Liga Indonesia

Viral Jadi Kebun Sayur, Ini Sejarah Stadion Mattoangin yang Dibangun di Bekas Lahan Peternakan

Sabtu, 23 Mei 2020 12:21 WIB
Penulis: Arief Tirtana | Editor: Theresia Ruth Simanjuntak
© Wira Wahyu Utama/Indosport.com
Viral menjadi kebun sayur saat kompetisi Liga 1 2020 vakum, berikut sejarah Stadion Mattoangin kandang PSM Makassar. Copyright: © Wira Wahyu Utama/Indosport.com
Viral menjadi kebun sayur saat kompetisi Liga 1 2020 vakum, berikut sejarah Stadion Mattoangin kandang PSM Makassar.

INDOSPORT.COM – Viral menjadi kebun sayur saat kompetisi Liga 1 2020 vakum, berikut sejarah Stadion Mattoangin kandang PSM Makassar.

Beberapa hari ini di media sosial viral mengenai kondisi kendang PSM Makassar, Stadion Mattoangin, yang berubah menjadi kebun sayur.

Hal itu terjadi lantaran tak adanya kompetisi Liga 1 2020 yang vakum cukup lama akibat pandemi virus corona. Tak bisa digunakan juga untuk latihan, kondisi kosong stadion yang juga bernama Stadion Andi Mattalatta itupun dimanfaatkan oleh sejumlah orang untuk berkebun, di sekitar area tribun utara kendang PSM Makassar.

Di luar kisah viralnya tersebut, Stadion Mattoangin sebenarnya menyimpan kisah menarik proses berdirinya. Mulai dari kisah dulunya merupakan lahan peternakan, hingga dibangun sebagai program uitholling dan pekan Olah Raga Nasional (PON).

Sejarah Stadion Mattoangin

Dalam sejarahnya Stadion Mattoangin dibangun untuk menyambut Pekan Olah Raga Nasional (PON) IV tahun 1957. Namun, sebelum itu sebenarnya ada kisah menarik dari berdirinya Stadion Mattoangin.

Mengutip halaman Historia, wilayah tempat Satdion Mattoangin tersebut berdiri, pada masa colonial adalah sebuah peternakan sapi Boerderij & Melkerijk (Peternakan dan Pemerahan Susu) Frisian. Yang dimiliki oleh orang Jerman berkewarganegaraan Belanda, Zwanziger, dengan sistem menyewa lahan ke pemerintah Hindia Belanda.

Kemudian, pasca runtuhnya kependudukan Belanda di Indonesia dan berganti Jepang, area peternakan itupun berubah, dimanfaatkan menjadi tangsi militer. Sampai masa terjadinya pemberontakan dalam era revolusi setelah kemerdekaan.

Pada saat itulah di sekitar tahun 1952, saat lahan sudah berbentuk lapangan, dikuasai kelompok pemberontak Andi Azis. Letkol Andi Mattalatta, yang saat itu menjabat sebagai pangdam/ketua Penguasa Perang Daerah (Peperda) Sulawesi Selatan dan Tenggara, muncul untuk membebaskan lahan itu.

Alih-alih dengan gencatan senjata, Andi Mattalatta datang ke kelompok Andi Aziz itu dengan menerapkan sistem uitholling. Yaitu sistem untuk menarik kembali para pemuda yang sebelumnya tergiur ikut gerombolan pemberontak, dengan beragam kegiatan olah raga.

Butuh waktu sekitar lima tahun Andi Mattalatta melakukan Langkah persuasifnya untuk merelokasi gerombolan pemberontak tersebut. Bahkan, Andi Mattalatta sampai harus mengeluarkan uangnya sendiri untuk merelokasi gerombolan pemberontak tersebut, agar mau meninggalkan lokasi yang akan dibangun Stadion Mattoangin.

Bahkan, untuk pembangunan Stadion Mattoangin, Andi Mattalatta juga sampai menggunakan uangnya sendiri, dan mengerahkan sekitar 300 pasukannya untuk bekerja membangun Stadion yang kelak menjadi kebanggaan masyarakat Makassar itu.

Perihal rencana pembangunan Stadion Mattoangin sendiri tak lepas dari ide ‘gila’ Andi Mattalatta yang ingin menjadikan Makassar sebagai tuan rumah PON IV. Padahal, saat itu kondisi Makassar masih berstatus dalam keadaan darurat perang, pasca munculnya beberapa pemberontakan.

Namun, Andi Mattalatta justru berkeinginan agar PON IV 1957 di Makassar itu menjadi puncak dari sistem uitholling yang dijalankannya.

Alhasil, setelah Andi Mattalatta langsung menemui ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Sri Sultan Hamengkubuwono IX di Jakarta. Diizinkanlah rencana tersebut.  Sultan Hamengkubuwono IX akhirnya memindahan PON IV 1957 yang tadinya akan digelar di Jakarta, menjadi pindah ke Makassar.