Liga Indonesia

Mengenang Soeratin Sosrosoegondo, Pendiri PSSI yang Semangatnya Mulai Dilupakan Penerusnya

Minggu, 17 Februari 2019 11:28 WIB
Penulis: Dimas Ramadhan Wicaksana | Editor: Ivan Reinhard Manurung
 Copyright:

INDOSPORT.COM – Semangat perjuangan dari seorang Soeratin Sosrosoegondo, selaku pendiri dan ketua umum PSSI (induk tertinggi bola Indonesia) pertama nampaknya kini tinggal kenangan, yang mulai dilupakan oleh para penerusnya.

Sepak bola Indonesia nampaknya sangat kesulitan dalam hal mendapatkan ketua umum PSSI yang tepat. Dalam beberapa tahun terakhir, mereka yang terpilih sebagai orang nomor satu dalam dunia sepak bola Tanah Air, memiliki masalah yang tak kunjung usai dan berkelanjutan.

Mulai dari ketua yang menjalankan tugasnya dari dalam jeruji, ketua yang membuat organisasi dan kompetisi tandingan, hingga yang terbaru tersandung kasus kriminalitas yang benar-benar membuat terheran-heran.

Seperti diketahui, nama Joko Driyono selaku Plt Ketua Umum PSSI secara resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Satgas Antimafia Bola pada Jumat (15/02/19) usai kediamannya dilakukan penggeledehan.

Sederet kasus yang menimpa ketua-ketua umum PSSI dalam beberapa waktu belakangan ini, seolah tidak berbanding lurus dengan tujuan awal organisasi tertua yang ada di Indonesia yang didirkan oleh Soeratin Sosrosoegondo.

Soeratin yang pernah bersekolah di Koningin Wilhelmina School (KWS) selama 5 tahun, lalu melanjutkan kuliah di Sekolah Teknik Tinggi di Hecklendburg, dekat Hamburg. Pada tahun 1928, Soeratin akhirnya kembali ke Tanah Air dengan membawa pulang gelar Insiyur Sipil yang didapat setahun sebelumnya.

Sekembalinya ke Indonesia, Soeratin sejatinya mendapatkan pekerjaan yang mumpuni. Ia bekerja di sebuah perusahaan Belanda, “Sizten en Lausada” yang berlokasi di Yogyakarta. Namun, rasa nasionalisme tingginya membuat Soeratin akhirnya rela melepaskan pekerjaannya itu.

Soeratin memutuskan untuk aktif dalam bidang pergerakan. Pria yang kebetulan menyukai sepak bola ini, akhirnya mulai berpikir bahwa olahraga bola kaki itu dapat jadi wahana terbaik untuk menyatukan nasionalisme di kalangan pemuda sekaligus menentang Belanda.