x

Gareth Southgate dan Perjudian yang Pupuskan Mimpi Inggris

Senin, 12 Juli 2021 14:00 WIB
Editor: Zulfikar Pamungkas Indrawijaya
Gareth Southgate, pelatih Timnas Inggris.

INDOSPORT.COM – Tim nasional Inggris harus menelan kenyataan pahit setelah tumbang di final Euro 2020 dari Italia. Kegagalan ini sendiri tak lepas dari perjudian buruk Gareth Southgate.

Inggris harus menyerah dari Italia lewat drama adu penalti di hadapan puluhan ribu pendukungnya yang memadati Stadion Wembley, Senin (12/07/21).

Sejatinya, Inggris memiliki peluang besar untuk menjadi kampiun Euro 2020 setelah berhasil mencetak gol cepat, yakni dalam waktu  2 menit sejak pertandingan dimula, lewat Luke Shaw.

Baca Juga
Baca Juga

Bek kiri Manchester United ini berhasil mencetak gol perdananya untuk Inggris lewat sontekannya yang memanfaatkan umpan silang Kieran Trippier dari sisi kiri pertahanan Italia.

Inggris pun terlihat perkasa di babak pertama dan taktik Gareth Southgate berhasil membuat Italia frustrasi dalam usahanya mencoba membongkar pertahanan The Three Lions.

Sayang, solidnya pertahanan Inggris tak bertahan lama dan berhasil dibongkar Italia lewat gol Leonardo Bonucci yang memanfaatkan kemelut di muka gawang di menit ke-67.

Baca Juga
Baca Juga

Gol Bonucci otomatis menyamakan kedudukan dan terus bertahan hingga waktu normal usai. Hasil imbang di waktu normal memaksa kedua tim bermain di babak tambahan dan berlanjut ke babak adu penalti.

Di babak adu penalti ini, dua penendang Inggris yakni Harry Kane dan Harry Maguire berhasil menuntaskan tugasnya. Namun, tiga penendang selanjutnya yakni Marcus Rashford, Jadon Sancho, dan Bukayo Saka gagal mengeksekusinya dan membuat Italia menjadi kampiun.

Kegagalan mengeksekusi penalti ini memang karena pemain Inggris. Namun, tak ada kegagalan tersebut andai Gareth Southgate tak melakukan perjudian di fase hidup dan mati The Three Lions di Euro 2020.


1. Perjudian Southgate Berakibat Fatal

Gareth Southgate

Mudah menyalahkan pemain yang gagal mengeksekusi penalti di laga sekelas final. Pasalnya, para pemain lah yang menjadi penentu bagi suatu tim menjadi juara atau tidak.

Namun, untuk kasus Inggris di final Euro 2020, kesalahan terbesar terletak pada sang pelatih, Gareth Southgate. Entah mengapa, ia melakukan perjudian di laga sekelas final.

Perjudian pertam Southgate yakni memainkan formasi 3 bek dengan mengandalkan serangan balik cepat dan pertahanan kokoh.

Di babak pertama, formasi ini memang terbukti ampuh mengingat formasi ini akan unggul melawan tim yang mengandalkan Possesion Ball seperti Italia. Terbukti, di babak pertama serangan Inggris berpusat pada kecepatan dalam menghancurkan garis pertahanana Gli Azzurri.

Kesalahan di babak pertama hanya ada ketidakmampuan Inggris mengkonversi peluang untuk mencetak gol sehingga bisa unggul cepat dan bertahan.

Di babak kedua, formasi 3 bek ini hanya fokus pada pertahanan, sehingga mengorbankan satu hal penting, yakni mencetak gol.

Alhasil, Roberto Mancini yang sadar akan celah Inggris di babak pertama pun memanfaatkan babak kedua untuk mencetak gol dan menguasai pertandingan karena The Three Lions hanya memainkan pola defensif sejak awal babak kedua.

Andai pada keunggulan 1-0 dan babak kedua Southgate menginstruksikan anak asuhnya bermain menyerang dengan serangan balik cepat dan menambah gol, maka Italia takkan mudah membalikkan keadaan atau menguasai pertandingan.

Kesalahan kedua adalah pengambilan keputusan Southgate. Sebenarnya, pria berusia 50 tahun ini telah melakukan hal tepat yakni memasukkan Jack Grealish untuk menambah daya gedor di babak tambahan.

Sayangnya, keputusan aneh ia ambil saat memasukkan dua pemain muda yang jarang tampil yakni Jadon Sancho dan Marcus Rashford di saat babak tambahan memasuki menit akhir, tepatnya di menit ke-120 dan akan berlanjut ke penalti.

Masuknya Sancho dan Rashford hanyalah kesia-siaan mengingat dua pemain bertipe menyerang ini tak mendapat banyak waktu untuk memberikan tekanan dan mencetak gol bagi Inggris.

Malah perjudian Southgate ini dilanjutkan dengan menunjuk Sanco, Rashford dan Bukayo Saka untuk menjadi eksekutor penalti di laga hidup mati, di depan puluhan ribu pendukungnya sendiri.

Adu penalti di final memainkan mental ketimbang kemampuan eksekusi. Boleh jadi, tiga pemain muda ini andal dalam eksekusi penalti, terutama Rashford bersama Manchester United.

Namun, untuk final, dibutuhkan pengalaman dan mental mumpuni untuk menghadapi tekanan, baik sebelum dan saat mengeksekusi tendangan.

Southgate boleh jadi salah menunjuk tiga pemain yang dua di antaranya baru masuk ke lapangan. Namun, kemanakah para pemain senior Inggris lainnya?

Selain Harry Kane dan Harry Maguire, masih ada nama pemain senior di kubu Inggris yang bisa ditunjuk seperti Raheem Sterling, Jack Grealish, dan Luke Shaw.

Anehnya, tiga pemain ini tak ditunjuk atau mungkin tak mau ditunjuk. Keputusan Southgate inilah yang membuat Inggris tumbang.

Secara tak langsung, keputusan Southgate juga membunuh mental para pemain mudanya yang menjadi eksekutor. Entah bagaimana beban yang mereka tanggung karena menjadi aktor kegagalan utama Inggris di final akibat penalti yang gagal.

Meski demikian, Inggris boleh berbangga. Setidaknya,para pemain muda ini akan menjadi tulang punggung utama di event-event selanjutnya. Siapa tahu, Piala Dunia 2022 akan menjadi penebusan berharga bagi para Singa Muda Inggris.

ItaliaEuro 2020Gareth SouthgateIn Depth SportsMarcus RashfordTimnas InggrisJadon SanchoSepak BolaBukayo SakaEuforia Eropa

Berita Terkini