Tan Malaka, Tokoh Komunis yang Cinta Sepakbola

Jumat, 29 September 2017 22:17 WIB
Editor: Ardini Maharani Dwi Setyarini
 Copyright:

Menyebut nama Tan Malaka banyak orang yang merasa berdegup. Dia salah satu pahlawan nasional yang kontroversial. Misterius, identik dengan gerakan kiri, di sisi lain dia ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Pria kelahiran Sumatra Barat, 2 Juni 1897 menjadi salah satu tokoh yang mengubah wajah politik Indonesia.

Tapi tahukah Anda, di luar dari politik ternyata Tan Malaka seorang pesepakbola, lho. Jadi, dalam sebuah buku berjudul 'Tan Malaka: Bapak Republik yang Dilupakan' karangan Arif Zulkifli, dituliskan Tan Malaka pernah tinggal di Banten pada Juni 1943. Disana dia membantu rakyat kecil melalui sepakbola. 

Nah, posisi yang sering diberikan padanya adalah penyerang sayap. Tan Malaka terkadang juga pernah jadi wasit dalam kejuaraan Rangkasbitung. Kelar tanding, Tan Malaka yang memang keturunan orang berada kerap mentraktir satu tim-nya. Disebutkan pula permainan bola pria yang wafat pada 21 Februari 1949 ini juga lumayan bagus. Dia tangkas menggiring bola.

Sebelum bangsa ini berpikir bahwa sepakbola bisa mengangkat harkat dan derajat bangsa di mata dunia, Tan Malaka sudah memikirkannya terlebih dahulu. Bersama tokoh pergerakan lainnya, dia berpendapat olahraga adalah tekad membuat Indonesia diperhitungkan di mata Internasional. 

© dw.com
Tan Malaka, lewat sepakbola membantu rakyat sejahtera Copyright: dw.comTan Malaka, lewat sepakbola membantu rakyat sejahtera

Tan Malaka sudah menggiring bola ketika menimba ilmu di Sekolah Rijks Kweekschool di Harleem, Belanda pada 1913. Tingginya cuma 165 sentimeter namun kelincahannya bermain si kulit bundar mungkin seperti Lionel Messi sekarang. Dua tahun di Belanda, dia bergabung dengan klub Vlugheid Wint. 

Gara-gara keasyikan bermain sepakbola, Tan Malaka melupakan tugas utama yakni berjuang untuk Indonesia agar lepas dari Belanda. Namun akhirnya pada 1919, ketika dia kembali ke Indonesia, dia menemukan kenyataan buruk. Warga Indonesia jadi budak di negeri sendiri, demikian seperti dilansir dari Tribun. Bahkan di beberapa lapangan sepakbola diberikan tanda 'Dilarang Masuk untuk Pribumi dan Anjing' sehingga orang Indonesia yang ingin menyalurkan hasrat bermain bola harus gigit jari.

 

A post shared by Tubi (@tanpasudut) on

Hingga akhirnya Tan Malaka diasingkan ke Belanda lantaran aktif di politik. 20 tahun berkelana di luar negeri, akhirnya Tan Malaka bangga lantaran mendengar kabar jika sepakbola Nusantara bisa mengangkangi Belanda bahkan unjuk gigi ke dunia. 

Jika saja Tan Malaka masih hidup, bisa jadi dia bangga melihat Egy Maulana Vikri dkk yang sudah mengharumkan nama Indonesia meski belum menjadi juara pertama. 

198