautnya dengan brand image rokok," ujarnya.

"Audisi seolah-olah menjadi satu satunya jalan untuk bisa menjadi pebulutangkis top. Dulu saya gak ikut audisi bisa aja. Masih banyak. Candra Wijaya juara Olimpiade enggak. Riky, Rexy enggak juga," ujar mantan pebulutangkis tunggal putra Indonesia, Taufik Hidayat di Jakarta, Kamis (12/09/19).

© Syamsul Bahri Muhammad/Getty Images
Eks bulutangkis Indonesia, Taufik Hidayat diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi  (KPK). Copyright: Syamsul Bahri Muhammad/Getty ImagesEks bulutangkis Indonesia, Taufik Hidayat juga angkat bicara soal polemik PB Djarum vs KPAI.

"Kenapa KPAI meributkan hal yang justru baik bagi pembibitan calon atlet nasional itu," ujar politikus Fahri Hamzah kepada awak media di Gedung DPR, Jakarta.

"Ya kan, anak jalanan, anak yang enggak sekolah, tahu enggak itu sekarang itu angka anak Indonesia atau orang Indonesia yang tidak pernah sekolah, masih ada sekitar 2,7 persen penduduk Indonesia. Itu dulu diadvokasi deh," tuturnya.

"Menurut saya, pembinaan bulutangkis ini enggak banyak yang ikut serta. PB Djarum itu memang salah satu klub besar yang melakukan audisi paling intens dan aktif."

"Semua orang juga tahu Djarum punya dana, tetapi bukan soal dananya, melainkan Djarum yang punya konsentrasi ke bulutangkis. Nah, itu harus dihargai," kata legenda bulutangkis sekaligus ketua PB Jaya Raya, Rudy Hartono saat dihubungi wartawan.

"Saya minta PB Djarum silahkan lanjutkan audisi. Saya, Gubernur Jawa Tengah tanggung jawab penuh jika ada apa-apa," kata Ganjar Pranowo mengutip dari Antara.