In-depth

Serial Liga Indonesia Tanpa Klimaks: Nasib Sial Dream Team Persija 2015

Sabtu, 6 Februari 2021 15:05 WIB
Editor: Indra Citra Sena
© Herry Ibrahim/INDOSPORT
Persija Jakarta edisi 2015. Copyright: © Herry Ibrahim/INDOSPORT
Persija Jakarta edisi 2015.

INDOSPORT.COM - Sepak bola nasional mengalami mati suri selama hampir satu tahun terakhir. Puncaknya tentu saja saat PSSI mengetok palu pembubaran Liga 1 2020 akibat force majeure berupa pandemi virus corona, 20 Januari silam.

Kondisi ini mengembalikan ingatan publik kepada edisi 2015 yang juga dibubarkan oleh PSSI. Semakin mirip karena kompetisi kala itu sama-sama baru memasuki pekan ketiga sebelum ditangguhkan sejenak lalu distop secara permanen.

Mengenang edisi 2015, terdapat kisah menarik tentang salah satu klub peserta Liga Indonesia waktu itu, Persija Jakarta. Raksasa tradisional berjulukan Macan Kemayoran ini jor-joran mendatangkan sejumlah pemain asing berkualitas asal Eropa.

Berdasarkan penelusuran INDOSPORT, Persija edisi 2015 diperkuat empat pemain asing, yakni Alan Aciar (Argentina), Evgeniy Kabaev (Rusia), Martin Vunk (Estonia), dan Rohit Chand (Nepal). 

Dari kuota empat pemain asing, dua nama di antaranya berlabel timnas negaranya masing-masing. Siapa lagi kalau bukan Martin Vunk dan Rohit Chand. 

Satu nama lain, Evgeniy Kabaev (Rusia), boleh saja tak masuk golongan timnas, namun dia berstatus Top Skor Liga Super Estonia (36 gol) sebelum menerima pinangan Persija.

Tak hanya itu, skuat Persija terlihat lebih mewah dengan keberadaan dua pemain naturalisasi, Greg Nwokolo dan Stefano Lilipaly. Belum lagi bintang-bintang lokal kelas satu seperti Andritany Ardhiyasa, Ismed Sofyan, Ramdani Lestaluhu, dan Bambang Pamungkas.
 
Materi pemain yang mumpuni seketika melambungkan ekspektasi suporter untuk melihat Persija kembali merengkuh trofi juara Liga Indonesia usai mengalami masa paceklik selama lebih dari sedekade sejak 2001.

Apalagi, Persija Jakarta era 2010-an identik dengan papan tengah, terutama sejak Ferry Paulus menduduki jabatan Ketua Umum pada Juli 2011. 

Macan Kemayoran selalu berada di bawah bayang-bayang klub-klub lain yang secara bergantian menjuarai Liga Super Indonesia, yaitu Persipura Jayapura, Arema Malang, Sriwijaya FC, dan Persib Bandung.

Persija rezim Ferry Paulus bahkan kerap diterpa masalah pelik, mulai dari konflik dengan pemain akibat menunggak gaji hingga terpuruk di dasar klasemen Liga Super Indonesia. Wibawa mereka sebagai salah satu raksasa Indonesia pun lenyap secara perlahan.

Konflik manajemen Persija pimpinan Ferry Paulus dengan pemain terjadi pada edisi 2011-2012. Perseteruan melibatkan nama-nama senior seperti Bambang Pamungkas dan Ismed Sofyan, meski belakangan bisa diredam berkat itikad baik klub melunasi tunggakan gaji mereka.

"Krisis keuangan membuat banyak orang menjadi sensitif. Saya pribadi merasa berdosa atas berkembangnya situasi pelik ini. Saya mohon maaf kepada figur-figur yang terlanjur kecewa karena krisis ini" ucap Ferry Paulus kala itu seperti dikutip dari "Buku Gue Persija" terbitan Tabloid BOLA.

Krisis keuangan Persija era kepemimpinan Ferry Paulus periode 2011-2015 kemudian mendatangkan masalah baru. Klub terpuruk di dasar klasemen Liga Super Indonesia 2013 sepanjang putaran pertama, kendati selanjutnya bisa bangkit di putaran kedua dan menghindari jeratan degradasi.

Berkaca dari rekam jejak Ferry Paulus yang kurang mentereng, tak berlebihan bila The Jakmania sangat antusias menyongsong Liga Super Indonesia 2015 mengetahui skuat Persija berisikan pemain-pemain beken plus pelatih top Rahmad Darmawan. 

Target juara yang terasa muluk di musim-musim sebelumnya kini berkobar kembali. Persija Jakarta dijagokan sebagai salah satu kandidat kuat pemenang Liga Super Indonesia 2015, tak peduli meski menuai hasil minor dalam dua laga perdana kontra Arema (4-4) dan Persela Lamongan (0-1).

Lantas, bagaimana kelanjutannya? Di saat Persija dibekali skuat mengilap nan mewah yang memungkinkan The Jakmania untuk berharap melihat klub kesayangan mereka menyudahi paceklik juara Liga Indonesia, sepak bola Tanah Air malah bergejolak akibat konflik PSSI-Kemenpora.

Semua berawal dari keengganan Menpora RI, Imam Nahrawi, mengakui hasil Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI yang memunculkan La Nyalla Mattalitti sebagai ketua umum terpilih. Kemenpora bahkan membentuk Tim Sembilan untuk membenahi sepak bola Indonesia tanpa sedikit pun melibatkan kepengurusan baru PSSI kala itu. 

Kepelikan memunculkan efek bola salju yang berlanjut kepada keputusan Menpora membekukan PSSI lewat surat keputusan nomor 01307 tertanggal 17 April 2015. Mulai saat itu juga, mereka sepenuhnya memegang kendali atas kompetisi ISL 2015. 

Namun, PT Liga Indonesia selaku operator kompetisi yang berada di bawah naungan PSSI tak mau 'melayani' Kemenpora. Akhirnya, Komite Eksekutif (Exco) pun memutuskan untuk membubarkan ISL 2015.

"Kompetisi 2015 dinyatakan bubar akibat force majeure. Ada kondisi luar biasa yang menyebabkan kompetisi tak bisa berjalan dan diselesaikan sampai tuntas," cetus Wakil Ketua PSSI kala itu, Hinca Panjaitan.

Jadilah Persija Jakarta paling mewah di era Ferry Paulus gagal terbang tinggi. Hasrat juara mereka yang menggebu-gebu terpaksa harus dikubur dalam-dalam cuma karena keegoisan dan sikap keras kepala dua figur pejabat tinggi waktu itu, Imam Nahrawi (Menpora) dan La Nyalla Mattalitti (Ketum PSSI).

Bila dilihat secara keseluruhan, prestasi terbaik Persija Jakarta era kepemimpinan Ferry Paulus adalah peringkat ketiga edisi 2010-2011. Selain itu antara lain peringkat kelima (2011-2012), peringkat kesembilan (2013), dan peringkat kelima wilayah barat (2014).

Bagaimana dengan Liga 1 2018 ketika Persija keluar sebagai juara? Musim itu tidak masuk hitungan karena tampuk kekuasaan tertinggi klub bukan berada di tangan Ferry Paulus, melainkan Gede Widiade.