In-depth

Mengenang Jasa Besar Soeratin, Menentang Penjajahan dengan Sepak Bola

Minggu, 19 April 2020 17:33 WIB
Editor: Prio Hari Kristanto
© Grafis: Yanto/INDOSPORT
Bicara sejarah PSSI tentu tak akan lepas dari sosok Ir. Soeratin. Seorang pejuang yang merupakan pendiri sekaligus ketua umum PSSI yang pertama. Copyright: © Grafis: Yanto/INDOSPORT
Bicara sejarah PSSI tentu tak akan lepas dari sosok Ir. Soeratin. Seorang pejuang yang merupakan pendiri sekaligus ketua umum PSSI yang pertama.

INDOSPORT.COM - Bicara sejarah PSSI tentu tak akan lepas dari sosok Ir. Soeratin, sang pendiri sekaligus ketua umum PSSI yang pertama.

Tepat hari ini 19 April 2020 Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia merayakan hari jadinya yang ke-90 tahun. Sebuah usia yang tidak main-main bagi sebuah federasi sepak bola. 

Bicara sejarah PSSI tentu tak akan lepas dari sosok Ir. Soeratin. Seorang pejuang yang merupakan pendiri sekaligus ketua umum PSSI yang pertama.

Soeratin Sosrosoegondo lahir di Yogyakarta, 17 September 1898 merupakan seorang pribumi yang memiliki pendidikan tinggi pada zamannya. 

Soeratin menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Teknik Tinggi di Heckelenburg, Jerman, pada tahun 1927 dan kembali ke tanah air pada tahun 1928. Kembali ke Hindia Belanda, Soeratin bekerja pada sebuah perusahaan bangunan Belanda, Sizten en Lausada, yang berkantor pusat di Yogyakarta.

Memiliki pendidikan tinggi serta lama di negara orang tak membuat Soeratin kehilangan jiwa kebangsaannya. Soeratin juga tahu betul bagaimana nasib bangsanya yang tengah dijajah Belanda. 

Hal ini pun mendorong keinginannya untuk berbuat sesuatu demi membela saudara setanah air. Soeratin tak memilih jalur militer atau pun bertarung di ranah politik, tetapi ia memilih jalur sepak bola sebagai perjuangan. 

Sepak Bola Sebagai Alat Perjuangan

Soeratin muda memang dikenal gemar bermain sepak bola. Ia bersama tokoh lainnya bertekad untuk membangun sebuah badan sepak bola di bumi nusantara.

Sumpah Pemuda 28 Oktober 2028 benar-benar memberikan dampak besar pada perjuangan pemuda di masa itu. Soeratin termasuk salah satunya.

Menanggapi butir-butir kesepakatan dalam Sumpah Pemuda, ia menilai sepak bola sebagai salah satu wadah terbaik dalam menyemai nasionalisme di kalangan pemuda untuk menentang penjajahan Belanda .

Soeratin bersama tokoh lainnya mulai secara terorganisir melakukan pertemuan-pertemuan di Solo, Yogyakarta, dan Bandung. Tentu saja pertemuan-pertemuan ini dilakukan dengan sembunyi-sembunyi untuk menghindari sergapan Polisi Belanda (PID). 

Dengan ditemani suara derap langkah kaki dari PID yang mencurigai adanya sebuah gerakan politik di gedung batik pada 19 April 1930, sekumpulan pemuda di dalam bangunan itu melakukan pertemuan penting yang akhirnya melahirkan PSSI.

Sebanyak tujuh klub asli Indonesia saat itu turut membidani lahirnya Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia yang kemudian berganti nama menjadi Persatuan Sepak Bola Indonesia. 

Kegiatan mengurusi PSSI yang cukup sibuk dengan digulirkannya beberapa kompetisi rutin sejak 1931, pada akhirnya membawa Soeratin pada sebuah pilihan, pekerjaannya di perusahaan konstruksi atau PSSI.

Soeratin pun memutuskan keluar dari pekerjaannya di perusahaan bangunan Belanda itu. Padahal, di sana dirinya merupakan satu-satunya pribumi yang duduk sejajar dengan komisaris perusahaan. 

Namun dengan dorongan semangat nasionalisme yang tinggi, ia memutuskan untuk mundur dari jabatan tersebut dan fokus mewujudkan mimpinya memajukan sepak bola Indonesia. 

“Beliau meninggalkan pekerjaannya karena dipaksa memilih antara pekerjaan, yang gajinya disamakan dengan gaji pegawai Belanda setingkat dengan beliau (sangat besar saat itu) atau kegiatan sepak bola,” cerita Wuly Sukartono Santoso, cucu Soeratin kepada INDOSPORT beberapa waktu lalu. 

Secara bertahap PSSI mulai mendapatkan tempat di masyarakat.  PSSI pun menjadi ancaman organisasi sepak bola Hindia Belanda yang lebih dulu dibentuk Belanda, yakni NIVB.

Kerja keras Soeratin membuahkan hasil ketika NIVB akhirnya mulai kalah pamor dengan PSSI. NIVB oun menawarkan kerja sama untuk membentuk Timnas Hindia Belanda yang kuat untuk ajang Piala Dunia 1938.

Meski begitu, persaingan tetap ada pada NIVB dan PSSI. NIVB bahkan merasa terancam dengan keberadaan PSSI. 

Maklum, di masa itu PSSI memiliki tim yang lebih kuat dari NIVB. Hal ini terbukti ketika PSSI mampu menaham imbang tim kuat asal China 2-2 sementara di waktu bersamaan NIVB harus dikalahkan 4-0. 

Selepas itu, pergolakan terjadi Indonesia ketika Jepang menyerbu dan menggantikan Belanda sebagai penjajah. Secara tidak langsung, PSSI pun untuk sementara vakum karena tengah berada di bawah naungan Jepang. 

Meski demikian, Soeratin ternyata tetap membela Indonesia tapi dengan ikut mengangkat senjata membela NKRI. Dengan masuk ke bagian TKR (cikal bakal TNI), Soeratin yang saat itu berpangkat letnan kolonel memimpin pabrik mesiu, senjata, dan dinamit.

Akhir Hayat Sang Pahlawan

Setelah Indonesia merdeka dan tidak lagi memimpin PSSI, Soeratin diketahui tinggal di sebuah paviliun di Bandung. Soeratin hanya tinggal bersama istri tercintanya tapi dengan kondisi dirinya yang sakit-sakitan.

Karena penyakit yang dideritanya di masa tua dan sudah menahun, Soeratin pun pensiun sepenuhnya dari dunia sepak bola dan militer dengan pangkat letnan kolonelnya.

Ketika gugur pada 1 Desember 1959 Soeratin meninggalkan dunia dengan kondisi serba keterbatasan secara ekonomi. 

Di hari jadi ke-90 ini, Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan, kembali menegaskan tekadnya agar Soeratin diangkat menjadi pahlawan nasional

“Kami akan terus berjuang agar almarhum bapak Soeratin bisa memperoleh anugerah sebagai pahlawan nasional atas jasanya membuat sepak bola menjadi alat pemersatu bangsa di era pergerakan menuju kemerdekaan,” ujar Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan, dikutip dari laman resmi PSSI.

Soeratin memang pantas dianugerahi gelar pahlawan nasional. Dirinya berjasa berjuang melawan penjajah dengan sepak bola, sebuah olahraga yang sampai kini terbukti mampu mengangkat martabat sebuah bangsa. 

Soeratin juga telah mengabdi bagi negara dengan ikut mengangkat senjata melawan penjajahan di masa Jepang. 

Kiranya semangat asli perjuangan Soeratin dengan PSSI-nya mampu menyadarkan penerus-penerusnya di masa kini  untuk selalu bekerja jujur dan berorientasi pada kebangkitan sepak bola Indonesia