In-depth

Inter Milan Jadi Korban Kedua Suning Group: Baru Juara Langsung Bangkrut?

Kamis, 27 Mei 2021 08:31 WIB
Editor: Prio Hari Kristanto
© Nicolò Campo/LightRocket via Getty Images
Kepastian Inter meraih Scudetto didapat setelah Atalanta gagal meraih kemenangan atas Sassuolo pada pekan ke-34 Liga Italia 2020-2021. Copyright: © Nicolò Campo/LightRocket via Getty Images
Kepastian Inter meraih Scudetto didapat setelah Atalanta gagal meraih kemenangan atas Sassuolo pada pekan ke-34 Liga Italia 2020-2021.
Baru Juara Langsung Bangkrut

Inter Milan harus ekstra waspada terkait keberlangsungan klub. Sebab, Suning Group selaku pemilik pernah melakukan hal ekstrem kepada klub naungannya. 

Ya, pada Februari 2021 lalu Suning Group membubarkan klubnya di Liga China, Jiangsu Suning. Pembubaran Jiangsu Suning hanya 108 hari setelah mereka menjuarai Liga Super China pada November tahun lalu. 

Jiangsu Suning awalnya tidak bisa memenuhi tenggat waktu pendaftaran pemain untuk tampil di Liga Champions Asia. Mereka pun mundur dari ajang tersebut. 

Akhirnya pada 28 Februari atau berjarak lima tahun usai diakusisis oleh Suning Group, Jiangsu secara resmi membubarkan diri. Pembubaran tak cuma di tim utama, tetapi juga di tim sepak bola wanita dan akademi. 

Pandemi virus corona disebut sudah membuat keuangan Suning Group menjadi berantakan, sehingga memutuskan fokus di usaha utamanya, yakni bisnis ritel ketimbang non-ritel.

Tanda-tanda kebangkrutan sudah mulai terlihat pada November tahun lalu ketika gaji para pemain tidak dibayarkan. Pemain asing seperti Alex Teixeira, sampai enggan perpanjang kontrak. 

Pelatih juara, Cosmin Olaroiu, juga diputus kontrak pada 11 Februari. Situasi ini sangat mirip dengan yang terjadi di Inter Milan. Raksasa Italia itu pun patut waspada. 

Inter Korban Kedua Suning?

Pada tanggal 6 Juni 2016 silam, Suning Group melalui anak perusahaan yang berbasis di Luksemburg, Great Horizon, berhasil mengakuisisi saham mayoritas Inter Milan yang saat itu dipegang konsorsium asal Indonesia, Erick Thohir.

Pihak Suning Group resmi membeli saham mayoritas milik International Sports Capital dan sisa saham keluarga Moratti dengan total investasi mencapai 270 juta euro.

Dengan pembelian tersebut, Suning Group resmi menjadi pemegang utama klub Liga Italia itu setelah mengakuisisi 68,55% saham klub. Seiring berjalan waktu, Suning Group terus melakukan banyak investasi kepada Inter Milan, termasuk dana segar untuk pembelian pemain bintang.

Dari lansiran laman Tuttosport, disebutkan bahwa Suning Group sudah menghabiskan 700 juta euro (Rp 11,2 triliun) sepanjang 4 tahun terakhir untuk membangun kembali Nerazzurri.

Secara kondisi keuangan, sejatinya Suning Group sama sekali tak mengalami kendala, bahkan pada Agustus 2020 kemarin salah satu anak perusahaan utama Suning Group berhasil masuk dalam Fortune Global 500 List untuk keempat kalinya secara berturut-turut, dengan total pendapatan sebesar 97 miliar dolar hingga saat ini.

Sebagai informasi, Fortune Global 500 merupakan daftar 500 perusahaan top di seluruh dunia yang diukur berdasarkan pendapatan tahunan perusahaan.

Selain pendapatan tahunan yang tinggi, Suning Group melalui E-commerce yang baru-baru ini mereka luncurkan, Yun Wang Wangian, juga sukses mendapat sambutan positif dengan total investasi mencapai 915,5 juta dolar di Bursa Efek Shenzhen.

Lantas dengan keuangan induk perusahaan yang cukup stabil, mengapa kini kondisi finansial Inter Milan justru seperti diambang kebangkrutan?

Mengutip dari berbagai laman serta media lokal Italia, disebutkan bahwa masalah utama keuangan Inter Milan saat ini persis seperti Jiangsu Suning, yakni dampak krisis COVID-19.

Artinya, kerugian Inter Milan sampai saat ini memang disebabkan lantaran minimnya jumlah pemasukan yang tak sebanding dengan besarnya biaya pembayaran gaji para pemain.

Inter Milan sendiri memang sedang dikabarkan alami krisis finansial cukup parah. Melansir dari laman Il Corriere dello Sport, disebutkan bahwa pemasukan Inter Milan sangat berkurang akibat dari penyebaran virus Cov-19 sepanjang tahun 2020.

Akibat kebijakan tanpa penonton selama tahun 2020 lalu, pendapatan Inter Milan dari segi penjualan tiket penonton alami penurunan drastis. Selain itu, belanja besar serta beban gaji para pemain yang cukup banyak membuat kondisi keuangan Inter Milan benar-benar terpuruk.

Disebutkan, bahwa pada tahun 2020 kemarin Inter Milan telah menelan kerugian sebesar 100 juta euro (beberapa laporan bahkan menyebut total kerugian mencapai 150 juta euro).

Angka tersebut belum termasuk pembayaran gaji pemain serta cicilan pembelian Achraf Hakimi dari Real Madrid pada awal Januari silam.

Laman La Repubblica menjelaskan jika Inter Milan baru bisa membayarkan gaji para para pemain bulan Juli dan Agustus 2020 pada tanggal 16 Februari 2021 serta masih memiliki utang pembayaran transfer Hakimi sebesar 40 juta euro.

Apakah Suning Group tidak memberikan suntikan dana? Pihak Suning sendiri membantu keuangan klub, namun dalam bentuk pinjaman dari induk perusahaan mereka, Suning Group, sebesar 75 juta euro.

Sayang, meski kas klub bertambah, namun saldo utang Inter Milan juga ikut bertambah dalam waktu bersamaan. Hal inilah yang menjadikan neraca keuangan sampai saat ini belum berubah positif.

Buruknya perencanaan manajemen membuat Suning Group patut disalahkan. Sebab, mereka tidak memiliki formula untuk mengatasi krisis seperti klub-klub Eropa lainnya. 

Satu-satunya solusi adalah segera menjual jawara Liga Italia, Inter Milan, ke investor baru. Sampai saat ini baru BC Partners yang bersedia membayar sekitar 750-800 juta pound. Meski begitu, belum ada keterangan resmi dari klub mengenai kabar ini.