x

Segera ke Bundesliga! Union Berlin, Saksi Sejarah Jerman yang Enggan Jadi Klub Kaya

Minggu, 7 April 2019 19:16 WIB
Editor: Prio Hari Kristanto
Ultras FC Union Berlin

INDOSPORT.COM - FC Union Berlin mungkin bukan klub yang berkompetisi di Bundesliga Jerman atau bahkan memiliki prestasi yang mentereng. Bahkan, mereka belum pernah mentas di liga teratas Jerman itu terhitung sejak unifikasi Berlin pada 1990.

Namun, sebagai fans sepak bola, bisa jadi Anda akan terduduk lama  membaca sejarah klub satu ini. 

Jika kita mendengar sepak bola Jerman, biasanya yang langsung terlintas dalam pikiran kita adalah Bayern Munchen atau Timnas Jerman. 

Anda tidak salah memang. Maklum, baik Munchen maupun Tim Panser adalah duta terbaik sepak bola Jerman. 

Namun, tentu saja kita sepakat bahwa sepak bola Jerman lebih dari sekadar itu. 

Baca Juga

Seperti kultur di negara sepak bola lainnya, Jerman juga memiliki segudang kisah fanatisme dan persaingan sepak bola yang mengakar. Misalnya saja klub FC Union Berlin. 

Berlin mungkin bukan pusat kekuatan sepak bola di Jerman dan Eropa. Tetapi dalam sepak bola, Berlin memilik sejarah yang mendalam yang meliputi kehancuran, kebangkitan, dan pergolakan politik 

Kontras dengan tim dari selatan seperti Bayern Munchen, atau wilayah North Rhein-Westphalia seperti Dortmund, Leverkusen, serta Schalke, Berlin sebagai ibu kota justru tertinggal dalam sepak bola. 

Padahal, gairah sepak bola di Berlin tak kalah besarnya. Meletusnya Perang Dunia dan Perang Dingin adalah penyebab tertekannya sepak bola di Berlin. 

Saat ini, klub yang paling terkenal di Berlin adalah Hertha Berlin. Klub berwarna kebesaran biru putih ini bermarkas di daerah perkotaan dekat Olympiastadion yang dibangun untuk Olimpiade 1936. 

Namun, tumbuh di tepian kota, ada FC Union Berlin yang jadi saksi sejarah pergolakan politik Jerman. 


1. Sejarah Berdiri

Suporter klub FC Union Berlin.

Klub Union Berlin didirikan pada tahun 1906 dengan nama FC Olympia Oberschöneweide. Nama ini kemudian diubah menjadi SC Union Oberschöneweide. 

Setelah berdiri, klub pun seketika dapat julukan 'Metalworker Boys'. Julukan ini datang berkat warna jersey mereka yang sama dengan seragam pekerja pabrik logam setempat, yakni biru. 

Julukan ini sendiri masih bertahan hingga saat ini sebagai spirit dari kelas pekerja. Namun, dengan sedikit perubahan menjadi 'The Iron Ones'. 

Setelah Perang Dunia II, kegiatan sepak bola di Jerman dipaksa berhenti oleh sekutu, tak terkecuali FC Union. 

Selepas Perang Dunia, FC Union bangkit kembali dan merubah kostumnya menjadi merah dan putih. Dengan terpecahnya Jerman, mereka harus berkompetisi di belahan timur.

Pada 1968 mereka pun mendapat gelar pertamanya, yakni Piala Jerman Timur usai mengalahkan FC Carl Zeiss Jena 2-1. 

Sayangnya, gelar tersebut menjadi satu-satunya gelar yang diterima FC Union hingga saat ini. 

Perang Dingin dan Persaingan Berdarah dengan Dynamo Dresden

Dampak Perang Dunia harus dibayar mahal oleh Jerman. Saat Perang Dingin meletus, negara ini terpecah menjadi  dua, yakni Jerman Timur dan Jerman Barat. 

FC Union sebagai klub yang ada di wilayah Berlin Timur pun harus berkompetisi di Deutsche Demokratische Republik-Oberliga atau liga sepak bola di Jerman Timur.

Di waktu relatif bersamaan, FC Union kedatangan rival baru, yakni Dynamo Dresden. 

Dynamo Dresden yang juga bermarkas di Berlin menjadi penguasa sepak bola Jerman Timur dengan memenangai lima gelar liga antara tahun 1971-1978 serta meraih 10 gelar beruntun dari tahun 1979-1988.

Kedigdayaan Dresden tak terlepas dari keberadaan orang-orang pemerintahan hingga kepolisian rahasia Jerman Timur, Stasi.  

Sebaliknya, FC Union sebagai klub rival sekota dari Dresden tampil biasa-biasa saja. Akan tetapi, mereka sanggup menarik banyak suporter.

Rata-rata, FC Union ditonton oleh 20 ribu orang tiap bertanding. Para pendukung FC Union pun secara umum menentang otoriterisme yang ada di pemerintahan Jerman Timur. 

Tentu saja hal ini membangkitkan rasa kebencian antara suporter FC Union dan Dynamo Dresden. Di sinilah rivalitas di dalam dan luar lapangan terbangun. 

Dynamo Dresden jelas mendukung pemerintah dan liga yang korup, sementara FC Union tampil sebagai oposisi. 

Hasilnya bisa ditebak, serangkaian konflik berdarah pun terjadi. Sejumlah konflik brutal antarsuporter berulangkali meletus di Berlin. 


2. Reunifikasi

Skuat FC Union Berlin musim 2018/19.

Kondisi politik di Jerman kembali memberikan perubahan besar pada persepak bolaan Jerman. 

Setelah runtuhnya tembok Berlin pada akhir 1989, untuk kali pertama dua tim Berlin, yakni FC Union (Timur) dan Hertha Berlin (Barat), bertanding dalam sebuah laga persahabatan. 

Sebanyak 51 ribu fans hadir di Olympiastadion pada 27 Januari 1990 untuk menyaksikan laga tersebut. 

Di sekitar stadion, mereka telah ditunggu sekitar 100 fans Dynamo Dresden yang muncul dan memprovokasi.

Namun, chant-chant 'Stasi Raus!' ('Stasi Out!') dikumandangkan oleh suporter Herta maupun Union.

Kebangkrutan dan 'Berdarah untuk Union'

Jika Anda pikir reunifikasi akan membangkitkan klub FC Union, maka Anda salah. 

Setelah reunifikasi, FC Union justru mengalami masa kelam. Setelah menguasai kompetisi regional di 1993 dan 1994, mereka ditolak main di Bundesliga 2 lantaran kesulitan finansial.  

Bahkan, pada tahun 2004 FC Union Berlin hampir punah seutuhnya. Federasi Sepak Bola Jerman kala itu meminta dana jaminan sebesar 1,5 juta euro. 

Beruntung, seorang pebisnis sekaligus fans bernama Dirk Zingler dana menyuntikan dana. Dirk Zingler sendiri hingga saat ini menjabat menjadi presiden klub. 

Dirk Zingler tak sendiri. Ia juga dibantu oleh suporter. Pada 2004 suporter Union melakukan kampanye bernama  ‘Bluten für Union’ (bleed for Union). 

Para suporter ramai-ramai melakukan donor darah dan hasil penjualan darah tersebut diberikan untuk klub.  

'Menolak Kaya'

Ada yang menarik pada klub FC Union Berlin. Di saat sepak bola kini dipenuhi dengan komersialisme dan uang, namun hal itu tak begitu tampak di Union Berlin. 

Ketika banyak fans mengukur kesuksesan timnya dengan transfer-transfer pemain top dan trofi kabinet, namun fans Union Berlin tidak demikian. 

Tidak ada jarak antara Presiden Dirk Zingler dan fans. Semua keputusan bukan datang dari investor atau Zingler semata, melainkan atas penerimaan para fans. 

Mereka pun seperti menutup adanya investor lain yang memiliki pengaruh besar dan bisa mengatur-ngatur klub. 

Akan tetapi, hal ini bisa saja berubah jika nanti Union Berlin berkompetisi di Bundesliga. Maklum, Bundesliga jelas berbeda dari kasta di bawahnya.

Zingler sendiri berencana akan menambah kapasitas stadion. Namun, sepertinya mimpi Zingler bukan prioritas bagi fans yang hanya ingin menikmati sepak bola dengan santai. 

Fajar Baru FC Union

Pada musim 2018/19 harapan terpendam suporter FC Union untuk melihat timnya bertandingan di kasta teratas akhirnya mendekati kenyataan. 

Saat ini Union Berlin duduk di posisi tiga klasemen Bundesliga 2 dengan 47 poin. Union Berlin bersaing dengan Koln, Hamburg, Paderborn, dan Holstein Kiel untuk memperbutkan tiga tiket promosi ke Bundesliga. 

Di sisi lain, rival bebuyutan mereka, Dresden justru terpuruk di posisi 14 klasemen dan berjuang menghindari jurang degradasi ke kasta ketiga. 

Malam nanti, kedua tim akan bertemu dalam laga Derby Berlin di markas Dresden, Stadion Glücksgas. Kemenangan sangat dibutuhkan FC Union untuk mengamankan tiket promosi. 

Terus Ikuti Perkembangan Sepak Bola Indonesia dan Berita Olahraga Lainnya Hanya di INDOSPORT.COM

Bundesliga JermanDynamo DresdenBola InternasionalUnion Berlin

Berita Terkini