In-depth

'Dijajah' Pelatih Indonesia, Seberapa Terpuruk Bulutangkis Malaysia Saat Ini?

Sabtu, 23 Mei 2020 17:02 WIB
Editor: Prio Hari Kristanto
© Amanda Dwi Ayustri/INDOSPORT
Kedatangan rombongan pelatih bulutangkis asal Indonesia di Malaysia seakan mempertegas keterpurukan yang tengah menimpa Negeri Jiran. Copyright: © Amanda Dwi Ayustri/INDOSPORT
Kedatangan rombongan pelatih bulutangkis asal Indonesia di Malaysia seakan mempertegas keterpurukan yang tengah menimpa Negeri Jiran.

INDOSPORT.COM - Kedatangan rombongan pelatih bulutangkis asal Indonesia di Malaysia seakan mempertegas keterpurukan yang tengah menimpa Negeri Jiran. 

Bulutangkis Malaysia tengah dibuat geger setelah  Asosiasi Bulutangkis Malaysia (BAM) memutuskan untuk memborong pelatih-pelatih asal Indonesia ke negara mereka. 

Keputusan ini mendapat kritikan tajam dari sejumlah pihak termasuk mantan pemain Negeri Jiran. Mereka menilai pelatih Indonesia telah 'menjajah' bulutangkis Malaysia.

BAM pada Minggu (17/05/20) lalu diketahui membuat pengumuman restrukturisasi pelatih, di mana empat dari lima departemen dipimpin langsung oleh pelatih asal Indonesia.

Empat pelatih asal Indonesia tersebut adalah Hendrawan di sektor tunggal putra, Flandy Limpele di sektor ganda putra, Indra Wijaya di sektor tunggal putri dan Paulus Firman di sektor ganda campuran.

Keputusan BAM menempatkan empat pelatih Indonesia membuat mereka dituding  lebih bergantung pada pelatih asing dan tidak mencoba untuk lebih dulu memberikan kesempatan kepada pelatih lokal untuk berimprovisasi.

Meski begitu, BAM memiliki pembelaannya tersendiri. Menurutnya, keputusan ini diambil demi membawa perubahan pada bulutangkis Malaysia

Menurut Direktur BAM, Coong Hann, para pelatih asal Indonesia memang memiliki rekam jejak yang baik. 

"Itu tidak bias. Kami berada dalam posisi untuk melakukan perubahan dan kami membuat keputusan profesional," ujar Choong Hann dikutip dari media The Star.

"Ini bukan tentang pelatih lokal atau asing, tetapi banyak pemikiran dimasukkan ke dalam memilih yang terbaik dan perubahan dibuat dengan hanya satu tujuan akhir - untuk membawa hasil yang diinginkan," katanya. 

Ungkapan dari BAM ini pun seakan mempertegas kondisi bulutangkis Malaysia yang tengah limbung. Sebetulnya, seberapa terpuruk bulutangkis Malaysia saat ini? 

Bulutangkis Malaysia Terpuruk

Malaysia merupakan salah satu negara yang memiliki sejarah panjang di bulutangkis dunia. Hal itu tergambar dari lima gelar Piala Thomas yang pernah mereka raih. 

Meski tak sedominan China atau Indonesia, Malaysia sanggup melahirkan sejumlah  pebulutangkis andal di era 90 dan 2000-an.

Sektor tunggal putra pernah begitu dominan didominasi oleh Negeri Jiran melalui wakilnya, Lee Chong Wei. Lee Chong Wei bahkan dianggap sebagai pebulutangkis tunggal putra terbaik dunia dengan deretan prestasi dan rekor yang dipegangnya. 

Akan tetapi, sepeninggal masa kejayaan Lee Chong Wei, bulutangkis Malaysia seperti terjun bebas. Meski memiliki pasangan kelas dunia seperti  Chan Peng Soon/Goh Liu Ying, namun prestasi mereka terus tertinggal jauh dari China, Indonesia, dan Jepang. 

Dalam dua tahun terakhir bisa dibilang prestasi bulutangkis Malaysia benar-benar terpuruk. Semua sektor baik putra dan putri mengalami penurunan prestasi. 

Pada 2018 misalnya, tak ada satu pun wakil mereka yang menembus semifinal All England. Para wakil Malaysia tumbang di babak awal. Hal ini sempat membuat presiden BAM marah.  

Pada 2019, hanya segelintir gelar Super Series saja yang berhasil diraih wakil-wakil Malaysia, itu pun hanya turnamen level menengah seperti Thailand Masters. 

© Herry Ibrahim/INDOSPORT
Pemain ganda campuran Malaysia, Goh Liu Ying/Chan Peng Soon saat menghadapi pasangan Indonesia, Tontowi Ahmad/Winny Oktavi pada perempatfinal Indonesia Open 2019 di Istora Senayan, Jumat (19/07/19). Foto: Herry Ibrahim/INDOSPORT Copyright: Herry Ibrahim/INDOSPORTPemain ganda campuran Malaysia, Goh Liu Ying/Chan Peng Soon saat menghadapi pasangan Indonesia, Tontowi Ahmad/Winny Oktavi pada perempatfinal Indonesia Open 2019 di Istora Senayan, Jumat (19/07/19). Foto: Herry Ibrahim/INDOSPORT

Para wakil Malaysia selalu kesulitan tiap bertemu wakil Indonesia, Jepang, maupun China. Bahkan, mereka juga kerap kalah dari negara-negara gurem. 

Pada 2019 negara-negara bulutangkis non-tradisional seperti Spanyol dan Amerika Serikat berhasil memenangkan gelar juara dunia. India juga ikutan dengan meraih medali emas pertama mereka melalui tunggal putri, PV Sindhu di Swiss. Sementara Malaysia cuma bisa menonton dengan tangan hampa. 

Sebagai gambaran betapa terpuruknya bulutangkis Malaysia saat ini bisa dilihat dari ranking pemain mereka di BWF. Saat ini cuma ada dua wakil Malaysia yang sanggup menembus peringkat 10 besar dunia. 

Mereka adalah Lee Zii Jia (peringkat 10 tunggal putra) dan pasangan  Aaron Chia/Sho Wooi Tik (9 ganda putra). Selebihnya semua wakil Malaysia berada di luar peringkat 10 besar. 

Bandingkan dengan Indonesia yang begitu dominan saat ini. Indonesia hampir selalu menempatkan satu sampai dua wakilnya di lima besar dunia di empat sektor yang ada.

Sektor ganda putra menjadi yang paling dominan di mana kita mampu menempatkan dua pasangan berurutan di peringkat satu dan dua dunia. Diikuti dengan keberhasilan Ginting dan Jojo yang sempat tembus lima besar beberapa waktu lalu. 

Para wakil Indonesia, Jepang, dan China selalu menjadi unggulan di tiap turnamen termasuk Olimpiade 2020 mendatang. 

Fasilitas Mumpuni, Regenerasi Jeblok

Salah satu hal yang menjadi sorotan utama dari merosotnya prestasi bulutangkis Malaysia adalah lambatnya regenerasi tim. Sepeninggal Lee Chong Wei, praktis hanya Lee Zii Jia yang menonjol. 

Meski begitu, level Lee Zii Jia belum sanggup menyamai level Kento Momota dan wakil-wakil dari Denmark dan Indonesia. 

Lemahnya pembinaan di usia muda membuat pebulutangkis Malaysia rapuh saat memasuki usia senir. Hal seperti ini pernah diungkapkan oleh legenda hidup Negeri Jiran, Datuk Razif Sidek, beberapa waktu silam.  

Razif menilai pemain junior Malaysia butuh gemblengan lebih keras agar bisa tahan dan bermain dengan baik saat di level senior. 

© Shi Tang/Getty Images
Tunggal putra Malaysia, Lee Zii Jia. Copyright: Shi Tang/Getty ImagesTunggal putra Malaysia, Lee Zii Jia.

Hal serupa juga diakui oleh BAM beberapa waktu lalu. BAM mengakui bahwa para pemain junior mereka belum bisa menjadi lawan sparring para seniornya di pusat pelatihan karena kemampuan mereka yang terlalu jomplang. 

Padahal, secara fasilitas Malaysia unggul di banding negara-negara lainnya. Negeri Jiran memiliki fasilitas akademi kelas dunia di Bukit Jalil di bawah pengawasan langsung BAM. 

Melihat fakta-fakta ini, maka tak heran jika BAM tahun ini memutuskan untuk memborong pelatih-pelatih asal Indonesia yang memang telah terbukti mampu mempersembahkan prestasi.