Air Mata Akhir Hayat Atlet Kesayangan Ir. Soekarno
Kehidupan Gurnam yang semakin sulit dan terjepit ternyata menarik sempat perhatian seorang panglima militer yang saat itu bertugas di Medan. Secara pribadi, Panglima tersebut menyerahkan bantuan rumah kecil buat Gurnam Singh.
"Bapak dapat rumah kecil di Pancur Batu dari seorang panglima yang saya lupa namanya. Selain bapak, ada juga tukang becak yang dapat bantuan. Jadi rumah itu dibagi dua," kenang Sarjit yang mengaku harus melalui kehidupan sulit di dalam rumah yang terbilang sempit.
Seiring berjalannya waktu, Gurnam kian terjepit, seluruh harta bendanya terjual habis demi menyambung hidup. Medali-medali yang pernah diperolehnya semasa mengikuti kejuaraan Internasional di Rumania, Filipina, dan Malaysia kini tinggal kenangan tak berbekas.
Gurnam dipaksa mengalah dengan keadaan dan menghabiskan sebahagian usianya di sebuah kuil yang terletak di kawasan Polonia Medan.
Di akhir Sarjit sempat menyampaikan keinginan bapaknya yang belum terpenuhi, yakni menemui Yusuf Kalla. Entah apa yang mau disampaikannya, semua tersimpan rapat di balik kematiannya.
"Gak tau mau nyampaikan apa, tapi sebelum meninggal Bapak sempat bercita-cita ingin ketemu Jusuf Kalla," ujarnya.
Sepeninggal Gurnam, tak ada harta yang tersisa, hanya nama dan julukan besar yang terasa hampa. Sarjit sekan dipaksa melanjutkan estafet kemiskinan orang tuanya.
Bekerja serabutan usai ditinggal mati istri tercinta di balik kondisi pundaknya yang kerap menahan sakit akibat kecelakaan yang dialaminya beberapa waktu lalu, Sarjit hanya bisa pasrah.
Tak banyak yang diharapkannya saat ini. Baginya mendapatkan pekerjaan layak adalah hadiah terindah. Mengingat saat ini Sarjit harus menumpang ruang kelas yang kosong untuk berlindung dari sengatan mentari dan rintikan hujan.
Apalagi, Sarjit juga dituntut untuk menafkahi kedua putrinya yang tumbuh dewasa dan masih aktif mengenyam pendidikan.
"Sudah pernah dulu minta pekerjaan di instansi pemerintahan tapi gak dapat-dapat, yang ada cuma janji. Kalo gak kerja mocok-mocok gak makan. Apalagi anak masih sekolah. Mau kerja layak usia udah uzur dan tamatan juga tak mendukung. Semoga aja ada perhatian pemerintah, setidaknya kerjaanlah," ucapnya.
Setidaknya Sarjit masih bisa berbangga karena memiliki keluarga komunitas Sikh yang ikhlas membantunya tanpa pamrih.
Sebenarnya Sarjit enggan menceritakan kisah getir keluarga besarnya. Baginya harga diri jauh lebih berharga dari belas kasih pemerintah yang banyak mengobral janji.
"Kenapa baru sekarang saya cerita seperti ini? Padahal sebelumnya banyak juga yang bertanya kisah bapak. Ya, setidaknya ini bisa jadi pelajaran buat yang lain," harapnya.
Ya, Kisah Gurnam akan terus mengiang dan menjadi kenangan pahit tak terlupakan. Bahkan, ini jugalah yang menjadi alasan yang masih dipertahankan empat buah hatinya untuk tidak mengikuti jejak karir sang bapak atau ikut tergilas kejamnya zaman.