In-depth

Paul Gascoigne, Timnas Inggris, dan Mimpi yang Kandas di Piala Dunia

Senin, 28 Desember 2020 17:05 WIB
Editor: Nugrahenny Putri Untari
© Stu Forster/Allsport/Getty Images
Paul Gascoigne yang pernah membela Timnas Inggris. Copyright: © Stu Forster/Allsport/Getty Images
Paul Gascoigne yang pernah membela Timnas Inggris.

INDOSPORT.COM - Air mata Paul Gascoigne di Piala Dunia 1990 adalah salah satu hal paling sentimental dan mengharukan yang menghiasi sejarah perjalanan timnas Inggris.

Kiprah The Three Lions di kompetisi akbar empat tahunan ini, sudah bukan rahasia lagi, memang kerap kali mengecewakan, meski setidaknya belakangan prestasi mereka sudah mulai membaik saat gelaran 2018 di Rusia.

Generasi Harry Kane berhasil meraih peringkat keempat usai disingkirkan Kroasia di fase semifinal. Mereka kemudian ditaklukkan Belgia di pertandingan perebutan tempat ketiga.

Gelaran 2018 bisa dibilang pencapaian terbaik Timnas Inggris setelah tahun 1990, yang mana pada saat itu mereka juga berstatus semifinalis. Bermain di Turin, Gary Lineker dkk kalah adu penalti dengan Jerman Barat.

Gagal melaju ke final, Timnas Inggris berharap bisa pulang setidaknya dengan menggondol peringkat ketiga. Sayangnya, mereka tidak bisa mematahkan perlawanan Italia yang diperkuat Roberto Baggio dan Salvatore Schillaci dan lesatan gol mereka.

Hasil mengecewakan pun terpaksa ditelan Timnas Inggris yang sering bertabur bintang ini. Pasalnya, terakhir kali mereka memenangkan Piala Dunia adalah tahun 1966.

Selain kekecewaan yang mendalam, ada satu momen yang pastinya tidak akan dilupakan oleh Timnas Inggris dan juga publik sepak bola di perhelatan akbar tersebut. Bintang utamanya adalah Paul Gascoigne.

Pria yang akrab dipanggil Gazza tersebut meraih perhatian publik di partai semifinal kontra Jerman Barat, 4 Juli 1990. Semua berawal dari kartu kuning yang didapatkannya usai melanggar Thomas Berthold.

Setelah melihat wasit mengeluarkan kartu sakti tersebut, raut wajah Gascoigne langsung berubah drastis. Ia kemudian tidak dapat menahan air matanya.

Pasalnya, ia tidak dapat tampil di final jika Timnas Inggris berhasil lolos. Sebelumnya, Gascoigne sudah mendulang satu kartu kuning karena melanggar Ezo Scifo (Belgia).

© eurosport.com
Timnas Inggris yang berlaga di Piala Dunia 1990 Copyright: eurosport.comTimnas Inggris yang berlaga di Piala Dunia 1990

Air mata Paul Gascoigne di semifinal Piala Dunia 1990 tersebut merupakan wujud ketulusan hati, kejujuran, dan integritas seorang pria sekaligus pesepak bola yang jelas tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.

Pemandangan pemain menangis di lapangan mungkin tidak hanya berasal dari Gascoigne. Sederet bintang lapangan hijau tidak jarang menitihkan air mata karena diusir keluar lapangan atau mengalami cedera parah.

Akan tetapi, Gascoigne punya kisahnya sendiri, mengapa ia bisa sebegitu terpukulnya. Mengapa sampai menangis, toh pada saat itu usianya masih 23 tahun.

Tentu, seseorang tidak akan meneteskan air mata tanpa sebab, begitu pula Gascoigne, yang telah memimpikan panggung Piala Dunia sejak dirinya masih kecil.

“Ketika saya masih anak-anak dan bermain di klub masa kecil saya, saya bermimpi bisa berlaga di Piala Dunia, saya mewujudkannya di Italia. Ketika saya melihat kartu kuning itu, saya tahu semuanya telah berakhir,” kata Gascoigne, dikutip dari laman FIFA.

“Ketika segalanya berjalan dengan baik namun kemudian akan segera berakhir, saya merasa benar-benar takut. Saya tidak bisa menahannya, saya hanya bisa menangis,” ujarnya.

Dalam wawancara berbeda, pria kelahiran 27 Mei 1967 itu mengaku sangat terpukul karena telah mengecewakan para suporter yang telah mendukung dirinya dan Timnas Inggris.

Namun rasa kecewa dan sakit hati juga tidak dirasakan Paul Gascoigne seorang. Pelatihnya, Bobby Robson, juga sama sedihnya. Ia pun sempat terekam kamera memberi kata-kata penyemangat untuk pemainnya tersebut.

“Saya langsung sadar bahwa itu adalah momen terakhir bagi Paul Gascoigne. Sebuah tragedi baginya, tim, suporter, negara, dan dunia sepak bola, karena dia sangat bagus. Semakin besar laganya, semakin hebat pula dia,” jelas Robson.

Benar saja, setelahnya, Gascoigne tidak pernah berkesempatan lagi mencicipi kejayaan bersama The Three Lions. Kariernya di level Timnas berakhir pada tahun 1998 usai mengantongi 54 caps dan 10 gol.