In-depth

PSSI dan PT LIB yang Tak Kunjung Jua Membahas Nasib Liga 1 dan 2

Senin, 11 Mei 2020 17:22 WIB
Editor: Prio Hari Kristanto
© Grafis: Yanto/INDOSPORT
Nasib kompetisi Liga 1 dan 2 tengah menggantung akibat pandemi COVID-19, namun PSSI dan PT LIB belum jua duduk bersama untuk membahas. Copyright: © Grafis: Yanto/INDOSPORT
Nasib kompetisi Liga 1 dan 2 tengah menggantung akibat pandemi COVID-19, namun PSSI dan PT LIB belum jua duduk bersama untuk membahas.

INDOSPORT.COM - Nasib kompetisi Liga 1 dan 2 tengah menggantung akibat pandemi COVID-19, namun PSSI dan PT LIB belum jua duduk bersama untuk membahas. 

Sebanyak 15 klub Liga 1 atau mayoritas peserta kompetisi baru-baru ini melayangkan tuntutan resmi kepada PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) untuk segera menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa. 

Klub-klub memang sudah lama merasa gelisah dengan nasib kompetisi Liga 1 dan Liga 2 yang masih menggantung sejak dihentikan karena pandemi COVID-19 pada pertengahan Maret lalu. 

Dalam tuntutannya itu klub-klub peserta Liga 1 meminta adanya kejelasan kepastian bisnis kompetisi hingga subsidi klub. Mereka juga meminta PT LIB segera membahas nasib kompetisi yang dihentikan karena pandemi plus membahas konflik internal yang tengah terjadi di PT LIB. 

"Sudah masuk (laporan) ke PSSI dan akan saya laporkan ke ketua umum. Beberapa anggota Komite Eksekutif (Exco) juga sudah mengetahuinya," ujar Plt. Sekjen PSSI, Yunus, dilansir dari Antara.

Sepak bola Indonesia memang tengah kembali kacau balau dalam dua bulan terakhir. Dihentikannya kompetisi selama hampir dua bulan membuat klub-klub hilang arah dan terjepit persoalan finansial. Para pemain pun terpaksa harus dipotong gaji hingga 75 persen. 

Masalah ini diperkeruh dengan isu nepotisme yang tengah ramai di PT LIB. Masalah ini bahkan mendapat perhatian khusus dari ketua umum PSSI, Mochamad Iriawan (Iwan Bule).

PSSI dan PT LIB Kurang Cekatan

Baik klub maupun pecinta sepak bola nasional harus menelan pil pahit setelah kompetisi Liga 1 dan 2 terpaksa harus dihentikan beberapa pekan setelah kick-off perdana. 

PSSI secara resmi menghentikan kompetisi Liga 1 dan 2 dalam batas waktu yang tak ditentukan mulai dari 22 Maret 2020. Tindakan ini diambil menyusul kondisi darurat yang diterapkan pemerintah terkait krisis COVID-19. 

Namun hingga hari ini, 11 Mei 2019, baik PSSI, PT LIB, dan klub-klub belum secara resmi 'duduk bersama' membahas kejelasan nasib kompetisi. Keengganan PSSI dan PT LIB untuk membahas persoalan secara mendetail dikarenakan masa tanggap darurat di Indonesia masih berjalan sampai 29 Mei.

"Sehingga menurut saya pilihan menunggu status darurat bencana ini sampai akhir Mei adalah pilihan yang paling realistis saat ini," ujar Iwan Bule kepada media.

Akhirnya, bersamaan dengan tuntutan belasan klub peserta, PSSI baru berinisiatif untuk menggelar Rapat Komite Eksekutif (Exco) untuk membahas nasib liga dan lainnya pada Jumat (08/05/20) lalu. 

Meskipun terbilang terlambat, namun langkah ini didukung oleh banyak pihak. Akan tetapi, apa daya. rapat itu harus ditunda seiring dengan pertemuan yang diadakan FIFA dengan PSSI. 

Pertemuan kembali dijadwal ulang pada esok hari, Selasa (12/05/20) andai tidak ada halangan lain yang menghadang. 

Berserah Kepada Pemerintah Bukanlah Solusi

PSSI dan PT LIB mesti memahami bahwa berserah ke pemerintah bukanlah solusi. Meskipun masa tanggap darurat belum diputuskan kelanjutannya hingga 29 Mei, bukan berarti PSSI dan PT LIB tak bisa bertindak. 

Federasi semestinya sudah jauh-jauh hari membahas segala kemungkinan yang ada. Seperti yang kita ketahui, terhentinya kompetisi bukanlah satu-satunya topik pembicaraan. 

Ada segudang persoalan turunan yang juga segera membutuhkan pembahasan serius di level federasi dan operator liga. 

Mulai dari kontrak pemain, opsi kompetisi pengganti, sampai masalah subsidi klub. Saat ini banyak pemain baik lokal maupun asing di Indonesia yang tengah terancam kontraknya. 

Hal ini jadi perhatian para pemain baik asing maupun lokal. Tentu mereka tak ingin terhentinya kompetisi juga berdampak pada pemutusan kontrak mereka yang rata-rata hanya jangka pendek. 

Klub-klub yang terjepit persoalan finansial juga menuntut agar dibayarkan subsidi yang telah dijanjikan. Bagaimana PSSI mengatur hal ini?

Dan yang paling terpenting adalah segala opsi yang bisa diambil terkait nasib liga setelah pandemi COVID-19 berakhir. 

Apakah jika berlanjut nanti pertandingan digelar dengan penonton atau tanpa penonton? Semua ini belum dibicarakan secara seksama di level federasi. 

Jika belajar kepada negara seperti Jerman, Italia, dan bahkan negara di Asia Timur, federasi sepak bola setempat secara konsisten terus menggodok segala kemungkinan yang ada terkait nasib kompetisi.

Opsi-opsi yang diambil jauh-jauh hari di level federasi membuat klub-klub, pemain, sponsor, dan stakeholder lainnya mudah dalam menyusun rencana

Ketika waktunya tiba, maka mereka tak perlu 'grasak grusuk' menggelar pertemuan karena semua bisa dieksekusi dengan sesegera mungkin. Maka tak heran Liga Korea Selatan sudah bisa kita saksikan di layar kaca tak lama setelah negara mereka bebas dari COVID-19. 

Selain itu, PSSI dan PT LIB mesti memahami dengan seksama timeline waktu persiapan klub-klub sepak bola setelah jeda panjang. Klub-klub idealnya tak bisa langsung bertanding seminggu setelah liga dilanjutkan. 

Pelatih setidaknya perlu mempersiapkan pola latihan khusus untuk mengembalikan fisik pemain yang kendur. Tahap ini saja membutuhkan waktu tiga minggu sampai satu bulan.  

Sungguh sebuah hal yang kurang elok ketika di tengah krisis sepak bola nasional yang membutuhkan penanganan segera, baik PT LIB maupun PSSI malah disibukkan dengan polemik penunjukkan Pradana Aditya Wicaksana, sebagai General Manager dan para pengganti Ratu Tisha.