x

Kisah Heroik Piala Afrika 1996 yang Bantu Nelson Mandela Satukan Afrika Selatan

Sabtu, 22 Januari 2022 19:02 WIB
Editor: Zulfikar Pamungkas Indrawijaya
Mengenang kisah heroik di ajang Piala Afrika 1996 yang membantu Nelson Mandela menyatukan Afrika Selatan.Foto: cafonline

INDOSPORT.COM – Mengenang kisah heroik di ajang Piala Afrika 1996 yang membantu Nelson Mandela menyatukan Afrika Selatan.

Piala Afrika selalu menyajikan kisah menarik dalam setiap perjalanannya. Salah satunya adalah pada gelaran tahun 1996 lalu yang secara tak langsung membantu tugas Nelson Mandela menyatukan Afrika Selatan.

Bagi penikmat film, tentu tak lupa akan film mengenai Nelson Mandela yang berjudul Invictus. Film yang rilis pada tahun 2009 ini menceritakan bagaimana Nelson Mandela menyatukan Afrika Selatan lewat olahraga Rugby.

Baca Juga
Baca Juga

Sebelumnya, Afrika Selatan kental akan Politik Apartheid yang telah dimulai sejak tahun 1910 silam kala Hendrik Verwoed membuat Uni Afrika Selatan.

Setelah berlangsung cukup lama, muncullah seorang Nelson Mandela yang menentang keras akan praktik Politik Apartheid. Kendati dipenjara 27 tahun lamanya, sosok inspiratif ini mampu terpilih sebagai Presiden Afrika Selatan.

Sebagai Presiden kulit hitam pertama, Nelson Mandela dihadapkan pada tugas berat untuk menyatukan Afrika Selatan. Singkat cerita, di film Invictus dikisahkan Nelson Mandela mengeluarkan keputusan mendukung timnas Rugby bernama Springbook yang didominasi kulit putih.

Baca Juga
Baca Juga

Hal itu membuatnya mendapat tentangan dari kulit hitam. Namun Nelson Mandela berpegang teguh dengan keputusannya demi menyatukan Afrika Selatan.

Tak disangka, olahraga Rugby ini mampu melepaskan perbedaan dan menyatukan Afrika Selatan usai keluar sebagai juara dunia Rugby 1995.

Setahun berselang, misi menyatukan Afrika Selatan yang digagas Nelson Mandela pun mendapat bantuan. Kali ini lewat sepak bola, tepatnya pada ajang Piala Afrika 1996. Bagaimana kisahnya?


1. Piala Afrika 1996 Akhiri Politik Apartheid di Afrika Selatan

Afrika Selatan juara Piala Afrika 1996. Foto: cafonline

Kisah menyatukan Afrika Selatan lewat olahraga kembali terulang di tahun 1996 di ajang Piala Afrika. Kisah ini diceritakan oleh Mark Fish, mantan penggawa tim Bafana Bafana saat menjuarai ajang dua tahunan itu, yang disebutnya membantu misi Nelson Mandela.

Sebagai permulaan, Mark Fish adalah palang pintu tangguh timnas Afrika Selatan yang punya pengalaman mumpuni di kancah Liga Italia era 90 an bersama Lazio. Ia sempat mencicipi kancah Liga Inggris bersama Bolton Wanderers dan Charlton Athletic.

Meski punya sepak terjang mentereng, Mark Fish menyebut bahwa keberhasilannya membawa Afrika Selatan menjuarai Piala Afrika 1996 adalah prestasi terbaiknya.

Karena lewat gelar juara Piala Afrika 1996 itu, ia dan rekan-rekannya membantu Nelson Mandela menyatukan Afrika Selatan lewat olahraga, sama seperti pada saat menjadi juara dunia Rugby 1995.

Saat itu di Piala Afrika 1996, Afrika Selatan mendapat kepercayaan menjadi tuan rumah untuk menggantikan Kenya yang secara infrastruktur belum siap.

Saat itu pula, Timnas Afrika Selatan dilatih oleh orang kulit putih yakni Clive Barker yang memimpin para pemain-pemain multiras, salah satunya Mark Fish yang notabene kulit putih.

Dalam perjalanannya, skuat Timnas Afrika Selatan tak yakin bisa menjadi pemenang. Masih adanya sisa-sisa konflik Politik Apartheid di negaranya menjadikan langkah tim Bafana Bafana kian sulit.

Namun, lewat sepak bola para pemain multiras ini bersatu dan mampu melewati ujian. Di babak grup, tim Afrika Selatan mampu menang atas Angola dan Mesir dengan skor 1-0 sehingga lolos ke perempat final sebagai juara grup A.

Di babak perempat final, Afrika Selatan bersua Aljazair. Lagi-lagi tim Bafana Bafana kembali meraih kemenangan dengan skor tipis 2-1.

Di babak semifinal, Afrika Selatan telah ditunggu lawan berat, yakni Ghana. Mark Fish yang jadi andalan di ajang itu, menyebut bahwa saat itu seluruh elemen di negaranya mulai mendukungnya dan menanggalkan sisa-sisa konflik Politik Apartheid.

“Pada semifinal, sebagian besar menyaksikan dan mendukung kami.  Kami membuat banyak orang sadar siapa Bafana Bafana. Semua orang tahu The Springbooks itu, dan seiring turnamen, kami membuat negara ini sadar,” ujar Mark Fish dikutip dari Planet Football.

Laga semifinal melawan Ghana disebut Mark Fish sebagai laga penentu juara. Maklum saja, saat itu Ghana dihuni pemain berlabel bintang, salah satunya Anthony Yeboaj.

Jadi, siapapun yang memenangkan semifinal ini akan menjadi juara Piala Afrika 1996. Hal itu dipercayai Mark Fish mengingat lawan yang dihadapi di final saat itu antara Tunisia dan Zambia.

“Ghana ada tim yang bagus. Rasanya siapapun yang menang dari kami akan mengangkat trofi,” kenang Mark Fish.

Tak disangka Afrika Selatan mampu meraih kemenangan 3-0 atas Ghana. Sontak kemenangan ini disambut meriah para penduduk Afrika Selatan, seperti saat The Springbooks menjadi juara dunia Rugby 1995.

“Sayangnya karena sejarah dan politik (Apartheid) di Afrika Selatan, seluruh generasi sepak bola Afrika Selatan tak bisa bermain di panggung dunia,” tutur Mark Fish.

“Jadi pada 1996, tak hanya kami yang bermain. Ada pula pesepak bola generasi 60, 70 dan 80 an yang tidak bisa bermain turut datang ke pertandingan (final). Ini lebih dari sekadar laga sepak bola bagi kami,” lanjutnya.

Di partai final, Afrika Selatan mampu mengalahkan Tunisia dengan skor 2-0 dan berhasil meraih gelar perdananya di kancah sepak bola.

Tak disangka hal ini turun membantu Nelson Mandela selaku Presiden kala itu, menyatukan kembali Afrika Selatan dalam balutan rasa nasionalisme.

“Apa yang telah kami capai untuk Afrika Selatan, lebih dari sekadar sepak bola. Itu masuk dalam gagasan (Nelson) Mandela tentang sihir Madiba (klan Nelson Mandela). Dia ingin menyatukan negara lewat olahraga dan kami mencapainya,” pungkas  pahlawan Piala Afrika 1996, Mark Fish.

Afrika SelatanPiala AfrikaRugbyIn Depth SportsBola InternasionalSepak Bola

Berita Terkini