x

Mia Audina: Jelmaan Susy Susanti yang Kini Jadi Warga Belanda

Kamis, 6 Desember 2018 16:00 WIB
Penulis: Coro Mountana | Editor: Ivan Reinhard Manurung

INDOSPORT.COM - Dengan penuh konsentrasi, sesosok pebulutangkis putra dengan kontur wajah yang simetris segera memukul shuttlecock ke arah lawannya yang berasal dari Chinese Taipei. Pebulutangkis berwajah tampan itupun mengirimkan bola yang memaksa Chou Tien Chen melepaskan pukulan yang tanggung.

Sontak sosok tampan itu langsung mengeluarkan aksi jump smash yang menghujam deras di bidang kosong area lapangan Chou Tien Chen. Si tampan itupun tahu kalua dirinya sudah menang dan langsung melepas baju untuk ‘memamerkan’ lekukan perut yang seperti roti sobek itu sambil berteriak, si tampan itu adalah Jonatan Christie.

Baca Juga

Kemenangannya atas Chou Tien Chen di final tunggal putra ajang Asian Games 2018 memang sangat bersejarah bagi dunia bulu tangkis Indonesia. Tetapi prestasi yang didapat dari sektor putra tidak tertular pada regu putri yang tidak mendapatkan gelar apapun di Asian Games.

Legenda bulutangkis Indonesia, Susy Susanti pun menilai prestasi buruk dari sektor putri disebabkan hilangnya satu generasi bulutangkis. Maksud dari Susy Susanti itu adalah Mia Audina yang pernah menjadi bagian dari bulutangkis Indonesia masa depan, tetapi yang bersangkutan malah hijrah ke negeri penjajah.


1. Anak Ajaib yang Jadi Pahlawan Indonesia

Mia Audina, mantan pebulutangkis Indonesia.

Lahir di Jakarta, 22 Agustus, 39 tahun yang lalu, Mia Audina yang memiliki nama lain Zhang Haili adalah seorang pebulutangkis di sektor putri yang sangat berbakat. Saking berbakatnya, ia bahkan disebut akan menjadi tonggak dari pebulutangkis Indonesia sektor putri.

Di usianya baru 14 tahun, Mia Audina sudah masuk dalam tim inti untuk membela Indonesia di Piala Uber 1994. Siapa sangka di usia yang masih ABG, Mia Audina menjadi penentu bagi Indonesia di final Piala Uber menghadapi Zhang Ning yang berasal dari China.

Aksi Mia Audina saat masih aktif sebagai pebulutangkis.

Ternyata Mia Audina mampu tampil memukau dengan mengalahkan Zhang Ning dalam permainan tiga set 11-7, 10-12, dan 11-4. Mia Audina pun langsung mendapat julukan sebagai anak ajaib yang mampu membawa nama Indonesia meraih gelar juara Piala Uber 1994.

Dua tahun berikutnya, Mia Audina berhasil mengantarkan Indonesia mempertahankan Piala Uber di Hong Kong. Gelar juara di tahun 1996 itu merupakan yang terakhir kali diraih oleh Indonesia karena hingga tahun ini, Piala Uber sudah tidak bisa dimenangkan lagi oleh Indonesia.

Di tahun yang sama, Mia Audina mengikuti kejuaraan bergengsi yaitu Olimpiade Atlanta 1996. Meski tak sebaik Susy Susanti yang berhasil menggondol emas di Olimpiade 1992, Mia Audina tetap berhasil meraih medali perak setelah kalah dari Bang Soo-Hyun yang berasal dari Korea Selatan.

Baca Juga

Berbagai prestasi berhasil dimenangkan oleh Mia Audina bersama Indonesia, seperti Indonesia Terbuka, Jepang Terbuka, dan Singapura Terbuka. Bahkan dirinya sampai disebut-sebut sebagai jelmaan atau the next Susy Susanti.

Pecinta bulutangkis nasional pun berharap banyak pada Mia Audina dapat meneruskan apa yang telah dicapai oleh Susy Susanti. Sayang, sepak terjang Mia Audina bersama Indonesia harus berakhir setelah dirinya memutuskan untuk tinggal bersama Belanda.


2. Tetap Berprestasi di Belanda

Mantan pebulutangkis Indonesia, Mia Audina.

Kronologi kepindahan Mia Audina ke Belanda bermula dari pernikahannya dengan Tylio Arlo Lobman yang merupakan seorang penyanyi gospel asal Suriname berkebangsaan Belanda. Lalu lika-liku kehidupan Mia Audina semakin pelik setelah ibunya, Lanny Susilawati meninggal dunia pada akhir April 1999.

Meninggalnya sang ibu telah membuat Mia Audina mengalami penurunan dalam peformanya di dunia bulutangkis. Di tengah rasa pilu kehidupan yang terus menghantamnya, Mia Audina akhirnya memutuskan pindah ke Belanda untuk tinggal bersama sang suami tercinta.

Sebenarnya Mia Audina sempat mengajukan permohonan untuk tetap berada dalam skuat di PBSI (Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia) meski berlatih di Belanda. Akan tetapi permintaan tersebut ditolak.

Baca Juga

“Kalau dia pindah ke Belanda ya harus keluar dari pelatnas. Dia memang maunya begitu (tetap di pelatnas namun latihan di Belanda), tetapi yang namanya organisasi tentu ada aturan mainnya, jadi harus patuh,” ujar Karsono, ketua harian PBSI, sebagaimana yang dilansir dari Kompas, 28 Juli 1999.

Akibatnya Mia Audina secara resmi mengundurkan diri dari PBSI, sehingga ia tidak bisa memperkuat Indonesia lagi. Meski telah berpisah dengan Indonesia, Mia Audina tidak bisa berpisah dari bulutangkis, sehingga ia memutuskan untuk membela negara yang dalam sejarah pernah menjajah Indonesia, Belanda.

Mia Audina akhirnya mendapatkan kewarganegaraan Belanda pada tahun 2000 dan mulai menunjukan tajinya di Eropa. Beragam prestasi berhasil ditorehkan oleh Mia Audina bersama Belanda seperti juara di Belanda Terbuka, Jepang Terbuka, Kejuaraan Eropa, dan Jerman Terbuka.

Bahkan, Mia Audina sempat membawa Belanda melangkah ke final Olimpiade 2004 di Athena, Yunani. Uniknya di laga final tersebut, Mia Audina yang kali ini membela panji Belanda bertemu musuh lamanya yang bernama Zhang Ning (lagi).

Baca Juga

Pada akhirnya Mia Audina kembali gagal meraih kemenangan di Olimpiade 2004 setelah kali ini harus kalah dari Zhang Ning. Dua tahun setelah itu, Mia Audina resmi gantung raket dari dunia bulutangkis yang telah membuatnya menyanyikan dua lagu kebangsaan setiap ia memenangi sebuah turnamen.

"Ah, itu bukan salah saya. Ada banyak faktor yang membuat saya akhirnya pindah ke Belanda. Saya bisa bilang kesalahan PBSI ada, juga masalah keluarga dengan meninggalnya ibu saya,” ungkap Mia dua tahun sebelum gantung raket seperti yang dikutip dari Historia.

Ikuti Terus Update Bulutangkis dan Berita Olahraga Lainnya Hanya di INDOSPORT.COM

BelandaIndonesiaPBSIOlimpiadeMia Audina

Berita Terkini