3 Fakta Miris Indonesia di Balik Turnamen Swiss Open yang Ditunda

Rabu, 18 Maret 2020 20:49 WIB
Penulis: Petrus Tomy Wijanarko | Editor: Arum Kusuma Dewi
© PBSI
Sejumlah fakta miris menghiasi bulutangkis Indonesia, terkait turnamen Swiss Open yang baru-baru ini mendapat penundaan. Copyright: © PBSI
Sejumlah fakta miris menghiasi bulutangkis Indonesia, terkait turnamen Swiss Open yang baru-baru ini mendapat penundaan.

INDOSPORT. COM - Sejumlah fakta miris menghiasi bulutangkis Indonesia, terkait turnamen Swiss Open yang baru-baru ini mendapat penundaan.

Pentas bulutangkis dunia kembali terkena dampak dari penyebaran virus corona. Demi mencegah hal-hal yang tak diinginkan, BWF terpaksa menunda sejumlah kompetisi bulutangkis, termasuk Swiss Open 2020.

Turnamen Swiss Open 2020 sejatinya dihelat mulai tanggal 17 Maret hingga 22 Maret 2020. Namun per 14 Maret 2020 lalu, BWF mengeluarkan kebijakan resmi untuk menunda perhelatan Swiss Open 2020, bersama tiga ajang bergengsi lainnya, yakni India Open 2020, Malaysia Open 2020, dan Singapore Open 2020.

Jika ditelusuri lebih jauh, ajang Swiss Open sejatinya menyimpan beberapa fakta miris untuk bulutangkis Indonesia. Terutama soal raihan prestasi, para atlet Tanah Air kerap kesulitan setiap kali berlaga dalam ajang Swiss Open.

Lalu, apa sajakah fakta-fakta miris yang menyelimuti bulutangkis Indonesia terkait turnamen Swiss Open? INDOSPORT coba merangkumnya ke dalam ulasan berikut.

Ganda Putri Indonesia

Ganda putri Indonesia entah kenapa selalu kesulitan untuk bisa mendulang prestasi di ajang Swiss Open. Buktinya, sejak edisi pertama Swiss Open 1955 silam, tak ada satu pun gelar juara yang bisa dibawa pulang ganda putri Indonesia.

Pada ajang Swiss Open 2019 lalu, wakil Indonesia di sektor ganda putri paling mentok cuma melangkah sampai babak kedua saja, lewat Agatha Imanuela/Siti Fadia Silva Ramadhanti dan Yulfira Barkah/Jauza Fadhila Sugiarto. Sementara pada Swiss Open 2018, tidak ada wakil ganda putri Indonesia yang berlaga, sehingga wajar bila nihil prestasi.

Tunggal Putra

Bukan hanya sektor ganda putri saja yang bermasalah di ajang Swiss Open. Nomor tunggal putra Indonesia diketahui mengalami penderitaan yang kurang lebih mirip.

Tunggal putra Indonesia dalam dua dekade terakhir hampir tak pernah sama sekali bisa meraih gelar juara. Hanya ada satu medali emas yang bisa dibawa pulang, yakni Swiss Open edisi 2002 melalui Marvele Mainaky.

Lebih miris lagi sebenarnya sektor tunggal putri. Dua dekade terakhir tunggal putri Indonesia tak ada yang bisa memberikan gelar juara di Swiss Open.


Klasemen Perolehan Gelar

Sulitnya Indonesia untuk mendulang prestasi di Swiss Open, bisa terlihat dari tabel klasemen perolehan gelar para negara peserta. Bulutangkis Tanah Air tak bisa bersaing di papan atas, dan hanya menempati urutan sembilan saja.

Indonesia menduduki posisi sembilan dengan total torehan sembilan medali. Sektor tunggal putra dan ganda putra, jadi penyumbang terbanyak, masing-masing lewat torehan tiga gelar juara.

Capaian bulutangkis Indonesia masih kalah jauh dari pemuncak klasemen, Denmark, yang bisa mengumpulkan 54 medali. Bahkan negara Eropa yang tak punya budaya bulutangkis apik, seperti Belanda, posisinya ada di urutan empat dengan koleksi 22 medali, atau lima tingkat di atas Indonesia.