x

Sinar Terang N'Golo Kante di Eropa sebagai Mahakarya Terbaru Tuchel di Chelsea

Kamis, 18 Maret 2021 12:30 WIB
Editor: Zulfikar Pamungkas Indrawijaya
Gelandang muslim berkebangsaan Prancis milik klub Liga Inggris Chelsea NGolo Kante.

INDOSPORT.COM – Thomas Tuchel menorehkan mahakarya di skuat Chelsea saat ini. Terbaru, mahakarya yang ia buat terlihat dari sinar terang N’Golo Kante sejauh ini.

Tak ada yang meragukan Kante. Mendengar namanya saja, pecinta sepak bola sepakat bahwa ia lah gelandang bertahan terbaik atau salah satu yang terbaik di dunia.

Akan tetapi, sematan gelandang bertahan terbaik yang ia torehkan sejak 2016 sempat memudar dalam dua tahun terakhir. Teranyar, Kante kembali merebut tahta itu. Apalagi setelah penampilannya kala Chelsea menumbangkan Atletico Madrid.

Baca Juga
Baca Juga

Di leg kedua babak 16 besar Liga Champions, Chelsea harus kehilangan pilar pentingnya di lini tengah, yakni Jorginho.

 Sebagaimana diketahui, sejak Thomas Tuchel mengambil alih Chelsea, Jorginho menjadi ruh dalam permainan Chelsea yang mengandalkan Ball Possesion.

Di leg kedua, banyak yang ragu absennya Jorginho akan mempengaruhi gaya bermain Chelsea. Apalagi Kante sebagai penggantinya tak memiliki cukup kemampuan untuk mendistribusikan bola sebaik Jorginho.

Baca Juga
Baca Juga

Anggapan itu tak sepenuhnya salah. Sebab, Kante bermain dengan gayanya sendiri yang membuat Tuchel merasa puas akan penampilannya di laga melawan Atletico Madrid.

Kante terpilih menjadi Man of the Match berkat kemampuannya yang selalu nampak di setiap sudut lapangan sembari menjadi poros dari permainan Chelsea bersama Mateo Kovacic.

Tentu apa yang ditampilkan N’Golo Kante di laga melawan Atletico menjadi mahakarya terbaru Thomas Tuchel yang sadar akan potensi apa yang dimiliki pemain berkebangsaan Prancis tersebut untuk Chelsea.


1. Posisi Ideal N'Golo Kante

N'Golo Kante, pemain bintang klub Liga Inggris, Chelsea.

Di laga melawan Atletico Madrid, N'Golo Kante terlihat selalu berada di tempat di mana bola bergulir. Atribut inilah yang membuatnya dicap sebagai gelandang bertahan terbaik di dunia sepak bola saat ini.

Sejatinya, gelar terbaik untuk posisi tersebut sempat hilang dari genggamannya. Terhitung sejak dirinya dipasang lebih ke depan sebagai pemain bernomor 8 dalam skema 4-3-3 Maurizio Sarri pada musim 2018/19.

Kala itu, banyak yang mencemooh keputusan Sarri. Sebab, Kante yang dikenal sebagai gelandang bertahan terbaik harus rela tempatnya tergeser oleh Jorginho yang notabene tak memiliki atribut khas gelandang bertahan yang cepat dan punya fisik kuat.

Pergantian pelatih dari Sarri ke Frank Lampard pun membuat banyak pihak yakin Kante akan kembali ke posisi awalnya, yakni gelandang bertahan. Sejenak, hal tersebut tak terbukti karena peran Jorginho di awal kepelatihan Lampard.

Barulah pada musim 2020/21, Lampard mengembalikan Kante ke posisi pemain bernomor 6 atau dikenal sebagai gelandang bertahan dalam skema 4-3-3. Keputusan ini malah berujung fatal.

Faktanya, Kante tak pernah bisa beroperasi sebagai gelandang bertahan seperti yang dikatakan banyak orang dalam skema 4-3-3. Sebab, Kante sejatinya adalah pemain bertipikal Box to Box seperti yang dilakukan Sarri.

“Kante bukanlah gelandang yang duduk diam bertahan (kata lain gelandang bertahan). Dia selalu bermain sebagai Double Pivot, “ tutur Gianfranco Zola, mantan asisten Sarri di Chelsea.

“Saya bermain lebih baik dalam beberapa tahun dengan Double Pivot. Saya menemukan diriku sebagai gelandang Box to Box dengan satu pemain nomor 6 dan dua pemain nomor 8,” ucap Kante.

Pada era Antonio Conte, Kante beroperasi bersama Nemanja Matic dan Cesc Fabregas dalam skema 3-4-3 atau 3-5-2. Pun di Leicester City era Claudio Ranieri di mana ia dipasangkan dengan Danny Drinkwater sebagai Double Pivot.

Dan Tuchel seakan melengkapi teka-teki di manakah posisi terbaik untuk Kante. Tuchel sejak awal telah mendeskripsikan Kante sebagai pemain Double Six atau salah satu dari dua pemain di jantung permainan Chelsea.

“Saya pikir dia (Kante) kuat di Double Six, di tengah dan di jantung permainan. Dia di Double Six karena kami bisa menggunakan energinya, jarak yang ia tempuh dan volumenya dalam permainan,” kata Tuchel.

Di leg kedua melawan Atletico lah posisi Kante nampak jelas. Tuchel bisa dikatakan mampu mengeluarkan kemampuan terbaiknya sebagai Double Six yang tak sebatas dikenal sebagai gelandang bertahan saja seperti saat di bawah arahan Conte.

Kante bertindak di Double Six bersama Kovacic di mana ia bertindak sebagai gelandang Box to Box yang tak berhenti menyerang dan bertahan. Dengan kata lain, di laga tersebut justru Kovacic lah yang menggantikan peran Jorginho sebagai jenderal, dan bukan Kante seperti yang dikatakan banyak orang.

Terlihat Kante selalu aktif dalam bertahan dan menyerang di leg kedua melawan Atletico. Ia selalu terlihat di manapun saat bola berada di kaki lawan dengan  Ball Recoveries sebanyak 13 kali, dua sapuan dan dua intersep di laga itu.

Dalam menyerang, ia mampu melepaskan dua umpan kunci dengan dribel sukses sebanyak empat kali dalam tujuh kesempatan, termasuk saat ia mampu menjadi kreator gol Hakim Ziyech lewat sapuannya sebelum bola digiring Kai Havertz dalam skema serangan balik.

Apa yang ditampilkan N’Golo Kante sehingga menjadi Man of the Match di leg kedua melawan Atletico Madrid sendiri seakan menjadi mahakarya Thomas Tuchel di Chelsea. Ia mampu menemukan posisi terbaik yang sesuai dengan gaya bermain dan keinginan Kante menjadi gelandang Box to Box.

Atletico MadridChelseaFrank LampardAntonio ConteThomas TuchelMaurizio SarriN'Golo KanteIn Depth SportsSepak Bola

Berita Terkini