Editorial

Blunder Liga Arab Saudi Merusak Sepakbola dengan Uang: Lo Punya Duit, Lo Punya Kuasa!

Jumat, 28 Juli 2023 09:09 WIB
Editor: Irfan Fikri
© REUTERS/Ahmed Yosri
Cristiano Ronaldo menjalani debut saat Al Nassr bersua Al Ettifaq di Liga Arab Saudi. REUTERS/Ahmed Yosri Copyright: © REUTERS/Ahmed Yosri
Cristiano Ronaldo menjalani debut saat Al Nassr bersua Al Ettifaq di Liga Arab Saudi. REUTERS/Ahmed Yosri

INDOSPORT.COM - Setelah sukses merekrut Cristiano Ronaldo dan sejumlah bintang sepakbola dunia dengan harga fantastis, sepertinya klub-klub liga Arab Saudi masih terus berburu bintang. Belakangan ramai diberitakan Kylian Mbappe yang siap diboyong dengan iming-iming gaji Rp11 triliunan pertahun atau Rp970 miliar perbulan. Sebuah angka yang kelewat batas normal untuk bayaran seorang pemain.

Belakangan juga ada nama bintang Napoli Victor Osimhen yang siap direkrut klub elit Al Hilal. Padahal pencetak gol terbanyak Liga Italia musim lalu ini sudah lama diincar sejumlah klub besar Eropa seperti Manchester United, namun sepertinya rayuan uang 300 juta euro bakal membuat Napoli lebih memilih melepas penyerang asal Nigeria itu ke Arab Saudi.

Tanpa disadari, di balik gemerlap dan kemewahan, ada dampak negatif yang dipastikan terjadi, terutama terkait transfer harga selangit.  

Salah satu dampak negatif utama dari transfer harga selangit adalah inflasi harga pemain. Ketika klub-klub di Liga Arab Saudi membayar jumlah yang sangat besar untuk pemain, hal ini menciptakan tren harga yang tidak realistis di pasar transfer sepak bola.

Klub lain kemudian terdorong untuk mengikuti tren ini, yang berujung pada harga pemain yang melambung tinggi di seluruh dunia. Inflasi harga ini dapat menyulitkan klub-klub kecil atau berbiaya rendah untuk bersaing dalam pasar transfer dan mempengaruhi keseimbangan kompetisi.

Lembaga pemeringkat kredit DBRS Morningstar menyatakan bahwa kepindahan Ronaldo ke Liga Pro Saudi dapat membahayakan profil risiko kredit klub-klub Eropa dan Amerika Utara. Dengan kata lain, risiko kredit adalah kemungkinan klub-klub Eropa sebagai debitur tidak mampu membayar pinjamannya. 

“Di Eropa, biaya klub untuk pembelian dan gaji pemain sangat tergantung dengan pendapatan mereka, Jika liga atau bahkan klub tak lagi mendapatkan daya tarik maka berdampak jangka panjang pada nilai merek, jumlah penonton dan tentunya berpengaruh pada pendapatan," kata Wakil Presiden Senior DBRS Morningstar untuk Keuangan Olahraga, Michael Goldberg.

Sepakbola Eropa sepertinya bakal sulit bersaing dengan uang tak berseri klub-klub Saudi Pro League karena terbentur dengan aturan financial fair play dan aturan UEFA yang melarang klub membelanjakan lebih dari 90% pendapatan tahunannya untuk gaji, transfer, dan biaya agen 

Transfer harga selangit di Liga Arab Saudi juga menjadi pertanyaan tentang asal-usul dana yang digunakan. Dugaan ada potensi penyalahgunaan uang untuk tujuan pencucian uang atau korupsi pun menyeruak. 

Terutama pada Oktober 2021, saat Newcastle United mengalami perpindahan kepemilikan ke perusahaan pengelolaan investasi negara Arab Saudi (PIF). 

Pengambilalihan Newcastle United oleh PIF Saudi disambut dengan kritik karena dianggap sebagai upaya untuk membersihkan reputasi semata untuk membersihkan dari catatan buruk tentang hak asasi manusia.  

Kelompok suporter NUFC Fans Against Sportswashing sempat protes atas pengambilalihan tersebut. Menurut mereka, pemilik klub Liga Inggris dilarang dimiliki oleh pelanggar HAM berat. Ditambah lagi ada desakan bahwa badan usaha milik negara atau lewat perantara perorangan tak boleh menguasai satu klub.

Namun belakangan protes tersebut meredup seiring pejabat Saudi secara konsisten membantah tuduhan pencucian uang dalam olahraga. Isu ini semakin redup dengan ucapan pengusaha Inggris Amanda Staveley yang menegaskan PIF independen dari pemerintah Saudi.

Meski banjir protes, kepemilikan klub oleh badan usaha negara juga langgeng dilakukan juara Liga Inggris Manchester City, (dimiliki oleh Abu Dhabi United Group) dan juara Liga Prancis Paris Saint-Germain (dimiliki oleh Qatar Sports Investments). Bahkan belakangan rencana Sheikh Jassim yang menawar Manchester United melalui Nine Two Foundation miliknya yang duga ada keterkaitan dengan penguasa Qatar, Tamim bin Hamad al-Thani. 

Dampak serius lain yang perlu diperhatikan klub-klub di Liga Arab Saudi yang mengeluarkan uang besar untuk transfer harga selangit yaitu beban finansial yang tinggi. 

Tentunya masih dalam ingatan kita soal Liga China medio 2016-2017 lalu sempat jor-joran mendatangkan pemain top Eropa namun belakangan klub-klub elit China rontok dengan sendirinya bahkan ada yang bubar karena bangkrut.  

Dampak langsung lainnya klub-klub dengan sumber daya finansial yang besar memiliki keunggulan dalam merekrut pemain bintang, sementara klub-klub dengan anggaran terbatas akan kesulitan untuk bersaing.

Akibatnya, beberapa klub dominan akan mendominasi kompetisi, sementara klub lain kesulitan untuk bersaing secara adil. Ketimpangan ini dapat mengurangi daya tarik liga bagi para penggemar dan menurunkan tingkat persaingan yang sehat. Kemungkinan besar, Al Hilal, Al Nasr, Al Ittihad dan Al-Ettifaq saja yang bakal sengit bersaing ketimbang klub lainnya di Liga Arab Saudi.

Sementara klub lain harus puas dengan pemain yang kurang terkenal atau berkualitas rendah. Pemusatan pemain top dalam beberapa klub berarti potensi talenta lokal atau pemain dari klub-klub kecil untuk berkembang terbatas. Hal ini dapat menghambat perkembangan sepak bola di tingkat lokal dan menciptakan ketergantungan pada pemain asing.

Masalah serius yang bakal terjadi yaitu sistem pembinaan pemain menjadi kurang dihargai karena klub lebih tertarik pada pemain yang sudah mapan dan siap bermain di level tinggi. Akibatnya, peluang untuk mengembangkan pemain muda lokal menjadi pemain top bisa berkurang.

Dalam jangka panjang, ini bisa menyebabkan kurangnya pemain berkualitas dari negara itu sendiri dan ketergantungan yang lebih besar pada pemain asing.

Akibat investasi gila-gilaan klub Arab Saudi di sepakbola ini juga dikhawatirkan membuat olahraga lain kalah pamor serta menimbulkan kecemburuan atlet terhadap olahraga lain seperti golf, tenis, MMA, dan balap dalam soal pendapatan.

Tapi faktanya apapun yang dilakukan para sultan Arab ini tak ada yang mampu dibendung. Terbukti sudah banyak bintang merapat dan sisanya akan menyusul demigelontoran uang di saldo rekening mereka. Lagi-lagi, Sultan mah bebas. Lo punya duit, lo punya kuasa!.