Piala Thomas 1998, Saat Indonesia Juara di Masa Krisis Moneter dan Pemain

Minggu, 4 Oktober 2020 16:01 WIB
Penulis: Shella Aisiyah Diva | Editor: Theresia Ruth Simanjuntak
© Robertus Pudyanto/Getty Images
Mengenang momen kemenangan tak terlupakan tim bulutangkis Indonesia di kompetisi Piala Thomas 1998 pada masa krisis moneter dan pemain. Copyright: © Robertus Pudyanto/Getty Images
Mengenang momen kemenangan tak terlupakan tim bulutangkis Indonesia di kompetisi Piala Thomas 1998 pada masa krisis moneter dan pemain.

INDOSPORT.COM - Mengenang momen kemenangan tak terlupakan tim bulutangkis Indonesia di kompetisi Piala Thomas 1998 pada masa krisis moneter dan pemain, seperti apa perjuangannya?

Piala Thomas 1998 bisa dikatakan menjadi momen yang paling tidak terlupakan bagi tim bulutangkis putra Indonesia. Mengapa? Karena pada saat itu, sedang terjadi krisis moneter sekaligus pemain.

Dilansir dari situs olahraga pbdjarum.org, pada saat Piala Thomas 1998 bergulir, Indonesia diketahui sedang mengalami krisis, karena terjadi kerusuhan dan demonstrasi yang terjadi dimana-mana, dengan satu tujuan untuk menggulingkan kekuasaan Presiden Soeharto yang sudah berkuasa selama 32 tahun.

Krisis yang terjadi pun tidak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga pada pemain-pemain Indonesia yang pada saat itu, prestasinya sedang mengalami penurunan. Baik di sektor tunggal putra maupun ganda putra.

Kendati demikian, para pengurus PBSI tetap memutuskan untuk membawa pemain-pemain seperti ariyanto Arbi, Hendrawan, Indra Wijaya, Marleve Mainaky dan Joko Supriyanto di sektor tunggal putra, dan pasangan Ricky Soebagja/Rexy Mainaky, Candra Wijaya/Sigit Budiarto serta Tony Gunawan di ganda putra ke Piala Thomas 1998.

Kala itu, tim Indonesia berada di Grup B bersama Malaysia, Korea Selatn dan Belanda. Babak penyisihan grup dimulai dengan menghadapi Belanda, diman dalam pertarungan itu, tim Indonesia berhasil menang dengan skor meyakinkan 5-0.

Kemudian, di babak penyisihan grup kedua, tim Indonesia berhadapan dengan tim Korea Selatan dan tetap berhasil menang meyakinkan dengan skor 4-1, dimana satu-satunya kekalahan dialami oleh pasangan Candra/Sigit yang kalah dari Ha Tae Kwon/Kang Kyung Jin, 15-6, 9-15, 15-18.

Pada pertarungan penyisihan grup terakhir, tim putra Indonesia kembali berhasil mengalahkan Malaysia juga dengan skor 4-1. Bermodalkan tiga kemenangan meyakinkan, tim Tanah Air melaju ke babak semifinal dan bertemu dengan China, yang pada saat itu harus puas menjadi runner-up grup, di mana Denmark yang pada saat itu menjadi juara Grup A.

Menghadapi tim bulutangkis China, tim Indonesia menang susah payah dengan skor tipis 3-2 lewat kemenangan Ricky/Rexy, Hendrawan dan Candra Sigit. Kemenangan atas tim Negeri Tirai Bambu sukses mengantarkan tim Tanah Air ke final Piala Thomas 1998 dan kembali berhadapan dengan Malaysia.

Dalam pertempuran dengan tim Malaysia, tim Indonesia berhasil menang susah payah dengan skor 3-2 meskipun pada saat itu skuat yang sedang 'pincang', karena Hariyanto Arbi yang mengalami cedera sehingga tidak bisa tampil maksimal.

Namun, strategi yang digunakan oleh tim Indonesia rupanya masih terbukti sukses usai menang dengan skor tipis 3-2 atas tim Malaysia untuk meraih gelar di kompetisi Piala Thomas 1998.

Di sisi lain, pada saat sedang bertanding di kompetisi Piala Thomas 1998, para pemain tim Indonesia dilanda rasa khawatir karena pada saat itu kerusuhan meluas dan turut menyasar ke warga etnis Tionghoa,

Dalam tekanan yang begitu tinggi dan juga rasa khawatir akan keluarga di Tanah Air, membuat tim Indonesia saling menguatkan satu sama lain. Menurut Rexy Mainaky, dicuplik Kompas, kalau saat tanding itu konsentrasi tim bulutangkis Indonesia terpecah. Meski begitu semangat untuk menjadi juara begitu tinggi.

Pasca berhasil mempertahankan gelar Piala Thomas (meski gagal merengkuh Piala Uber), tim bulutangkis Indonesia kembali pulang ke Tanah Air dan disambut Presiden Ke-3 RI BJ Habibie.

Dalam sambutan tersebut, tunggal putra Indonesia Hendrawan ternyata masih ingat dengan apa yang disampaikan oleh BJ Habibie, "Pak Habibie cuma bilang kepada Tim Piala Thomas yang juara pada situasi sulit. 'Sedikitnya bisa mengobati luka bangsa akibat kerusuhan'," ujar Hendrawan dikutip Antara.

Demikianlah kisah heroik kemenangan tim putra Indonesia di Piala Thomas 1998 yang tidak terlupakan, karena diraih di tengah kerusuhan dan situasi mencekam di Tanah Air.