In-depth

Mengenang Sosok Pierluigi Collina: Wasit yang Ditakuti dan Disegani Pemain

Selasa, 1 Desember 2020 10:04 WIB
Editor: Zulfikar Pamungkas Indrawijaya
© GettyImages
Pierluigi Collina, mantan wasit sepak bola asal Italia. Copyright: © GettyImages
Pierluigi Collina, mantan wasit sepak bola asal Italia.
Mantra Pierluigi Collina dan Peran Militer dalam Karier sebagai Wasit

Pierluigi Collina lahir di Bologna pada 13 Februari 1960. Kariernya sebagai perangkat pertandingan di Italia pun dimulai sejak tahun 1988.

Sebelum menjalani kariernya sebagai wasit, Collina sendiri pernah menjalani karier di dunia kemiliteran. Pengalamannya di dunia militer pun ia aplikasikan dalam karier selanjutnya sebagai wasit.

Rekam jejak apik Collina terlihat saat dirinya dipromosikan untuk menjadi perangkat pertandingan di Serie B dan Serie A Italia. Hanya butuh tiga musim saja baginya untuk promosi  dan memimpin pertandingan profesional di negaranya.

Pada 1995, ia masuk dalam daftar wasit FIFA. Dengan masuknya ke dalam daftar wasit FIFA, karier Collina sebagai wasit pun melonjak. Ia pun ditunjuk untuk memimpin pertandingan-pertandingan internasional seperti Olimpiade tahun 1996 dan Piala Dunia 1998.

Berbicara soal Pierluigi Collina, tentu tak lepas dari sorotan tajam dan wajah menyeramkan yang membuat ciut nyali pemain. Ada yang menyebut wajah Collina dengan kepalanya yang plontos persis seperti lukisan karya Edvard Munch berjudul ‘The Scream’.

©
Caption Copyright: Pierluigi Collina

Dengan perawakan tinggi dan wajah yang seram, hampir seluruh pemain di pertandingan yang ia pimpin tak ada yang berani memprotes kebijakanya. Jika pun ada, nada tinggi dan sorot mata tajam akan mengarah ke pemain tersebut.

Sejatinya, yang membuat pemain jarang memprotes Collina bukanlah karena perawakan dan wajah seramnya. Collina menyebut prinsipnya sebagai wasit lah yang membuat para pemain segan kepadanya.

Mantra ‘I am a man of the rules’ selalu dipegang ole Collina yang memang pernah menjalani karier di kemiliteran. Sebagai wasit, ia memegang teguh mantra tersebut untuk memimpin pertandingan.

Sebagai wasit, Collina bertindak untuk menjadi orang yang dipercaya kedua pihak, bukanlah sosok yang mendikte ataupun menentukan pertandingan.

“Anda harus diterima di lapangan. Bukan karena Anda seorang wasit, tetapi karena orang-orang percaya kepadamu,” tutur Collina dikutip dari These Football Times.

Kharisma Collina sebagai wasit pun terlihat jelas pada laga final Liga Champions 1998/99. Saat Manchester United membuat dua gol di akhir pertandingan ke gawang Bayern Munchen, para pemain The Bavarian tertunduk lesu.

Di menit tersisa, Collina layaknya tim medis di medan perang ketika mengulurkan tangan kepada para pemain Munchen yang tertunduk dan terbaring lesu karena tak percaya kebobolan dua gol di akhir pertandingan.

Sebuah pemandangan epik tentunya bagi Collina sendiri, para pemain Munchen dan para penonton laga tersebut. Tindakan tersebut pun menjadi salah satu citra indah di balik sosok pria berusia 60 tahun tersebut.

Tak ayal, sematan wasit terbaik mampir kepadanya. Enam gelar wasit terbaik dari FIFA mampir kepadanya secara beruntun. Hingga memutuskan pensiun, Collina sendiri telah memimpin 467 pertandingan.

Dari 467 pertandingan itu, Pierluigi Collina mengeluarkan 1470 kartu kuning dan 131 kartu merah. Maka tak heran, pesonanya sebagai wasit mendapat penghargaan apik,termasuk saat menjadi cover gim sepak bola Pro Evolution Soccer 3 yang biasanya diisi para bintang sepak bola.