x

Liliyana Natsir Rela Korbankan Pendidikan Demi Raih Prestasi Gemilang

Jumat, 19 Agustus 2016 19:59 WIB
Editor: Rizky Pratama Putra

Olimpiade Rio 2016 merupakan kali kedua bagi Liliyana Natsir menyumbangkan medali. Delapan tahun sebelumnya, Butet, sapaan akrabnya juga sukses merebut medali perak di Olimpiade Beijing 2008.

Kala itu, Butet masih berpasangan dengan Nova Widianto. Keduanya mengalahkan ganda asal Korea Selatan, Lee Yong-dae/Lee Hyo-jung

Pencapaian terbaik baru diraih Liliyana Natsir di Olimpiade Rio 2016. Berpasangan dengan Tontowi Ahmad, Butet sukses merebut emas usai mengalahkan ganda Malaysia.


Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir menjadi penyumbang satu-satunya emas bagi Indonesia di Olimpiade Rio 2016.

Hebatnya lagi, emas ini merupakan satu-satunya yang diraih dari Indonesia di Brasil. Kemenangan keduanya menjadi penghapus dahaga prestasi Indonesia di kancah internasional.

Apalagi, prestasi ini diraih dalam momentum yang mungkin tak akan dilupakan keduanya sepanjang hayat. Owi/Butet berhasil merebut emas pada 17 Agustus 2016 lalu, kala Indonesia merayakan hari kemerdekaan.

Lantas saja momen haru ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi keduanya. Namun, prestasi gemilang ini tentu saja diraih dari jalan yang tidak mudah.

Butet bahkan harus merelakan pendidikan demi meraih prestasi gemilang di bulutangkis. Keinginan kuat dan tekad baja akhirnya terbayar lunas di Olimpiade Rio 2016.

Bagaimana perjuangan Liliyana Natsir dalam mengawali karier di dunia bulutangkis? Berikut hasil ulasan dari INDOSPORT;


1. Hobi Aneh Ibunda Saat Mengandung

Liliyana Natsir dan sang ibunda.

Liliyana Natsir lahir dan besar di Manado, Sulawesi Utara. Butet kecil dikenal sebagai anak manja.

Orangtuanya, Beno dan Olly Natsir mengatakan bahwa Butet sangat dekat dengan kedua orangtuanya. sebagai anak bungsu, kedua orangtuanya paham betul tabiat Butet kecil.

Kedua orangtua Butet bukan berasal dari keluarga atlet. Hanya saja, Olly sempat mengatakan bahwa saat tengah mengandung Butet, dirinya amat senang menyaksikan pertandingan bulutangkis.

Bahkan Olly tak mengenal waktu saat menyaksikan pertandingan. Terkadang, Olly bahkan menonton pertandingan bulutangkis hingga larut malam.

Padahal cukup rentan bagi Olly yang tengah hamil di usia kandungan tua, untuk tidur terlampau larut. Mungkin inilah yang disinyalir menjadi pertanda bahwa dirinya akan melahirkan seorang pebulutangkis yang kelak menjadi andalan bangsa. 


2. Lahir di Hari Olahraga Nasional

Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir

9 September 1985, bayi mungil ini akhirnya muncul ke dunia. Saat itu, bertepatan pula dengan peringatan hari olahraga nasional.

Hobi unik ibunda yang gemar menyaksikan bulutangkis saat mengandung, serta lahir di hari olahraga menjadi cikal bakal Butet kecil menyenangi olahraga. Butet dikenal sebagai anak yang semangat saat pelajaran olahraga tiba.

Renang, basket, atletik dan semua olahraga hampir dilahapnya. Berbekal kecintaannya ini, nilai olahraga Butet selalu lebih tinggi dari teman-teman kelasnya.

Meski demikian, Butet juga dikenal sebagai pribadi yang cukup pintar di pelajaran lain. Nilai akademik Butet juga cukup memuaskan, bahkan sempat mendapatkan ranking semasa sekolah.


3. Berawal dari Tepok Bulu Angsa

Beno dan Olly Natsir, orangtua Liliyana Natsir.

Perkenalan Butet dengan bulutangkis terjadi saat bermain tepok bulu angsa dengan rekan-rekannya. Tepok bulu angsa adalah bulutangkis yang dilakukan tanpa raket.

Penggunaan raket diganti dengan papan yang digunakan sebagai pengganti. Sementara shuttlecock yang digunakan sama seperti bulutangkis, di mana di daerah Butet dikenal dengan bulu angsa.

Saking rajinnya bermain, orangtua Butet pun melihat bakat terpendam yang dimiliki anaknya. Butet kemudian didaftarkan ke klub Pisok di Mandao, kampung halamannya.

Sang ayah merasa jika putri kesayangannya hanya bermain di halaman rumah, maka tidak akan ada kemajuan secara bakat. Butet pun merasa senang luar biasa atas tawaran dari sang ayah.

Butet mulai menikmati latihan di klub barunya ini. Padahal, jarak tempat latihan Butet dari tempat tinggalnya harus ditempuh dengan dua kali berganti angkutan umum.

Di klub Pisok inilah, Butet kecil semakin terasah kemampuannya. Bahkan kemampuannya melebihi para pemain seniornya di klub tersebut.


4. Liburan Sekolah Terakhir Menjadi Awal Karier

Liliyana Natsir.

Saat memasuki usia 12 tahun, orangtua Butet mengajaknya ke Jakarta untuk berlibur. Kala itu, Butet tengah menjalani liburan panjang usai ujian sekolah.

Tak hanya sekedar liburan, Beno, sang ayah berniat mencari kesempatan bagi sang anak untuk bisa berlatih di ibukota. Beno pun mendaftarkan Butet di klub Tangkas, Jakarta.

"Jika dia (Liliyana Natsir)  di Manado sini bakalan tidak sukses dalam bidang olahraga, apalagi bulutangkis. ya, orang tua mana yang tidak ingin anaknya sukses?," ujar Beno kala itu.

Butet kembali lolos untuk bisa bergabung bersama Tangkas. Namun kemudian, Butet mendapatkan pilihan sulit.


Sebelum meraih prestasi emas, Liliyana Natsir sempat memilih bulutangkis dan mengorbankan pendidikan.

Untuk bisa bergabung dengan klub tersebut, Butet harus tetap tinggal di Jakarta. Butet tidak hanya harus meninggalkan orangtua, tapi juga pendidikannya.

Sebagai anak bungsu, pilihan ini begitu sulit baginya. Namun dengan keteguhan hati dan tekad bulat untuk bisa tetap maju, Butet akhirnya memutuskan untuk bertahan di Jakarta.

Butet kecil pun akhirnya merelakan pendidikan demi pencapaian prestasi di dunia olahraga. Sebuah harga mahal, yang akhirnya ditebus dalam dua puluh tahun kemudian.

Liliyana NatsirTontowi Ahmad/Liliyana NatsirOlimpiade Rio de JaneiroOlimpiade Beijing 2008Olimpiade Rio 2016

Berita Terkini