Liga Indonesia

4 Kerugian Timnas Indonesia jika PSSI Tunjuk Ruud Gullit sebagai Pelatih

Rabu, 4 Desember 2019 17:09 WIB
Penulis: Arief Tirtana | Editor: Arum Kusuma Dewi
© Richard Heathcote/Getty Images
Ruud Gullit disebut menjadi salah satu kandidat pelatih Timnas Indonesia. Copyright: © Richard Heathcote/Getty Images
Ruud Gullit disebut menjadi salah satu kandidat pelatih Timnas Indonesia.

INDOSPORT.COM - Ruud Gullit disebut menjadi salah satu kandidat pelatih Timnas Indonesia. Empat kerugian pun berpotensi dihadirkan pria asal Belanda itu.

Usai nama Shin Tae-yong dan Luis Milla, PSSI kini memunculkan Ruud Gullit sebagai kandidat baru pelatih yang akan memimpin Timnas Indonesia.

Diungkapkan Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan, PSSI memang baru dalam tahap mencoba menjalin komunikasi dengan Gullit. Namun munculnya legenda Timnas Belanda itu menarik untuk diperhatikan.

Salah satunya mengenai latar belakang karier kepelatihan Ruud Gullit, yang jika diperhatikan tak juga begitu menjanjikan.

Mengawali karier pelatih di Chelsea saat masih juga menjadi pemain di musim 1996/97, Gullit memang sempat mempersembahkan trofi Piala FA. Sejumlah klub ternama dunia seperti Newcastle United dan Feyenoord pun sempat dipimpin pria bernama asli Rudi Dil itu.

Tetapi bukan berati potensi kerugian tak membayangi Timnas Indonesia andai nantinya secara resmi PSSI menunjuk Ruud Gullit sebagai pelatih.

Untuk itu, berikut INDOSPORT coba menjabarkan setidaknya empat kerugian yang berpotensi hadir jika nantinya Timnas Indonesia dilatih oleh Ruud Gullit.

Minim Pengalaman

Kerugian pertama yang berpotensi didapat Timnas Indonesia adalah bahwa Ruud Gullit merupakan pelatih yang minim pengalaman.

Sebagai pemain, jelas tak ada ada keraguan akan kualitas Ruud Gullit. Namun sebagai pelatih, satu trofi Piala FA yang didapatnya jelas bukan sesuatu yang bisa dijadikan tolok ukur kesuksesan.

Mengingat, setelah satu gelar Piala FA itu, Gullit justru lengser dari kursi kepelatihan Chelsea. Setelah hanya melakoni 72 pertandingan.

Begitupun setelahnya di Newcastle, Gullit hanya bisa melewati 45 pertandingan. Di Feyenoord 43 pertandingan. Di LA Galaxy 19 pertandingan. Bahkan di klub Rusia Terek Grozny, Gullit hanya bertahan 13 pertandingan.

Jumlah pertandingan yang dilakoni Ruud Gullit sebagai pelatih itu jelas terhitung sedikit, dalam usianya yang kini sudah menginjak 57 tahun. Apa lagi jika dibandingkan dengan pengalaman melatih Luis Milla, juga Shin Tae-yong.

Sering Menganggur

Minimnya jam terbang Ruud Gullit sebagai pelatih juga berbanding lurus dengan kondisi di mana dirinya lebih banyak menganggur dari dunia kepelatihan.

Hal tersebut tentu bisa menjadi kerugian berikutnya buat Timnas Indonesia. Sebab terakhir kali Ruud Gullit ada di dunia kepelatihan yakni pada 2017 atau dua tahun lalu. Itupun hanya berstatus asisten manajer Dick Advocaat di Timnas Belanda.

Sementara sebagai pemimpin langsung sebuah tim, sebagai pelatih atau manajer, Gullit terakhir melakukannya di Terek Grozny tahun 2011 silam.

Gullit belakangan memang aktif sebagai pundit di berbagai kesempatan. Namun bagaimanapun, seringnya menganggur sebagai pelatih, membuat potensi kerugian akan semakin besar bisa didapat Timnas Indonesia.

Pelatih Satu Musim

Bukan hanya sedikit menjalani pertandingan, Ruud Gullit juga memliki catatan sebagai pelatih yang tak pernah bertahan lama di sebuah tim.

Paling lama, Gullit hanya mampu bertahan 1,5 musim atau 19 bulan kala melatih Chelsea. Sementara jika dihitung rata-rata, Gullit hanya bisa bertahan 0,8 tahun sebagai pelatih sebuah tim.

Catatan itu jelas akan sangat menjadi kerugian buat Timnas Indonesia. Sebab seperti sebelum-sebelumnya, perlu waktu yang tak sedikit untuk membangun Timnas Indonesia dengan berbagai kendala yang mengganggunya.

Maka jika mengikuti kebiasaannya yang hanya sekitar semusim di sebuah tim, mustahil rasanya akan ada gelar juara bisa diberikan Gullit buat Timnas Indonesia.

Belum Mengenal Karakter Sepak Bola Asia

Satu lagi kerugian yang bisa dihadirkan Ruud Gullit andai menjadi pelatih Timnas Indonesia adalah pengalamannya yang tak ada sama sekali di sepak bola Asia. Hal itu menjadi penting, sebab karakter sepak bola Asia jelas berbeda jauh dengan apa yang ada di Eropa.

Tanpa pengalaman di Asia, bukan berarti Gullit pasti gagal di Timnas Indonesia nantinya andai jadi pelatih.

Namun itu tentu akan menjadi kerugian, sebab Ruud Gullit pasti akan terlebih dahulu harus memahami karakter sepak bola Asia, untuk akhirnya bisa mengenal sepak bola tanah air jauh lebih dalam lagi, demi menciptakan Timnas Indonesia yang memiliki kualitas menjanjikan.