In-depth

Kehilangan Mental Juara, Persija Jakarta Era Ferry Paulus Jadi Tim Medioker

Jumat, 13 September 2019 17:42 WIB
Editor: Prio Hari Kristanto
© Herry Ibrahim/INDOSPORT
CEO Persija Jakarta, Ferry Paulus saat memberikan keterangan terkait batalnya laga final Piala Indonesia 2019 di kantor Persija, Jakarta, Selasa (30/07/19) Copyright: © Herry Ibrahim/INDOSPORT
CEO Persija Jakarta, Ferry Paulus saat memberikan keterangan terkait batalnya laga final Piala Indonesia 2019 di kantor Persija, Jakarta, Selasa (30/07/19)

INDOSPORT.COM - Liga 1 2019 menjadi musim yang berat bagi tim Persija Jakarta. Setelah tahun lalu keluar sebagai juara, Persija malah terperangkap di zona degradasi jelang paruh musim ini. 

Dari 15 pertandingan, Persija hanya sanggup mengemas 14 poin hasil 2 menang, 8 seri, dan 5 kalah. Macan Kemayoran hanya sanggup mengemas satu kemenangan dari delapan laga terakhir di Liga 1.  

Satu langkah yang diambil oleh manajemen adalah sikap tegas terhadap pelatih Julio Banuelos. Pria asal Spanyol itu hanya diberi satu kesempatan lagi untuk menangani tim, yakni saat menjamu PSIS Semarang, Minggu (15/09/19).

Bila gagal meraih kemenangan, kerjasama Persija dengan Julio Banuelos dipastikan akan berakhir. Hal itu telah disampaikan CEO Persija, Ferry Paulus, pada Kamis (12/09/19) malam.

"Persija memberikan kesempatan satu pertandingan lagi kepada Julio Banuelos dan Asisten Pelatih, Eduardo Perez. Bila gagal menang melawan PSIS nanti, mereka akan mundur dari kursi juru taktik," tegasnya.

Persija Jakarta selama puluhan tahun dikenal sebagai tim besar di Indonesia. Sebanyak 11 gelar perserikatan plus Liga Indonesia sudah jadi buktinya. 

Hampir di tiap musimnya, Persija dijagokan untuk menjadi kandidat juara, walau seringnya berakhir kebalikan. 

Namun begitu, tak bisa dipungkiri Persija sering jadi penantang di papan atas. Contohnya pada medio 1999-2001 di mana mereka meraih satu gelar juara Divisi Utama dan dua kali semifinalis. 

Lalu pada tahun 2004 dan 2005 ketika mereka merengkuh peringkat ketiga dan runner-up secara berurutan. Persija masih 'mengancam' saat menjadi semifinalis pada Divisi Utama musim 2007. 

Liga 1 dan Era Ferry Paulus

Persija Jakarta pada era Liga Super dan Liga 1 juga masih dianggap sebagai tim papan atas. Namun begitu, sebelum musim 2018, hanya di musim 2010/2011 saja mereka sukses masuk tiga besar. 

Masuknya Ferry Paulus sebagai Ketua Umum Persija sebagai hasil Rapat Umum Anggota (RUA) pada pertengahan tahun 2011 memberikan harapan baru bagi Jakmania. 

Mengisi kursi ketua umum, Ferry Paulus diharapkan dapat menghadirkan trofi juara liga ke pangkuan Persija Jakarta. Maklum, semenjak jadi runner-up pada 2005, Persija secara berturut-turut hanya meraih 8 besar (2006), semifinal (2007), posisi 7 (2008/09), peringkat 5, (2009/10), dan peringkat 3 (2010/11). 

Akan tetapi, harapan itu gagal menemui kenyataan. Pasalnya, di masa Ferry Paulus menjabat ketua umum, Persija malah jadi tim medioker.

Macan Kemayoran finis di peringkat ke-5 pada ISL 2011/12, peringkat 11 ( ISL 2012/13), peringkat 5 (ISL 2013/14), dan peringkat 14 (TSC A 2016).

Bisa disimpulkan, prestasi terbaik Persija saat Ferry Paulus menjabat sebagai CEO adalah finis di posisi 5 ISL 2013/14. Persija masih belum sanggup meraih tampuk juara atau bahkan duduk di posisi ketiga. 

Masuknya Gede Widiade

Pada 2017, Persija kedatangan sosok Gede Widiade yang memegang jabatan CEO klub. Ketika itu, posisi Ferry Paulus sempat dipertanyakan. 

Ferry yang memegang saham di Persija pun bergeser lebih ke balik layar. Sementara hal-hal teknis diserahkan kepada Gede Widiade. 

“Saya sekarang akan tarik diri dan berada di belakang Pak Gede. Pak Gede direktur saya presiden komisaris,” ujarnya ketika itu. 

Ternyata keputusan ini tepat. Dipegang oleh sosok Gede Widiade, Persija sanggup menjelma jadi tim yang disegani. Datangnya Marko Simic, Riko Simanjuntak, serta pelatih Stefano Cugurra jadi kombinasi apik bagi Persija Jakarta. 

© Media Persija
Gede Widiade saat perkenalkan Renan Silva kepada publik. Copyright: Media PersijaGede Widiade saat perkenalkan Renan Silva kepada publik.

Pada musim perdana Gede memegang kendali Persija, Macan Kemayoran finis di posisi keempat. Posisi ini adalah yang terbaik sejak tahun 2007. 

Puncaknya tentu saja pada tahun 2018 di mana mereka berhasil meraih gelar Liga 1 dan juga Piala Presiden. Double Winner yang diraih Persija mengangkat nama Gede Widiade ke puncak. 

'Kembalinya' Ferry dan Mediokritas Persija

Euforia Persija ternyata hanya berlangsung singkat. Bak petir di siang bolong, Gede Widiade 'sang penyelamat' memutuskan meninggalkan Persija sepenuhnya.

Kabar ini disampaikan dalam sebuah konferensi pers awal 2019 lalu. Jakmania pun jadi was-was karena perginya Gede yang mendadak itu juga berimbas ke sejumlah hal. 

Lapangan latihan aldiron di Pancoran kini tak lagi terdengar kabar pemakaiannya. Store resmi Persija pun sudah berganti nama menjadi GW Apparel Store

Dampak di luar lapangan atas kepergian GW ternyata berimbas ke atas lapangan. Prestasi Persija kembali macet saat Ferry Paulus menggantikan posisi Gede di kursi CEO klub. 

Sama seperti pertengahan tahun 2011 sampai awal 2017 lalu, Persija seakan menjelma jadi tim medioker. Bahkan lebih parah dari sebelum-sebelumnya.

© Zainal Hasan/INDOSPORT
Pemaparan CEO Persija Jakarta Ferry Paulus terkait pembukaan Development Center atau La Masia Persija Jakarta. Foto: Zainal Hasan/INDOSPORT Copyright: Zainal Hasan/INDOSPORTPemaparan CEO Persija Jakarta Ferry Paulus terkait pembukaan Development Center atau La Masia Persija Jakarta. Foto: Zainal Hasan/INDOSPORT

Hingga jelang paruh musim ini, Persija terdampar di posisi ke-17 klasemen. Persija sang juara bertahan kini harus berjuang keluar dari zona degradasi. Misi masuk 10 besar jadi target paling realistis untuk Macan Kemayoran di putaran kedua.

Tak heran publik sepak bola nasional menduga-duga malangnya nasib Persija musim ini adalah berkat kegagalan Ferry Paulus mengisi peran yang ditinggalkan Gede Widiade.