In-depth

Polemik PB Djarum vs KPAI dan Yayasan Lentera, Garis Tipis Eksploitasi Anak

Senin, 9 September 2019 15:49 WIB
Editor: Matheus Elmerio Giovanni
© INDOSPORT
KPAI vs Pb Djarum Copyright: © INDOSPORT
KPAI vs Pb Djarum

INDOSPORT.COM - Sedang ramai dibicarakan oleh para pecinta olahraga Indonesia, polemik yang libatkan PB Djarum, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Yayasan Lentera soal eksploitasi anak-anak.

Buntut dari polemik ini akhirnya membuat PB Djarum mengumumkan bahwa audisi umum pencarian bakat atlet muda bulutangkis di tahun 2019 merupakan yang terakhir kalinya digelar.

PB Djarum juga menyampaikan bahwa pada tahun 2020 mendatang, audisi pencarian bakat bulutangkis Indonesia ini akan dihentikan tapi dengan catatan 'sementara waktu'.

"Saya sampaikan ajang ini untuk pamit sementara waktu, tahun 2020 kita menghentikan audisi umum pencarian bakat bulutangkis ini. Memang sangat disayangkan, tapi demi kebaikan bersama, kita hentikan dulu," ucap Yoppy Rosimin selaku Direktur PB Djarum pada laman resmi pbdjarum.org.

Meski berdalih jika penutupan audisi hanya akan dilakukan untuk sementara waktu, namun PB Djarum belum bisa memastikan untuk dapat kembali membuka audisi umum beasiswa bulutangkis di masa mendatang.

“Bisa iya, bisa enggak (buka audisi), tergantung kondisi,” sebut Yoppy saat dihubungi awak media olahraga INDOSPORT, Minggu (08/09/19).

Namun Yoppy juga menambahkan bahwa audisi umum untuk tahun 2019 akan dipastikan berlangsung hingga final meski pun akan banyak risiko di tengah perjalanannya.

Audisi PB Djarum sendiri sudah sejak lama diadakan dan bahkan menjadi ajang pencarian bakat bulutangkis yang terbaik dalma sejarah panjang olahraga Indonesia. Sejak 2006 silam, setiap tahunnya PB Djarum konsisten mengadakan acara ini.

Kronologi PB Djarum vs KPAI dan Lentera Anak

Namun beberapa hari jelang audisi PB Djarum untuk tahun ini akan diadakan pada tanggal 28 Juli 2019 lalu, ada desakan dari Yayasan Lentera Anak tentang eksploitasi anak-anak yang dilakukan oleh ajang pencarian bakat ini.

Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari menduga adanya unsur eksploitasi anak karena mengharuskan mereka memakai kaos dengan terpampang tulisan Djarum sendiri.

"Pemantauan yang dilakukan Lentera Anak sejak 2015 sampai 2018 kemarin, panitia mengharuskan anak-anak peserta audisi mengenakan baju dengan tulisan Djarum, brand image produk tembakau," kata Lisda dalam siaran pers pada Juli lalu.

Ada juga tanggapan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang juga mendukung langkah KPAI dan Lentera Anak mengkritisi pencarian bakat yang dilakukan PB Djarum.

Menurut YLKI, penggunaan logo Djarum tersebut selain tidak pantas juga bertentangan regulasi yang berlaku, yakni PP No. 109/2012. Tidak peduli apapun alasannya logo tersebut merupakan brand image dari produk rokok, walaupun menurut mereka kedoknya foundation.

"Audisi olahraga tidak dilarang, tetapi yang menjadi masalah jika audisi olahraga untuk anak justru membawa brand rokok. Ini dapat menggiring pemahaman anak-anak bahwa rokok adalah hal biasa. Bahkan rokok bisa diartikan sebagai lambang prestasi bulutangkis, ini bahaya," ujar sekretaris YLKI, Agus Suyatno kepada INDOSPORT.

"Pemerintah dalam hal ini Kemenpora dapat mengambil alih peran memajukan bulutangkis dengan melakukan audisi beasiswa dan lebih kreatif menggandeng sponsor-sponsor yang bukan produk yang membahayakan kesehatan," pungkasnya.

PB Djarum lewat Senior Manajer Program Bakti Olahraga Djarum Foundation, Budi Darmawan membantah dengan menyebut bahwa pencarian bakat dan pembinaan atlet muda ini tak terkait sama sekali dengan pemasaran rokok.

"Begini saja membedakannya, silahkan datang ke warung atau minimarket, cari rokok namanya Djarum Badminton Club. Pasti tak ada, karena ini adalah klub untuk menyaring bakat muda bulutangkis yang didirikan oleh owner Djarum," ucap Budi seperti dilansir dari Antara.

Sementara dari KPAI sendiri menanggapi tanggapan PB Djarum yang menjelaskan bahwa kegiatan pencarian bakat yang sudah digelar belasan tahun ini, terselubung eksploitasi anak oleh industri rokok.

"Ada dua hal pokok yang mendasari KPAI menyoal audisi bulutangkis yang dilakukan Djarum Foundation untuk dihilangkan, yakni: pertama, unsur eksploitasi di mana tubuh anak tidak dijadikan media promosi gratis.

"Kedua, ada unsur denormalisasi produk rokok, anak dikenalkan bahwa rokok merupakan produk normal dengan menjadikan mereka 'sahabat yang tidak berbahaya', padahal seharusnya anak-anak harus menjauhinya," ucap Komisioner KPAI, Sitti Hikmawatty saat dihubungi awak media INDOSPORT, Senin (09/09/19) sore.

KPAI juga menambahkan bahwa PB Djarum harus bisa membuktikan bahwa kegiatan ini murni mencari bakat muda bulutangkis tapi sesuai dengan tata aturan dan tata perundangan yang berlaku di Indonesia.

"PB Djarum harus bisa membuktikan komitmen mereka bahwa ini kegiatan Bakti kepada Negeri, yang ingin disesuaikan dan diselaraskan dengan tata aturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia," lanjutnya lagi.

Apakah PB Djarum Eksploitasi Anak?

© Dok PB Djarum
Audisi PB Djarum Copyright: Dok PB DjarumAudisi PB Djarum

Dengan segala polemik yang terjadi, kini pihak KPAI, pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) serta PB Djarum juga masih akan membahas solusi apa yang bisa diberikan ke depannya.

Tapi jika berbicara tentang eksploitasi sendiri, sebenarnya apa artinya? Melihat dari kbbi.web.id, eksploitasi bisa dibaca dengan penggalan kata eks.ploi.ta.si memiliki arti pendayagunaan, pemanfaatan untuk keuntungan sendiri dengan memeras tenaga orang.

Lantas PB Djarum itu apa? Apakah benar mereka sebuah perusahaan tembakau yang menggunakan bulutangkis sebagai wadah promosi mereka?

Melihat dari visi dan misi yang tertera di situs resmi pbdjarum.org, sudah cukup jelas bahwa mereka bukanlah perusahaan tembakau yang berpusat di Kudus.

Visi PB Djarum sendiri adalah membantu persatuan Indonesia dan mengharumkan nama bangsa dengan berprestasi di bidang bulutangkis dunia. Sementara misi, mereka ingin menjadi klub terbaik Indonesia yang penuh dengan pemain-pemain bulutangkis asal Indonesia.

Awal mula dari PB Djarum juga dikarenakan kecintaan Budi Hartono, selaku CEO PT Djarum pada bulutangkis. Selain itu, pada tahun 1969, karyawan PT Djarum memang gemar berolahraga bersama dan memainkan bulutangkis.

Tak lama dari tahun 1969, klub bulutangkis yang juga menampung masyarakat di luar karyawan PT Djarum itu, menelurkan Liem Swie King, yang kini kita kenal sebagai legenda bulutangkis Indonesia.

Setelah dibina oleh PB Djarum, pemain yang akrab disapa King ini, menjadi legenda bulutangkis Indonesia. Dia sukses menjuarai All England tiga kali (1978, 1979, 1981) dan juga berbagai gelar di ajang internasional seperti Asian Games, SEA Games, Thomas Cup, Indonesia Open, Malaysia Open dan Jepang Open.

Tidak hanya King, ada juga Alan Budikusuma, Hariyanto Arbi, Tontowi Ahmad, Liliyana Natsir hingga kini yang paling terkenal adalah Kevin Sanjaya. Nama terakhir bahkan menempati peringkat pertama dunia untuk ganda putra bersama Marcus Gideon.

Melihat sederet atlet berprestasi yang telah dilahirkan dari PB Djarum, sebenarnya apakah kata eksploitasi masih pantas dituduhkan kepada mereka? 

Seperti yang ditulis di atas, eksploitasi adalah pemanfaatan untuk keuntungan sendiri. Tapi yang terjadi sekarang malah Indonesia dan segenap masyarakat Tanah Air bangga melihat atlet-atlet bulutangkis jebolan PB Djarum mengharumkan nama bangsa di kancah internasional.