Bola Internasional

Pundit Malaysia Soroti Tragedi Kanjuruhan: Sepak Bola Indonesia Seperti Gunung Berapi

Selasa, 4 Oktober 2022 13:35 WIB
Penulis: Martini | Editor: Prio Hari Kristanto
© Ian Setiawan/INDOSPORT
Kerusuhan suporter usai laga Arema FC vs Persebaya pada Liga 1 pekan ke-11 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (01/10/22) malam. Copyright: © Ian Setiawan/INDOSPORT
Kerusuhan suporter usai laga Arema FC vs Persebaya pada Liga 1 pekan ke-11 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (01/10/22) malam.
1001 Hal Positif Sepak Bola Indonesia Langsung Buyar

Menurut komentator sepak bola Malaysia, Keesh Sundaresan, Tragedi Kanjuruhan usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya, tak akan separah ini jika aparat tidak gegabah.

Andai aparat keamanan tidak menembak gas air mata ke tribun suporter, barangkali korban yang berjatuhan tidak sebanyak ini, 125 nyawa melayang dalam satu malam. setidaknya itu data yang dilaporka polisi.

"Situasi dan malapetaka yang terjadi kemarin bisa dihindari, tapi badan yang harusnya bertanggung jawab (keamanan) tidak melakukan tugas mereka," ujar Keesh.

"Suporter adalah suporter, ada yang masuk ke lapangan, melempar batu, mencetuskan kegaduhan, semuanya ada, bukannya saya mengatakan mereka tidak bersalah."

"Tapi ini bukan hal baru. Siapa saja yang mengikuti sepak bola Indonesia, akan tahu bahwa insiden-insiden seperti ini sering terjadi," ungkap Keesh di Astro Arena.

"Ini adalah tugas pihak tertentu untuk menjaga dan mengawal keamanan. Tapi dari video kemarin, dia beri gas air mata ke kawasan suporter," ujar Keesh Sundaresan.

"Ada ribuan orang lain yang tidak tahu apa-apa, ribuan orang lain yang membawa keluarga, anak-anak, untuk menonton sepak bola, tapi ditembak gas air mata," ujarnya.

Hal yang cukup disayangkan, mengingat sepak bola Indonesia tengah dalam tren positif, namun semuanya buyar karena tragedi yang tak diinginkan tersebut.

"Yang lebih menyakitkan hati, sepak bola Indonesia yang memiliki 1001 hal positif, semuanya hilang karena satu kejadian ini."

"Komunitas sepak bola Indonesia akan membayar harga mahal, padahal mereka saat ini sedang membayar harga untuk kesalahan-kesalahan terdahulu," ujarnya.