In-depth

Menelusuri Jejak Tati Sumirah, Legenda Bulutangkis Peraih Uber Cup Pertama untuk Indonesia

Sabtu, 16 November 2019 21:04 WIB
Penulis: Martini | Editor: Arum Kusuma Dewi
© Martin Gibsian/INDOSPORT
Srikandi Bulutangkis Indonesia, Tati Sumirah. Copyright: © Martin Gibsian/INDOSPORT
Srikandi Bulutangkis Indonesia, Tati Sumirah.

INDOSPORT.COM – Di tengah kejayaan bulutangkis Indonesia dan banyaknya apresiasi yang diberikan kepada para atlet berprestasi, namun, ada satu hal yang membuat gundah. Mirisnya kisah Tati Sumirah, legenda bulutangkis Tanah Air yang telah mempersembahkan gelar Uber Cup pertama untuk Indonesia di tahun 1975.

Tati Sumirah menghabiskan usia senjanya dengan hidup sederhana di kediamannya di Buaran, Jakarta Timur, bersama sang ibu dan adik bungsunya. Atlet veteran berusia 67 tahun itu jauh dari perhatian pemerintah maupun PBSI selaku federasi bulutangkis nasional.

Sehari-hari, Tati Sumirah hanya menghabiskan waktu di rumah sembari merawat sang ibu, yang saat ini juga telah berusia senja, yakni 86 tahun. Sementara untuk kebutuhan sehari-hari, Tati hanya menerima uluran tangan dari keluarga.

“Memang dari pemerintah nggak ada uangnya, uang pensiun. Sehari-hari saya di rumah saja, ngurusin orang tua. Saya di rumah sama adik paling bontot, itu yang belum menikah. Saya belum menikah juga, tapi ya sudah ngurusin orang tua saja. Saya orangnya nggak neko-neko,” ungkap Tati Sumirah saat disambangi awak media olahraga INDOSPORT.

Setelah memutuskan untuk gantung raket di awal tahun 80-an, Tati Sumirah memang sempat bekerja di sebuah apotek milik seorang penggemar bulutangkis. Pekerjaan itu ia jalani hingga 20 tahun, sebab itulah penghasilan satu-satunya untuk keluarga, hingga nama besar Tati pun perlahan menghilang.

Namun, kerja keras Tati Sumirah akhirnya terganjal musibah ketika ia jatuh dari motor saat berangkat bekerja. Lutut kaki kirinya patah dan harus mendapat perawatan. Tati akhirnya mundur dari pekerjaannya, dan menghabiskan waktu untuk rehabilitasi di rumah.

“Saya kecelakaan di Kemayoran, naik motor nabrak orang, nggak sengaja nabrak Pak Ogah, padahal saya bawa motor pelan. Saya yang tabrak tapi dia nggak jatuh, saya yang jatuh. Pas bangun, loh, kayaknya kena engsel nih. Namanya juga sudah tua, ya sudah saya istirahat saja urusin rumah,” paparnya.

Beruntung, pada tahun 2010, Tati Sumirah bertemu dengan salah satu legenda bulutangkis yang cukup sukses di bidang bisnis, Rudy Hartono. Mantan pebulutangkis tunggal putra itu pun memberikan pekerjaan untuk Tati sebagai tenaga administrasi di Oli TOP 1 hingga akhirnya ia benar-benar pensiun di tahun 2015.

Uber Cup Pertama untuk Indonesia

Pada masanya, Tati Sumirah adalah pebulutangkis tunggal putri yang melejit di usia muda. Terlebih, ia tampil sebagai penentu di partai final Uber Cup 1975 menghadapi tim Jepang. Saat itu, Indonesia diperkuat oleh Tati Sumirah, Minarni, Utami Dewi, Imelda Wiguna, Theresia Widiastuti, dan Regina Masli.

Tati Sumirah turun menantang Atsuko Tokuda, ia dengan mudah menaklukkan lawan di angka 11-5, 11-2. Indonesia keluar sebagai juara Uber Cup untuk pertama kali dalam sejarah, dengan kemenangan 5-2 atas Jepang. Tati dan kawan-kawan lantas mendapat apresiasi dari Presiden Soeharto.

“Dapat Uber pertama untuk Indonesia, bangga sekali. Kebetulan juga ada Thomas, jadi kawin berdua. Cuma kalau anak laki kan mantap hadiahnya. Saya berharap dapat rumah, tapi ternyata hanya dapat sejuta, saya belikan motor Vespa. Dulu sih sejuta sudah mahal, tapi kita kan orangnya terima apa adanya,” kenang Tati.

Membahas soal hadiah, Tati Sumirah sempat menyinggung perbaikan bentuk apresiasi pemerintah terhadap para atlet berprestasi, khususnya di cabang olahraga bulutangkis.

“Sekarang cuma yang baru-baru saja (dapat apresiasi), makanya saya bilang teruskan saja untuk bulutangkis Indonesia, biar keangkat lagi namanya. Kemarin juara SEA Games tuh, dikasih 200 juta. Kita mah dulu enggak, makan seadanya, ayam goreng, sate, sayur bayem,” paparnya.

© Martin Gibsian/INDOSPORT
Srikandi Bukutangkis Indonesia, Tati Sumirah Copyright: Martin Gibsian/INDOSPORTSrikandi Bulutangkis Indonesia, Tati Sumirah

Kritik untuk Tunggal Putri

Meski sudah lama meninggalkan dunia bulutangkis, namun Tati Sumirah tetap mengikuti perkembangan para juniornya di nomor tunggal putri. Miris, saat ini belum ada potensi muda Indonesia yang bisa menyaingi Tati, untuk setidaknya dapat meraih medali di Uber Cup.

“Nomor tunggal sekarang lagi susah ya, harus pinter-pinter lah kalau main. Siapa yang duluan bisa mematikan, dia yang unggul seterusnya. Tunggal putri hanya sesekali juara, sudah nggak kayak dulu lagi. Bukan kita yang angot-angotan, soalnya memang prestasi kita lagi merangkak.”

“Kalau mau memanggil pelatih dari luar juga sama saja, kalau dari kitanya nggak ada mental juara. Pelatih kita saja bagus-bagus, makanya sampai dipanggil ke luar negeri. Susah sih ya, bermain bulutangkis itu tergantung kita. Belum waktunya juara kali ya,” ungkap Tati.

Harapan yang Tak Terwujud

Ada satu harapan kecil dari Tati Sumirah yang hingga kini belum bisa diwujudkan, yakni keinginannya untuk menjadi pelatih bulutangkis. Selain karena kakinya yang sudah tak kuat lagi untuk menopang, Tati juga mengaku pemalu dan tak bisa memimpin jalannya latihan.

“Saya sih sebenarnya ingin melatih, tapi kalau untuk latihan fisik sih bisa saja. Cuma masalah ngomong yang susah, saya nggak bisa ngomong, pemalu orangnya. Dulu saya nggak pernah menemui wartawan, banyak yang mau wawancara, tapi saya nggak mau. Saya sendiri sampai sekarang nggak bisa main handphone.”

Pupusnya harapan Tati Sumirah, juga kian terluka dengan minimnya kenangan orang-orang tentangnya. Bahkan, Tati mengaku asing dengan organisasi PBSI saat ini, karena tak pernah lagi menemuinya dan tak mengenalkannya dengan para pebulutangkis penerusnya saat ini.

“Saya nggak pernah nonton langsung pemain Indonesia, nggak pernah ke Istora, nggak pernah ke Pelatnas Cipayung juga. Dulu kadang dapat undangan, sekarang pemain-pemain lama sudah nggak diundang. Kalau di TV saya masih nonton,” tukasnya.

Kini, di tengah keterasingan Tati Sumirah dari dunia bulutangkis nasional, ia tetap berharap prestasi dapat terus menaungi para atlet nasional, termasuk di ajang SEA Games 2019 dan Olimpiade Tokyo 2020 mendatang.

Lantas, akankah pemerintah dan PBSI akhirnya melirik Tati Sumirah, untuk setidaknya mewujudkan keinginannya dapat menyapa para pemain nasional?

1