Arseto: Kenang Eksistensi Keluarga Cendana di Sepakbola

Jumat, 14 Juli 2017 08:36 WIB
Editor: Tengku Sufiyanto
 Copyright:

Soeharto merupakan Presiden Republik Indonesia kedua. Ia berkuasa selama 32 tahun, sebelum akhirnya rezim orde baru yang dipimpinnya runtuh oleh perjuangan mahasiswa. Setelah itu, reformasi pun ditegakkan.

Selama berkuasa 32 tahun lamanya, Soeharto melalui keluarga cendana ikut andil dalam semua sektor di Tanah Air , demi menegakkan eksistensi. Tak kecuali dunia sepakbola.

Eksistensi keluarga cendana dalam sepakbola coba ditenggakan pada era Galatama. Kala itu berdiri sebuah klub bernama Arseto.

Baca Juga:

Permulaan Eksistensi Keluarga Cendana Soeharto dalam Sepakbola

Arseto didirikan pada tahun 1978. Nama Arseto sendiri didirikan oleh putra Presiden Soeharto, Sigid Harjoyudanto.

Ada dua kemungkinan makna Arseto. Pertama berasal dari tokoh pewayangan, Aryo Seto. Kedua berasal dari Ari Sigit Soeharto yang merupakan cucu Presiden Soeharto.

Pada awal berdirinya, Arseto bermarkas di Jakarta. Namun pada tahun 1983, Arseto pindah markas ke Kota Solo, usai Presiden Soeharto mencanangkan tanggal Hari Olahraga Nasional. Alhasil, Stadion Sriwedari menjadi kandangnya.

Melansir RSSF Indonesia, Arseto ikut dalam bagian kompetisi Galatama. Pada era Galatama pertama (1979-1980), Arseto hanya menempati posisi kedelapan klasemen akhir. Selanjutnya, Arseto berada di posisi kesembilan (1980-1982), posisi delapan (1982-1983), gagal masuk ke-8 besar (1983-1984), posisi ke-11 (1984), posisi kedua (1985), posisi ketiga (1986-1987, 1987-1988, dan 1988-1989), dan posisi kelima (1990).

Sebelum itu, Arseto menorehkan beberapa prestasi dengan menjadi juara Piala Liga tahun 1985 dan juara Invitasi Perserikatan-Galatama 1987.

© wong-sangar.blogspot.co.id
Skuat Arseto FC  musim 1997/98. Copyright: wong-sangar.blogspot.co.idSkuat Arseto FC musim 1997/98.

Kejayaan Arseto

Arseto akhirnya mampu menjadi juara Galatama pada musim 1990-1992. Arseto menjadi klub yang dipuja oleh masyrakata Solo. Maklum, masyarakat Solo sangat merindukan klub asal Solo menjadi juara kompetisi bergengsi Tanah Air. Saat itu, kejayaan Persis Solo mulai pudar, usai terakhir kali berjaya di Perserikatan pada era 1930-1940-an.

Kala itu, Arseto yang sedang menapaki puncak kejayaan, pernah dibela para bintang lapangan hijau Indonesia, sebut saja Ricky Yacobi, Miro Baldo Bento, Rochi Putiray, Benny Van Breukelen, Agung Setyabudi, Eddy Harto, hingga Nasrul Kotto.

"Selalu banyak kenangan di Kota Solo khususnya Arseto bersama mes. Kami menikmati suka dan duka saat menang atau kalah di mes ini,'' ungkap Benny, dikutip dari Bola.com.

"Saya bermain dengan pemain-pemain hebat di sini. Tentu jadi kenangan indah dalam karier sepak bola saya," tambahnya.

Kejayaan Arseto terus menanjak kala menjadi juara Kejuaraan Antarklub ASEAN pada tahun 1993 dan melaju ke babak 7 besar Liga Champions Asia di tahun yang sama.

© wong-sangar.blogspot.co.id
Skuat Arseto FC. Copyright: wong-sangar.blogspot.co.idSkuat Arseto.

Tenggelamnya Arseto

Selama berkiprah di Galatama, Arseto tidak pernah terdegradasi. Maklum saja, sistem promosi dan degradasi tidak berlaku di kompetisi Galatama, yang menjadi prioner profesionalisme klub di Indonesia.

Era Galatama tahun 1992-1993, Arseto hanya mampu menduduki posisi ke-11 klasemen akhir. Selanjutnya, Arseto menempati posisi keempat klasemen akhir wilayah barat kompetisi Galatama musim 1993-1994. Arseto pun gagal melaju ke babak 8 besar.

Saat Perserikatan dan Galatama dilebur menjadi satu oleh PSSI, Arseto ikut serta di Liga Indonesia I tahun 1994. Arseto hanya menempati urutan ketujuh klasemen akhir wilayah barat, sekaligus gugur untuk melaju ke babak 8 besar.

Selanjutnya, Arseto kembali gagal ke babak 8 besar Liga Indonesia II tahun 1995-1996, setelah menempati posisi ke-13 klasemen akhir wilayah barat.

Setelah itu, Arseto gagal lagi untuk melaju ke babak 8 besar usai hanya menempati posisi ketujuh klasemen akhir Liga Indonesia 1996-1997 wilayah tengah.

Pada tahun 1998, Arseto akhirnya tenggelam dan bubar seiring runtuhnya rezim orde baru Presiden Soeharto.

Meski begitu, nama Arseto masih dikenang oleh para pencinta sepakbola lawas di Indonesia. Dahulu ada sebuah klub yang lahir di Jakarta dan berpindah ke Solo, mempunyai kejayaan. Klub tersebut adalah kekuatan keluarga cendana Presiden Soeharto di dunia sepakbola nasional.

289