x

(ANALISIS) Ketiga Kali, Indonesia Tanpa Gelar di Kandang Sendiri

Senin, 6 Juni 2016 17:33 WIB
Penulis: Petrus Manus Da' Yerimon | Editor: Charles Emanuel Dominggus

Kejuaraan Indonesia Open merupakan turnamen bulutangkis kelas dunia yang diselenggarakan mulai 1982 lalu. Sejauh itu beberapa wakil Tanah Air pun sukses mencatatkan namanya sebagai juara.

Akan tetapi sudah tiga tahun terakhir Indonesia seolah belum bangun dari tidurnya. Tidak ada satupun pebulutangkis nasional yang mampu berdiri di podium utama. Terakhir Hendra Setiawan/Muhammad Ahsan yang menjadi juara di ganda putra pada 2013 lalu.

Di 2016 ini wakil Merah Putih kembali tampil melempem, bahkan sejumlah jagoan seperti Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, juara All England Praveen Jordan/Debby Susanto, Tommy Sugiarto dan lainnya harus tersingkir di awal turnamen.

Satu-satunya harapan diemban Ihsan Maulana Mustofa. Sayangnya tunggal putra ini harus mengubur impiannya tampil di final usai dikalahkan Lee Cong Wei di semifinal.

Lantas, apa yang membuat pebulutangkis kita seakan tampil kurang menggingit? Apakah dukungan dan harapan yang diberikan publik Tanah Air membuat mereka terbebani?

Berikut INDOSPORT mengulasnya berdasarkan beberapa data dan pendapat dari berbagai pihak.


1. Mudah Ditebak dan Tidak Konsisten

Ganda campuran Indonesia Praveen Jordan/Debby Susanto bersalaman denga ganda campuran China Lu Kai/Huang Yaqiong usai pertandingan.

Ganda campuran tuan rumah, Praveen Jordan/Debby Susanto secara mengejukan kalah telak dari wakil China, Lu Kai/Huang Yaqiong, 21-15 dan 21-10, pada babak pertama Indonesia Open 2016.

Hasil ini pun mendapatkan kritikan keras dari salah satu pengamat bulutangkis Tanah Air, Broto Happy atau yang biasa dikenal dengan Bung Broto. Bukan tanapa alasan, menilik dari posisi ranking dunia, Praveen/Debby harusnya bisa meraih kemenangan apalagi dengan dukungan penuh suporter.

Menurut Broto, semenjak keduanya meroket usai menjuarai All England, gaya permainan Praveen/Debby kini dengan mudah dibaca oleh pemain lawan.

“Jika dahulu Praveen/Debby itu tidak terlalu dikenal oleh para lawannya, mereka bisa bermain nyaman karena belum ada yang mengenal mereka,”jelasnya.

“Tapi sekarang begitu mereka juara di All England, semua pemain lain langsung mempelajari cara permainan mereka, dan bisa ditebak dengan mudah cara untuk mematikan mereka,” komentar Broto.

Sementara itu, Lindaweni Fanetri yang siap mewakili Indonesia di ajang Olimpiade 2016 juga tak berdaya menghadapi gempuran pemain Denmark di ronde pertama. Tidak konsistennya permainan Linda jadi alasan utama dirinya gagal di Indonesia Open kali ini.

"Lindaweni (Fanetri) bisa menembus semifinal di turnamen lalu itu sebuah keberuntungan harusnya kalau dia bisa, jagalah,” ujar Bung Broto kepada INDOSPORT.

Lindaweni sendiri mengakui kekuatan dan ketahanan kakinya perlu mendapat perhatian khusus. Menurutnya ia perlu melatih kekuatan dan ketahanan kakinya karena masih kurang cepat dan stabil.


2. Kurang Fokus dan Banyak Lakukan Kesalahan

Aksi Hendra Setiawan/ Mohammad Ahsan di ajang Indonesia Open 2016.

Mengaca dari hasil Indonesia Open kali ini, banyak sekali hal yang perlu dibenahi oleh para pebulutangkis kita jika ingin meraih hasil yang lebih baik. Lemahnya konsentrasi dan fokus saat bertanding menjadi salah satu alasan.

“Lawan cukup tangguh terus jarang main rally. Sering mati di kita karena kesalahan sepele. Kita kehilangan fokus, terus ketinggalan juga sudah jauh, jadi gak kekejar,” tutur Annisa yang kala itu harus kalah dari unggulan pertama asal China, Zhang Nan/Zhao Yunlei.

Di sisi lain, jagoan-jagoan bulutangkis Tanah Air pun mengakui bahwa mereka sering melakukan kesalahan sendiri yang berujung pada kekalahan.

Praveen Jordan/Debby Susanto yang menjadi unggulan delapan pada turnamen kali ini, seakan tidak berdaya kala menghadapi wakil China, Lu Kai/Huang Yaqiong.

"Bisa dibilang kekalahan kita karena kesalahan sendiri, sementara itu lawan bermain baik, mereka cepat dan mengandalkan jangkauan panjang. Saya sendiri banyak melakukan kesalahan," tutur Debby Susanto.

Hal yang sama juga disampaikan ganda putra  nomor dua dunia Hendra Setiawan/Muhammad Ahsan yang disingkirkan wakil Denmark, Mads Conrad-Petersen/Mads Pieler Kolding, dengan skor 21-19, 13-21, 18-21.

“Hasil ini tidak sesuai dengan harapan, kami harus tetap positif, masih ada Australia Open, kami akan tetap berusaha mempertahankan rangking di posisi dua dunia. Kami banyak melakukan kesalahan sendiri, lawan tampil bagus dan kami selalu keduluan. Kami banyak mengangkat bola, tekanannya kurang,” ujar Hendra.

Tak ketinggalan juara dunia, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir pun menegaskan bahwa penampilan mereka jauh di bawah performa terbaiknya. Seringnya melakukan kesalahan mendasar membuat pasangan ini tidak bisa mencapai podium utama.


3. Tertekan

Owi/Butet tak bisa menutupi rasa kecewa usai tersingkir di ajang Indonesia Open 2016.

Tampil di hadapan pendukung sendiri yang memadati Istora Senayan tentu bukan menjadi hal yang gampang. Ekspetasi yang tinggi pun dibebankan publik kepada pebulutangkis Tanah Air.

Keringnya gelar di rumah sendiri dalam tiga tahun terakhir bisa menjadi alasan utama mengapa masyarakat begitu mendambakan para atlet kita berada di podium utama. Hal ini pun yang membuat Tontowi Ahmad sempat menyatakan bahwa dirinya merasa sedikit tertekan.

“Saya sangat kecewa dengan pernyataan Owi itu dia nyebut mengaku tertekan karena adanya tuntutan untuk menang, saya pikir keinginan untuk menang itu harusnya datang dari dia sendiri. Semua pemain pasti tertekan, apa lagi ini juara dunia. Saya juga mantan pemain, jadi saya rasa tekanan itu wajar,” ujar Kepala Bidang Pengembangan dan Prestasi PBSI, Rexy Mainaky, menanggapi hal tersebut.

Mantan pemain ganda putra tanah air itu menyebut jika penyebab Owi/Butet terhenti di babak kedua bukan karena tekanan. Kesalahan-kesalahan sendiri dan emosi dianggap Rexy sebagai penyebab utama kekalahan.

“Dukungan penonton itu seperti pisau bermata dua, kalau atlet kita bisa mengelola maka itu akan  jadi semangat, kalau tidak ya bisa jadi tekanan," kata Broto di Istora Senayan. 

Penyataan pengamat bulutangkis itu bukan tanpa alasan. Buktinya meski sempat terganggu dengan bisingnya penonton Istora, ganda putri Jepang, Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi, akhirnya mampu membuktikan diri menjadi yang terbaik.

Ihsan Maulana MustofaPraveen Jordan/Debby SusantoHendra Setiawan/Mohammad AhsanTontowi Ahmad/Liliyana NatsirIn Depth SportsIndonesia Open 2016

Berita Terkini